Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBELUM para auditor disuruh keluar dari ruangan, Taufiequrachman Ruki menyembur mereka. "Tim telah diintervensi!" kata Ruki setelah mendengar kesimpulan draf laporan hasil pemeriksaan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor. Menurut seorang saksi mata, para auditor melongo. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang lain tak ada yang berani menyela.
Seperti diceritakan saksi tersebut, Sidang Badan—pengambil keputusan tertinggi di Badan Pemeriksa Keuangan—pada 17 Oktober itu berlangsung tegang. Sidang dihadiri 8 dari 9 anggota Badan Pemeriksa. Anggota VI, yang bertanggung jawab terhadap pemeriksaan keuangan daerah, Rizal Djalil, sedang di luar negeri.
Dalam sidang, auditor memaparkan kesimpulan draf audit Hambalang versi 1 Oktober. Ketika itu, kesimpulan laporan tak menyebutkan nama serta peran Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, pemilik "rumah yang kebakaran". Yang juga tak tercantum: perusahaan-perusahaan penggarap Hambalang, antara lain PT Dutasari Citralaras.
Laporan audit malah banyak mencantumkan nama Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Agus disebutkan melanggar peraturan tentang pengucuran anggaran proyek. Kasarnya, Menteri Agus ikut menyebabkan negara rugi hingga Rp 243,7 miliar. Ini yang membuat Ruki meradang. "Kebakarannya di rumah ini, kok, yang disalahkan orang yang punya rumah di sana," kata Ruki ditirukan sumber Tempo. Setelah itu, auditor disuruh meninggalkan ruangan.
Dikontak pada Kamis pekan lalu, Ruki mengatakan persoalan selesai begitu laporan hasil pemeriksaan atau LHP diÂpublikasikan. Ia juga menyanggah memarahi auditor dalam Sidang Badan. "Bukan penyebutan nama Agus Marto penyebab saya bicara, tapi LHP belum menggambarkan temuan pemeriksaan secara utuh," kata Ruki. Menurut anggota II BPK—yang membidangi audit keuangan negara bidang perekonomian—itu, beberapa hari sebelumnya ia mengarahkan agar hasil audit linear dengan temuan pada saat pemeriksaan.
Toh, dua hari setelah persamuhan, pernyataan Ruki soal intervensi terpampang di media. Sebelum terang siapa yang melakukan intervensi, Badan Pemeriksa langsung memadamkan kehebohan. "BPK tidak pernah mengintervensi siapa pun dan diintervensi siapa pun," kata Wakil Ketua BPK Hasan Bisri. Pada 24 Oktober lalu, dalam lanjutan Sidang Badan, Ruki meralat pernyataannya.
Dalam audit versi akhir yang diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada akhir Oktober, nama Andi Mallarangeng memang dicantumkan. Namun, ketimbang Agus Martowardojo, peran Andi masih samar-samar. Auditor menulis bahwa Andi tak menggunakan wewenangnya ketika mengajukan persetujuan kontrak tahun jamak kepada Kementerian Keuangan. Kesalahan kedua, Andi tak menetapkan pemenang lelang, padahal nilai proyek di atas Rp 50 miliar.
Kedua wewenang itu diambil alih Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam tanpa pendelegasian tertulis dari Andi. Wafid-lah yang paling banyak disorot dalam audit. Padahal, menurut audit itu sendiri, tiap kali meneken surat, Wafid membubuhkan tanda tangan di depan Andi. "Pak, ini saya tanda tangani, ya," kata Wakil Ketua BPK Hasan Bisri menirukan Wafid.
Karena Andi tak menggeleng, Wafid mengartikan bosnya setuju. Kepada Sukma N. Loppies dari Tempo dua pekan lalu, Wafid membenarkan telah memberikan pengakuan demikian kepada BPK. "Saya hanya menjalankan perintah." Menteri Andi belum bisa diwawancarai. Surat permohonan wawancara belum dibalas. Di kantornya pada Kamis pekan lalu, sekretaris Andi, Iim Rohimah, mengatakan Andi sedang berada di Singapura. Ia sebelumnya menyatakan bertanggung jawab secara moral terhadap penyelewengan anak buahnya.
Tanpa pendelegasian wewenang secara tertulis dari Menteri Andi Mallarangeng, Wafid Muharam mengajukan Hambalang sebagai proyek tahun jamak kepada Menteri Keuangan. Dalam surat bernomor 1887.A/SESMENPORA/6/2010 tertanggal 28 Juni 2010, Wafid menulis proyek Hambalang membutuhkan Rp 1,175 triliun. Ditambah anggaran peralatan yang kelak menjejali bangunan, bujet totalnya Rp 2,57 triliun.
Dana direncanakan turun dalam beberapa tahun anggaran—istilahnya tahun jamak. Untuk bujet konstruksi, pada 2010 direncanakan mengucur Rp 275 miliar. Tahun berikutnya Rp 475 miliar. Pada 2012, turun lagi Rp 425 miliar. Demikian pula anggaran peralatannya. Persetujuan Menteri Keuangan dibutuhkan sebelum Kementerian Olahraga meneken kontrak dengan penggarap proyek.
Audit Badan Pemeriksa mengungkapkan, anggaran konstruksi berubah-ubah seiring dengan perubahan desain. PT Metaphora Solusi Global, konsultan perencana, sempat menaksir anggarannya Rp 800-an miliar, Rp 900-an miliar, Rp 1 triliunan, Rp 1,6-an triliun, hingga menjadi Rp 1,129 triliun. Ditambah biaya konsultan perencana, manajemen konstruksi, dan pengelola teknis, totalnya jadi Rp 1,175 triliun.
Dalam penyusunan anggaran, PT Metaphora berkoordinasi dengan PT Adhi Karya, yang bersama PT Wijaya Karya belakangan ditetapkan sebagai pemenang. Pada 19 Maret 2010—delapan bulan sebelum Kerja Sama Operasi Adhi-Wika memenangi proyek—seorang pegawai PT Metaphora mengirimkan surat elektronik kepada anggota staf pemasaran PT Adhi Karya perihal anggaran konstruksi.
Ketika itu, proyek Hambalang masih bernama Pusat Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional. Menurut perhitungan PT Metaphora, ada dua skenario penganggaran: pembangunan fisik termasuk peralatan sebesar Rp 125 miliar dan pembangunan fisik belaka Rp 127 miliar.
Setelah desainnya dimekarkan, proyek berganti nama jadi Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional. Anggarannya langsung membubung. PT Metaphora menaksir kebutuhan dana mencapai Rp 1,6 triliun. Hasil perhitungan itu dikirimkan kepada karyawan PT Adhi Karya yang tadi dan Kepala Biro Perencanaan Kementerian Olahraga Deddy Kusdinar.
Dalam perkembangannya, anggaran menyusut jadi Rp 1,175 triliun. Penyebabnya, harga satuan per meter kubik bangunan dihitung Rp 5 jutaan dari sebelumnya Rp 7 jutaan. Menurut Wakil Ketua BPK Hasan Bisri, perhitungan rencana biaya Rp 1,175 triliun disampaikan kepada Menteri Andi Mallarangeng.
Pada Juni itu, PT Adhi Karya juga mendapat surat elektronik tembusan perhitungan yang Rp 1,175 triliun. Tujuannya, menurut Badan Pemeriksa, "Untuk menghitung asumsi kesanggupan biaya yang akan dikeluarkan dalam melaksanakan konstruksi fisik." Sebagaimana diduga, Adhi Karya, yang menggandeng Wijaya Karya, pada 25 November 2010 ditetapkan sebagai pemenang. Pada 10 Desember, kontrak proyek diteken.
Lewat pengacaranya, Rudy Alfonso, Deddy Kusdinar mengatakan semua yang dilakukannya dalam proyek Hambalang hanya menjalankan perintah. "Tapi siapa yang memberi perintah, Pak Deddy belum mau bercerita," kata Rudy kepada Setri Yasra dari Tempo. PT Adhi Karya berulang kali mengatakan proyek diperoleh dari tender yang terbuka.
Sampai di Kementerian Keuangan, surat Wafid Muharam tertanggal 28 Juni 2010 dibalas Direktur Jenderal Anggaran Anny Ratnawati pada 13 Juli. Anny meminta Kementerian Olahraga melengkapi persyaratan, antara lain rekomendasi kelayakan kontrak tahun jamak dari Kementerian Pekerjaan Umum.
Setelah sekian kali berkirim surat, pada 16 November 2010, Wafid meminta dispensasi batas waktu revisi pengajuan rencana kerja anggaran kementerian/lembaga 2011, yang semestinya diajukan sebelum 15 Oktober. Surat Wafid diteruskan oleh Anny Ratnawati secara berjenjang kepada anak buahnya hingga Kepala Subdirektorat Anggaran II.
Pada 26 November, kepala subdirektorat itu menyusun nota dinas hasil penelaÂahan terhadap dokumen persyaratan yang dilampirkan Wafid. Konsep nota dinas menyebutkan persyaratan terpenuhi sehingga revisi pengajuan anggaran tahun jamak bisa disetujui. Sampai di tangan Direktur Jenderal Anggaran tiga hari kemudian, isi nota dinas tak berubah.
Pada hari itu juga, Anny Ratnawati membuat nota dinas bernomor ND-1034/AG/2010 perihal persetujuan kontrak tahun jamak kepada Menteri Keuangan. Menurut Badan Pemeriksa, isi nota dinas persis dengan yang diajukan kepada Anny. Menjawab nota dinas itu, Menteri Agus Martowardojo pada 1 Desember memberikan disposisi kepada Anny. "Selesaikan," demikian disposisinya.
Mendapat lampu hijau dari Agus, Anny kemudian menerbitkan surat bernomor Âs-3576/AG/2010 tertanggal 6 Desember 2010 yang menyetujui revisi rencana anggaran Kementerian Olahraga. Mengatasnamakan Menteri Keuangan, Anny juga mengeluarkan surat bernomor s-553/MK.2/2010 tertanggal 6 Desember 2010 perihal persetujuan kontrak tahun jamak Hambalang sebesar Rp 1,175 triliun.
Menurut BPK, semestinya Kementerian Keuangan tak memberikan dispensasi atas keterlambatan pengajuan rencana anggaran. Hal itu melanggar peraturan Menteri Keuangan sendiri. Pelanggaran juga terjadi pada pengabulan rencana anggaran Kementerian Olahraga. Sebelum itu dikabulkan, Menteri Keuangan menerbitkan persetujuan kontrak tahun jamak.
Jumat pekan lalu, Agus Martowardojo menolak menanggapi tudingan Badan Pemeriksa. Namun, dua pekan lalu, ia menyatakan kecewa terhadap hasil audit. "Antara fakta dan kesimpulan tak nyambung," ujarnya. Menurut Agus, ia baru sebulan menjabat menteri ketika anggaran Hambalang diajukan. Ia tahu Hambalang dari nota dinas Direktur Jenderal Anggaran tertanggal 1 Desember. "Itu satu-satunya yang sampai ke tangan saya," ujarnya.
Menurut Agus, ia sebenarnya tak menyetujui anggaran Hambalang. "Saya tolak, tapi saya bilang, 'Selesaikan'." Maksud Agus, ia baru akan menyetujuinya bila sesuai dengan aturan. Anny Ratnawati, yang kini menjabat Wakil Menteri Keuangan, mengatakan tak ada aturan yang dilanggar seperti tercantum dalam audit BPK. "Kementerian Keuangan mengikuti semua prosedur dengan benar," katanya dua pekan lalu.
Meski nama Andi akhirnya dicantumkan di dalam audit, penjelasan yang lebih benderang soal peran Menteri Keuangan menimbulkan dugaan macam-macam. Bukan kali ini saja Badan Pemeriksa "menyerang" Menteri Keuangan. Yang masih hangat, BPK menganggap pembelian saham PT Newmont Nusa Tenggara sebanyak tujuh persen oleh pemerintah keliru karena tanpa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Hasan Bisri, Wakil Ketua BPK, pekerjaan Badan Pemeriksa memang banyak bersinggungan dengan Kementerian Keuangan. Alasannya, kata dia, Kementerian Keuangan berperan vital dalam setiap pengucuran anggaran. Selain itu, audit investigatif seperti pada Hambalang dan Bank Century dilakukan atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat. "Kami hanya melaksanakan," ujarnya. Ketika sudah turun ke lapangan, auditor tak lagi menerima pesanan.
Hasan Bisri juga memastikan audit tersebut baru menyingkap sebagian tabir. "Nanti ada audit tahap kedua," katanya. Hasan mengatakan, pada audit pertama, ada data yang belum masuk lantaran hasilnya keburu diserahkan ke DPR. Pada audit yang kedua, BPK akan berfokus pada aliran dana Hambalang.
Cerita kekecewaan Taufiequrachman Ruki telanjur menyebar. Disebutkan, misalnya, Ruki berniat mundur dari BPK. Beberapa koleganya melihat Ruki—pensiun Mei tahun depan—mulai mengangkut-angkut barang dari ruangannya. Terhadap kabar ini, Ruki kembali menyangkalnya. "Tak ada yang bersifat pribadi. Saya hanya menjaga independensi dan profesionalisme BPK."
Anton Septian, Martha Ruth Thertina, Ayu Primasandi, Indra Wijaya, Angga Sukma Wijaya
Audit di Kaki Bukit
CENTANG-perenang pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, semakin terkuak. Audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan atas proyek Rp 1,2 triliun itu menemukan setumpuk masalah: dari perizinan, penganggaran, sampai pelaksanaan.
Nama proyek:
Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional
Nilai proyek:
Rp 1,2 triliun (dalam APBN Perubahan 2010 dianggarkan Rp 1,077 triliun)
Pemenang tender:
Adhi Karya (70 persen), Wijaya Karya (30 persen)
Perencanaan:
Awal tahun 2000-an (pembebasan lahan dan desain)
Target selesai:
2012
Luas lahan:
Total 32 hektare (luas bangunan 12 hektare)
Daya tampung:
600 atlet dari 20 cabang olahraga
Hasil Audit
Indikasi kerugian negara: Rp 243,7 miliar
Jenis Penyimpangan:
Pekerjaan konstruksi
Jalan Panjang Hambalang
31 Desember 2002
Hak guna usaha PT Buana Estate, perusahaan milik Probosutedjo, atas lahan seluas 705.055 hektare di Desa Hambalang, Citeureup, Bogor, berakhir. Tanah kembali dikuasai negara.
Awal 2004
Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional merencanakan pembangunan pusat pendidikan dan pelatihan olahraga pelajar nasional.
4 Mei 2004
Tim dari Direktorat Jenderal Olahraga menetapkan bahwa sebagian lahan di kaki Bukit Hambalang bakal dijadikan lokasi gedung pendidikan dan pelatihan.
19 Juli 2004
Bupati Bogor mengeluarkan penetapan lokasi pembangunan Hambalang.
18 Oktober 2005
Lahan Hambalang tercatat sebagai aset Kementerian Olahraga.
10 Agustus 2006
Rapat pembahasan sertifikat Hambalang di Kantor Pertanahan Bogor dihadiri petinggi Kementerian Olahraga.
7 September 2006
Pengukuran lahan Hambalang. Lahan yang semula luasnya dinyatakan 327.810 meter persegi menyusut menjadi 312.448 meter persegi atau 31,2 hektare.
5 Februari 2007
Proyek Pusat Pembinaan Prestasi Olahraga Pelajar Nasional berganti nama menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional.
Oktober 2009
Andi Mallarangeng dilantik menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga.
22 November 2009
Probosutedjo menyatakan tak keberatan pusat pendidikan dan pelatihan olahraga dibangun di atas tanah Hambalang.
Akhir 2009-Awal 2010
Politikus Partai Demokrat, Ignatius Mulyono, menyatakan diperintah Anas Urbaningrum, ketua fraksi partai itu di DPR, mengurus sertifikat Hambalang.
6 Januari 2010
Mulyono mengambil surat keputusan Kepala Badan Pertanahan bernomor 1/HP/BPN RI/2010 tentang pemberian hak pakai tanah Hambalang atas nama Kementerian Pemuda dan Olahraga dari kantor Badan Pertanahan. Ia menyatakan segera menyerahkan surat itu ke Anas.
20 Januari 2010
Sertifikat Hambalang diterbitkan Kantor Pertanahan Bogor.
25 November 2010
KSO Adhi-Wika ditetapkan sebagai pemenang proyek.
10 Desember 2010
Kontrak proyek diteken.
Terbidik
Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng
"Saya bertanggung jawab secara moral."
Menteri Keuangan Agus Martowardojo
"Kok, antara fakta dan kesimpulan tidak nyambung."
Sumber: Audit Investigasi BPK 2012, PDAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo