Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Vaksin di masa pandemi Covid-19 menjadi barang yang dicari-cari diseantero jagat, semua negara berebut mengamankan pasokan vaksin covid-19 untuk warganya, tak terkecuali Indonesia. Vaksin menjadi komoditas yang legit untuk dibisniskan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kondisi tersebut adalah sesuatu yang tak terelakkan, karena vaksin menjadi satu-satunya cara untuk mencegah penularan Covid-19 dan membangun antibodi terhadap ganasnya virus corona.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah kontroversi menyertai proses pembuatan hingga pengadaan vaksin covid-19, dari yang murni urusan teknologi, bisnis hingga konspirasi.
Hingga saat ini ada banyak jenis vaksin Covid-19 yang diproduksi dan sudah mendapatkan izin penggunaan darurat karena dalam masa pandemi yang perlu penanganan segera.
Meski jenis vaksinnya sama, yaitu vaksin untuk Covid-19, terdapat keragaman teknologi di baliknya. Profesor bidang ilmu farmasi Oregon State University, Amerika Serikat, Prof. Taifo Mahmud, menjelaskan, platform teknologi pembuatan vaksin sudah dikembangkan sejak lama.
“250 institusi maupun perusahaan di dunia yang mengembangkan vaksin Covid-19 dengan berbagai jenis taknolog,” kata Taifo dalam sebuah kuliah umum yang digelar virtual di Fakultas MIPA Universitas Padjajaran beberapa waktu seperti dikutip Tempo dari laman Unpad, Selasa 1 Juni 2021
Meski terdapat berbagai varian teknologi, menurut Taifo, ada dua platform utama dari teknologi pengembangan vaksin, yaitu klasik dan terbaru. Platform klasik, merupakan teknologi yang selama ini sudah banyak digunakan untuk menghasilkan beragam vaksin.
Dari paparan Prof Taifo tersebut setidaknya ada 5 teknologi yang dikembangkan untuk mengembangkankan vaksin.
Pertama, vaksin yang dikembangkan dari virus utuh yang diinaktivasi. Vaksin yang dihasilkan melalui teknologi ini, seperti Polio, Rabies, hingga vaksin Hepatitis A. Sementara pada vaksin Covid-19, teknologi ini digunakan untuk pengembangan vaksin Sinovac dan Sinopharm. Pengembangn vaksin jenis ini termasuk platform klasik.
Kedua, vaksin dari virus yang dilemahkan, hingga vaksin dari rekombinan atau subunit protein pada virus yang salah satunya berupa produk vaksin Covid-19 Anhui.
Ketiga, vaksin yang dikembangkan dengan cara menggunakan teknologi virus-like particles (VLP) atau zat dengan struktur yang mirip dengan virus, tetapi tidak memiliki genom dari virus tersebut.
Keempat, platform lanjutan yang dikembangkan untuk vaksin Covid -19 di antaranya vaksin dengan adenovirus, atau memanfaatkan virus lain seperti yang dikembangkan Astrazeneca, Janseen, dan Gamaleya.
Kelima, ada pula vaksin Covid-19 dari teknologi mRN, seperti vaksin yang dikembangkan Moderna, Pfizer, hingga CureVac.
Keenam, menurut Prof. Taifo, ada vaksin yang dikembangkan dari antigen-presenting cells (APC) yang saat ini tengah dikembangkan di Indonesia.
Prof. Taifo yang merupakan diaspora Indonesia di Amerika ini menjelaskan, pengembangan vaksin umumnya memerlukan waktu yang panjang, yakni sekitar 10 tahun. Namun karena pandemi Covid-19 yang melanda secara global mendorong pengembangan vaksin menjadi lebih cepat, tidak kurang dari dua tahun.
Dalam dua tahun tersebut, banyak vaksin sudah dihasilkan dan sudah melalui uji klinis. Beberapa vaksin juga sudah mendapatkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authotization (EUA) dari otoritas terkait.
Sontak, beberapa masyarakat sempat khawatir akan efektivitas dan keamanan vaksin yang dikembangkan dengan singkat itu.
“Karena Covid-19 ini sangat urgensi, berbahaya sekali. Oleh karena itu dipercepat, kurang dari dua tahun sudah mendapat EUA. Hikmahnya adanya Covid-19 ini, persetujuan dari vaksin bisa lebih cepat,” kata Prof. Taifo.
Kuliah umum tentang vaksin Covid-19 ini merupakan rangkaian program People to People (P2P) Relationship Program kerja sama Unpad, Majelis Rektor PTN Indonesia, Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional As-Kanada, dan Atikbud Amerika Serikat.
TEGUH ARIF ROMADHON