Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Fenomena Tanah Retak di Depok, PVMBG: Dipicu Hujan Deras

PVMBG menyarankan pemerintah daerah setempat untuk memastikan sejarah daerah tanah yang retak tersebut.

25 Oktober 2018 | 06.44 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Beberapa anak melihat-lihat lokasi retakan tanah sepanjang 20 meter lebih yang terjadi di Kelurah Cisalak Pasar Cimanggis Depok Senin 22 Oktober 2018. TEMPO/Irsyan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bandung - Kepala Sub Bidang Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Barat, Bidang Mitigasi Gerakan Tanah, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Sumaryono, menyebut tanah retak yang terjadi di Kelurahan Cisalak Pasar, Jalan Pedurenan, Cimanggis, Kota Depok, dipicu hujan deras.

Baca:  Retakan Tanah di Depok, Ahli Geologi Duga Sudah Ada Celah Kecil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sumaryono juga menyarankan agar tanah retak tersebut untuk ditimbun. “Cukup ditimbun. Usahakan air tidak masuk ke situ (retakan tersebut),” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 24 Oktober 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sumaryono mengatakan lembaganya sudah mendapat informasi terjadinya tanah retak di Depok, tapi PVMBG belum menelitinya. “Belum ada penelitian ke sana karena belum ada permintaan dari sana,” kata dia.

Sumaryono mengatakan, tanah retak yang terjadi di daerah yang relatif datar umumnya terjadi di areal bekas timbunan. “Biasanya di tanah-tanah timbunan, atau bekas timbunan yang berada di daerah cekungan, sering terjadi seperti itu,” kata dia.

Menurut Sumaryono, retakan semacam itu umumnya terjadi di daerah alur sungai, atau situ dan danau yang ditimbun. “Jadinya di permukaannya sering bermasalah. Daerah itu memang alur air, tapi dijadikan permukiman,” kata dia. “Kalau bekas danau di timbun, otomatis potensi amblesnya tinggi.”

Dia menyarankan pemerintah daerah setempat untuk memastikan sejarah daerah yang retak tersebut. “Daerah itu di masa lalunya seperti apa? Ini seperti membangun di atas bekas sawah, biasanya tanah itu retak-retak. Rumah bisa retak-retak dalam jangka waktu tertentu,” kata dia.

Menurut Sumaryono, areal Jabodetabek, kecuali Bogor, kerap terjadi tanah retak. “Biasanya fenomena yang wajar terjadi ketika di awal musim hujan atau di akhir musim hujan. Setelah musim panas, tiba-tiba hujan lebat, itu sering terjadi,” kata dia.

Kecurigaan fenomena tersebut terkait dengan likuifaksi dihubungkan dengan kasus (gempa) Palu. "Padahal tidak semua tanah retak berkaitan dengan likuifaksi. Di sana (Depok) tidak ada gempa (sebagai pemicunya). Tapi hujan deras. Pemicunya itu,” kata dia.

Sumaryono mengatakan, potensi retakan itu sulit teridentifikasi jika daerahnya relatif datar, bukan berlereng. Penimbunan atau menutup tanah yang retak itu gunanya untuk mencegahnya meluas. Rumah yang ikut retak itu biasanya berada di jalur retakan. “Biasanya daerah datar, relatif tidak terlalu mengkhawatirkan asal ditutup saja,” kata dia.

Berbeda jika retak semacam itu muncul di daerah berlereng. “Kalau tanahnya berlereng, itu tanda awal akan longsor. Kalau tidak berlereng, kemungkinan tempat itu dulunya ada cekungan atau ada saluran air yang di timbun,” kata Sumaryono.

Tanda retak di lereng yang menjadi penanda khas longsor punya bentuk yang khas. “Kalau bentuk retaknya seperti tapal kuda, itu berarti tanda akan longsor,” kata dia. “Kalau daerahnya berlereng itu perlu antisipasi, perlu sangat waspada.”

Sumaryono mengatakan, retakan tersebut merupakan salah satu jenis gerakan tanah rayapan. Daerah yang berpotensi terjadi gerakan tanah rayapan, umumnya tanah pembentuknya jenis tanah lempung.

“Di Bogor ada di tempat tertentu, seperti di Babakan Majang. Itu tanahnya jenis tanah lempung. Setelah musim kering, begitu hujan sedikit saja, dia mencair, licin, biasanya tanahnya mengembang. Efeknya pondasi rumah retak, lantai retak. Di Bogor banyak kejadian seperti itu,” kata dia.

Sumaryono mengatakan, retakan semacam itu terkait dengan kondisi geologis suatu daerah. “Biasanya potensi gerakan tanahnya rayapan kalau kandungan lempungnya tinggi. Tipikalnya bergerak, terus terjadi di setiap musim hujan,” kata dia.

Sebelumnya, Pemerintah Kota Depok belum bisa memastikan penyebab retakan tanah yang terjadi di Kelurahan Cisalak Pasar, Jalan Pedurenan, Cimanggis, Kota Depok.

Asisten Bidang Ekonomi dan Pembanguna Kota Depok, Herman Hidayat, mengatakan fenomena retakan tanah di wilayah yang datar baru pertama kali terjadi Kota Depok. “Kejadian itu pada Sabtu Sore setelah hujan deras,” ujar Herman di lokasi retakan, Senin, 22 Oktober 2018. Menurut Herman, pihaknya segera berkoordinasi dengan pemerintah pusat mengenai munculnya retakan tanah itu.

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus