Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Yuk kursus bahasa arab

Menteri agama alamsyah meresmikan kursus bahasa arab di jakarta. kursus gratis dan guru didatangkan dari arab saudi. pendaftar pertama 3.000 orang. (pdk)

23 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERANGKAT dari kekecewaan seorang duta besar empat tahun lalu, lahirlah sebuah lembaga kursus bahasa Arab di Jakarta. Syeikh Bakr Abbas Khomeis, Dubes Arab Saudi yang waktu itu baru beberapa lama menduduki posnya yang baru di Jakarta, sempat menyaksikan MTQ ke-10 di Manado, Juli 1977. Ia terpesona. Jauh dari tanah kelahiran Islam, ternyata bisa terdengar lagu Al Quran yang dalam kemerduan -- dan kefasihan - belum tentu kalah dibanding para qari negeri Arab sendiri. Tapi kemudian ia tahu, mereka yang piawai itu tak sepenuhnya menguasai bahasa Arab, "bahasa Al Quran dan agama." "Mulai saat itulah saya berpikir, mengapa tidak kita ajarkan bahasa Arab kepada mereka supaya dapat sepenuhnya memahami isi Al Quran," begitu sambutan yang dipidatokan dalam bahasa Arab, pada peresmian Lembaga Pengajaran Bahasa Arab di Jalan Raden Saleh, Jakarta, Selasa pekan lalu. Peresmiannya sendiri dilakukan oleh Menteri Agama H. Alamsyah. Tak Harus Islam Berkat upayanya, "dengan bantuan Menteri Agama Indonesia," katanya, berdirilah lembaga tersebut Agustus 1980. Semua biaya ditanggung pemerintah Arab Saudi. Segi kurikulumnya ditangani Universitas Imam Muhammad Bin Saud di Riyadh. Dan pemerintah Indonesia pun menyambut baik ide dan usaha Dubes Khomeis. "Buktinya," kata Abdul Aziz bin Abdullah Al Ammar, direktur lembaga itu, "gedung tempat kursus ini yang mencarikan Departemen Luar Negeri Indonesia." Gedung di Jalan Raden Saleh itu, persis di samping Kantor Imigrasi, berlantai tiga, seluas 400 m2. Mempunyai 15 kelas 6 x 5 m, sebuah perpustakaan 20 x 10 m dengan ribuan buku dan sebuah laboratorium bahasa. Semua ruang ber-AC. Di sisi kiri gedung sebuah tulisan pada plat kuningan berbunyi: Ma'had Atta'lim Allughat Al'Arabiyah Bi Indunisia (Lembaga Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia). Gedung itu disewa Kedubes Arab Saudi sekitar Rp 100 juta setahun. Menurut Abdul Aziz, 29 tahun, yang juga Atase Pendidikan Kedubes Arab Saudi di Indonesia, "Bahasa Arab bagi orang Indonesia bukan barang baru. Tapi orang Indonesia pandai membaca saja dan mengalami kesulitan bila harus bercakap dan menulis." Maka 12 guru dari universitas di Riyadh itu didatangkan. Semuanya lulusan Jurusan Bahasa Arab, dan memang ahli mengajarkan bahasa Arab kepada siswa non-Arab. Tambah seorang guru wanita Indonesia lulusan Al Azhar, Kairo, Ustazah Ruqayyah. Dua unit laboratorium bahasa pun di pasang -- untuk keperluan mengajarkan menulis, membaca dan bercakap-cakap. Sekitar delapan bulan berdiri, lembaga telah menampung 400 siswa -- 30 di antaranya putri. Lama pendidikan dua tahun, terbagi menjadi empat tingkat. Tiap tingkat memerlukan waktu empat bulan, dan dalam seminggu ada lima hari kursus: Senin sampai Jumat. Jam belajar tiga macam. Pagi tiga jam, khusus untuk yang benar-benar berminat belajar. Persyaratannya memang lebih berat: harus sudah punya dasar menulis dan berbahasa Arab. "Yang mengikuti pendidikan pagi memang kami persiapkan untuk bisa melanjutkan ke Arab Saudi," kata Aziz pula. Siswa petang hanya belajar dua, jam: 16-00 - 18.00. Malam juga dua jam, 19-00 - 21.00. Peserta malam kebanyakan mahasiswa, pegawai atau pengusaha . Untuk kelas petang dan malam, persyaratan masuk lebih ringan: sudah bisa membaca huruf Arab. Tentunya semuanya lewat tes. Peraturan lain: 10 kali berturut-turut absen, dipersilahkan keluar. Dan absensi harus memenuhi 75% jam pelajaran -- kurang dari itu tak boleh mengikuti ujian. Berbeda dari kursus bahasa Inggris di Perhimpunan Persahabatan Indonesia Amerika (PPIA), yang menerima siswa baru setiap semester (tiga kali setahun), kursus ini hanya menerima siswa dua kali setahun -- meski ujian diselenggarakan empat bulan sekali. Peminatnya memang besar. Awal bulan ini sekitar tiga ribu pendaftar, sementara bangku yang tersedia hanya 150. Dan sampai hari ini peserta kursus tak diken ai kewajiban membayar sepeser pun. Bandingkan saja dengan kursus Inggris di PPI itu, yang memungut Rp 24 ribu untuk tiap tingkat -- semuanya enam tingkat. Dan jangan mengira yang boleh mengikuti kursus hanya orang Islam. "Tak ada ketentuan itu. Tapi memang si iwa yang ada kini semuanya Islam," tutur Aziz . Aziz rupanya berkeberatan menceritakan gaji para guru dari Saudi itu. Tapi andai disamakan dengan gaji guru di Riadh, paling tidak seorang akan menerima 10 ribu rial Arab Saudi atau sekitar Rp 2 juta sebulan. Yang jelas mereka diberi fasilitas perumahan -- di Pulo Mas -- tanpa mobil. Yang mungkin juga sangat berbeda dari kursus bahasa Inggris di PPIA, di lembaga ini suasana pergaulan akrab. Seperti sekolah biasa, ada majalah dinding yang diisi sendiri oleh para siswa. Untuk kelas I nama majalah itu Al Maurid (jalan), kelas II Al Aqlam Annasyiab (pena yang tumbuh) dan kelas III Al Amal. Seminggu sekali ada lomba pidato -- dalam bahasa Arab, tentu. Pemenangnya mendapat hadiah. Ayim Malik Ibrahim, 24 tahun, siswa kelas III, orang dari Pesantren Mambaul Ulum di Singaparna, Jawa Barat, pernah mendapat hadiah arloji. Dan pada waktu tertentu ada piknik ke daerah -- juga tanpa bayaran. Dan entah basa-basi atau memang keluar dari hati, guru pendatang itu katanya memang senang mengajar di Indonesia. "Indonesia ini ramah," kata Shaleh Husein Al Aid, wakil direktur merangkap guru. "Saya juga belajar bahasa Indonesia." Dan kata Zaid Umar Abdullah MA, guru tata bahasa: "Murid Indonesia cerdas, dan baik-baik." Konon ini kursus bahasa Arab pertama yang diselenggarakan pemerintah Arab Saudi di luar Arab Saudi sendiri. Rencananya, kursus macam ini akan dibuka pula di Jepang," kata Abdul Aziz pula. Di Indonesia sendiri kursus bahasa Arab bukan pertama kali ini tentu saja. Hanya, selain selama ini kalah populer dibanding kursus bahasa Inggris misalnya -- sebab sudah ada berbagai sekolah agama atau pesantren -- juga sudah tentu kalah modern dibanding kursus model luar negeri. Maklum untuk bikin kursus model PPIA misalnya bukan sedikit biayanya. Untung Arab sekaran sudah tahu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus