Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Atasi Perundungan Siswa lewat Tim Pencegahan

Kementerian Pendidikan mengharuskan lembaga pendidikan membentuk tim pencegahan kekerasan. Perundungan siswa makin marak.

3 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi bullying di sekolah. Tempo/Bintari Rahmanita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Lembaga pendidikan harus membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan.

  • TPPK mesti membuat kanal pelaporan dan ruang pemeriksaan. 

  • Perundungan siswa berulang kali terjadi.

JAKARTA – Kasus perundungan anak di lembaga pendidikan kembali menjadi sorotan setelah seorang siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Cimanggu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, berinisial FF, 13 tahun, menjadi korban perundungan atau bullying. Korban mengalami patah tulang rusuk setelah dianiaya oleh dua pelajar lainnya berinisial MKY, 15 tahun, dan WS, 14 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pelaksana tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Anang Ristanto, mengatakan Kementerian Pendidikan akan mengambil tindakan tegas atas kasus perundungan di lembaga pendidikan. Salah satunya dengan menerapkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 46 Tahun 2023 yang terbit pada 8 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan peraturan Menteri Pendidikan ini mengatur pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan (PPKSP). Regulasi ini memperbarui Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 82 Tahun 2015. Salah satu terobosan dalam peraturan Menteri Pendidikan terbaru ini adalah menajamkan definisi kekerasan. Selain itu, ada keharusan lembaga pendidikan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). 

“Sudah ada 13.879 satuan pendidikan yang membentuk TPPK,” kata Anang, Senin, 2 Oktober 2023.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 46 Tahun 2023, jumlah anggota tim TPPK harus ganjil. Mereka terdiri atas pendidik dan komite sekolah atau wali murid. Tugas TPPK ini adalah mencegah dan menangani kekerasan. Dalam melakukan pencegahan, TPPK mesti membuat kanal pelaporan dan ruang pemeriksaan. 

Menurut Anang, Kementerian Pendidikan akan menggandeng pemerintah daerah untuk mengimplementasikan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 46 Tahun 2023 tersebut. 

Adapun kasus perundungan terhadap siswa SMPN 2 Cimanggu terjadi pada 26 September lalu. Korban berinisial FF dan pelaku penganiayaan berinisial MKY dan WS. 

Ada teman MKY yang merekam peristiwa penganiayaan tersebut. Video rekaman penganiayaan itulah yang beredar luas lewat media sosial.

Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Stefanus Satake Bayu Setianto, menjelaskan, saat ini korban FF masih menjalani pengobatan. “Cukup parah, ya. Saya dengar akan dirujuk,” kata dia. 

FF menderita luka cukup berat setelah dipukul, ditampar, dan ditendang oleh MK dan WS. Keduanya duduk di bangku kelas VIII. 

Stefanus menjelaskan, awal mula kejadian ini dipicu oleh kemarahan pelaku karena FF mengaku sebagai anggota geng Barisan Siswa (Basis) SMPN 2 Cimanggu. Pengakuan FF tersebut menyinggung MK dan WS, yang merupakan anggota geng Basis. Keduanya lantas menganiaya FF. 

Atas tindakan tersebut, kepolisian menetapkan keduanya sebagai tersangka. Keduanya disangka Pasal 80 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan ancaman hukuman 3 tahun 6 bulan penjara dan Pasal 170 KUHP dengan ancaman 7 tahun penjara. Senin kemarin, kepolisian melimpahkan berkas kedua tersangka ke kejaksaan. 

Sehari sebelum penganiayaan FF, kata Stefanus, ada peristiwa perundungan lain yang juga dilakukan oleh siswa SMPN 2 Cimanggu. Tapi ia belum bisa menjelaskan lebih detail peristiwa tersebut. “Masih diproses di Polres Cilacap,” katanya. 

Kapolres Cilacap, Komisaris Besar Fannky Ani Sugiharto. Dok. Humas Polresta Cilacap

Menyikapi kasus perundungan ini, Kepala Polres Cilacap, Komisaris Besar Fannky Ani Sugiharto, memerintahkan anak buahnya berkunjung ke semua SMP di Cilacap. 

“Saya terjunkan seluruh anggota untuk menjadi inspektur upacara pada 2 Oktober kemarin,” kata dia lewat keterangan tertulis.

Ia mengatakan kunjungan tersebut bertujuan mengedukasi dan memberikan pemahaman kepada siswa perihal bahaya perundungan. Fannky menegaskan, tindakan perundungan tidak bisa dibenarkan karena merusak fisik dan psikis korban. 

Angka Kekerasan pada Anak Naik 

Selain perundungan di Cilacap, kasus serupa menimpa murid SD Negeri di Menganti, Gresik, Jawa Timur, berinisial SAH, 8 tahun. Mata korban diduga dicolok oleh kakak kelasnya. Akibat peristiwa itu, SAH mengalami kebutaan. Perundungan ini terjadi karena korban enggan memberikan uang jajan kepada pelaku. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat jumlah laporan kekerasan anak pada 2022 mencapai 2.133 kasus. Kasus yang paling dominan dilaporkan seperti kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan kejahatan siber. 

Retno Listyarti. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, mengatakan perilaku perundungan yang dilakukan oleh anak, meski salah, tidak bisa dilihat sebagai aspek tunggal. Menurut dia, anak adalah peniru, yang segala perbuatannya dipengaruhi oleh lingkungan yang membentuk karakternya. 

Ia mengatakan, selain pengawasan keluarga yang kurang, kontrol masyarakat menjadi aspek penting dalam mendidik moral anak. Misalnya, masyarakat berani menegur jika menemukan perilaku yang dirasa menyimpang. 

“Terlebih, anak ini lahir di era digital, dekat dengan teknologi informasi. Kalau enggak dipilah, bahaya. Game online misalnya, banyak menampilkan kekerasan dan (anak) bisa terpapar,” kata Retno. 

Ia juga mengapresiasi Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 46 Tahun 2023. Dia menilai peraturan terbaru ini lebih gamblang mengatur upaya pencegahan perundungan. 

Retno mengatakan, sesuai dengan catatan FSGI, selama kurun waktu Januari-September 2023, ada 23 kasus perundungan di lembaga pendidikan. Perundungan ini telah menelan dua korban, yaitu satu murid SDN di Kabupaten Sukabumi dan satu santri MTs di Blitar.  

Komisioner KPAI, Aries Adi Leksono, menyampaikan kekhawatirannya perihal terjadinya eskalasi perundungan di lembaga pendidikan. “Selama enam bulan terakhir, ada 1.200 data aduan yang menyangkut kekerasan anak belum terselesaikan,” kata dia. 

Aries berpendapat, perilaku perundungan yang dilakukan anak tidak bisa dilepaskan dari pengaruh pergaulan, media sosial, keluarga, dan tontonan mereka. “Anak SD seharusnya lebih banyak mendapat informasi soal karakter, bagaimana pentingnya sikap sosial, spiritual,” ujarnya.

Selain itu, menurut dia, peran lembaga pendidikan sangat penting. Sekolah mesti mendorong peningkatan keilmuan siswa sekaligus memperhatikan karakter anak. 

JIHAN RISTIYANTI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus