Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim, menyatakan keprihatinannya atas diskriminasi yang dialami oleh pelajar beragama Kristen di SMAN 2 Depok. Nadiem mengatakan semestinya pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Satuan pendidikan harus merdeka dari diskriminasi. Sekolah sudah seharusnya menjadi ruang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi semua peserta didik untuk belajar dan mengembangkan diri, terlepas dari identitas yang melekat pada dirinya,” kata Nadiem lewat siaran persnya pada Jumat, 7 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nadiem menjelaskan pemerintah daerah dengan dukungan pemerintah pusat, wajib memastikan sekolah untuk memberikan proses pembelajaran yang tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Perwujudan satuan pendidikan yang aman dan nyaman, serta merdeka dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan, kata Nadiem, menjadi salah satu prioritas Kementeriannya dalam implementasi kebijakan Merdeka Belajar.
Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Peraturan tersebut mengatur definisi serta langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku, agama, ras, dan/atau antargolongan yang terjadi di satuan pendidikan. Pembatasan sarana dalam proses belajar mengajar di sekolah kepada kelompok agama tertentu, termasuk fasilitas ekstrakurikuler, merupakan tindak diskriminasi yang mengakibatkan berkurangnya hak belajar peserta didik.
“Saat ini kami melalui Inspektorat Jenderal sedang melakukan investigasi dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengusut dan menangani kasus yang terjadi di SMAN 2 Depok," ujar Nadiem.
Upaya penghapusan tiga dosa besar pendidikan, yang meliputi intoleransi, perundungan, kekerasan seksual, kata Nadiem, terus didorong melalui kampanye penguatan karakter bertemakan Profil Pelajar Pancasila.
Lebih lanjut, Nadiem menegaskan kunci dari upaya menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari segala bentuk diskriminasi dan intoleransi adalah kolaborasi dan sinergi antara pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat.
“Semuanya harus terlibat dalam upaya mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman serta menjunjung tinggi nilai-nilai inklusif," ujarnya.
Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kota Depok dituding telah melakukan tindakan diskriminatif terhadap kegiatan ekstrakurikuler Kerohanian Kristen atau Rohkris. Pembina Kerohanian Kristen SMAN 2 Kota Depok Mayesti Sitorus mengatakan kejadian itu bermula saat puluhan siswa beragama Kristen hendak menggunakan salah satu ruangan sekolah untuk melaksanakan peribadatan rutin pagi sebelum jam pelajaran dimulai.
Namun, mereka tak bisa menggunakan ruang sekolah dengan alasan tak jelas. "Sudah sering, setiap kami mau menggunakan ruangan kaya abu-abu gitu (dilempar-lempar)," kata Mayesti. Karena saat itu jam pelajaran segera dimulai, maka para siswa Kristen melakukan peribadatan di selasar dan tangga sekolah.
Baca juga:
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.