Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eksistensi bahasa daerah, tampaknya, kian hari semakin terkikis. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada Kamis, 7 Maret lalu, mengumumkan kepunahan 11 bahasa daerah di Indonesia. Bukan hanya itu, Kemendikbudristek menyatakan, setidaknya 19 bahasa daerah lainnya saat ini dalam kondisi terancam punah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahli bahasa Universitas Airlangga (Unair) Ni Wayan Sartini mengatakan kepunahan bahasa daerah menjadi suatu hal yang tidak dapat dimungkiri. "Karena, tidak ada lagi penutur yang menggunakannya. Bahkan, ada banyak bahasa daerah yang jumlah penuturnya sangat kecil,” kata Wayan pada Jumat, 15 Maret 2024.
Faktor dan Dampak Kepunahan Bahasa Daerah
Hadirnya teknologi sejauh ini dianggap menjadi faktor paling umum pada lunturnya kebudayaan. Namun, di samping hal tersebut, Wayan menilai minimnya jumlah penutur bahasa daerah menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh. Menurut dia, punahnya bahasa daerah disebabkan penuturnya yang semakin sedikit. "Kemudian, karena penutur dari satu bahasa beralih ke bahasa lain,” ujar guru besar ilmu etnolinguistik ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, Wayan mengungkapkan, punahnya bahasa daerah juga bisa disebabkan oleh faktor alam. "Misal, karena adanya bencana alam sehingga bahasa itu tidak dapat ditemukan lagi,” kata dia.
Dampak punahnya bahasa daerah tak bisa dipandang sebelah mata. Bahasa dan kebudayaan, kata Wayan, merupakan dua hal yang saling beriringan dan tidak dapat dipisahkan. Segala sesuatu yang terkandung dalam bahasa mencerminkan budaya di masyarakat.
Bahasa daerah juga memiliki nilai dan norma budaya yang luar biasa. Punahnya bahasa daerah akan berimbas pada hilangnya nilai dan norma budaya tersebut. “Menjaga bahasa berarti menjaga budaya. Jika suatu bahasa itu hilang, berarti hilang juga budaya dan identitas masyarakat itu,” kata Wayan.
Karena itu, Wayan mengimbau semua kalangan meningkatkan kepedulian dalam mempertahankan eksistensi bahasa daerah. "Dengan berbagai upaya."
Upaya Mencegah Kepunahan Bahasa Daerah
Menurut Wayan menjelaskan, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah kepunahan bahasa daerah adalah dengan mendokumentasikannya. Pendokumentasian bahasa melalui penutur yang masih tersisa sangat penting. Dengan demikian, negara tetap memiliki data dari setiap bahasa daerah jika kelak di kemudian hari tidak lagi ada penuturnya.
“Jadi, sebelum bahasa tersebut benar-benar punah, perlu didokumentasikan sistem kebahasaannya. Mulai morfologi, fonologi, sintaksis, dan leksikon bahasa tersebut,” kata Wayan.
Pada langkah tersebut, pemerintah perlu berperan mendorong penelitian tentang bahasa daerah di Indonesia, misalnya melalui penyediaan pendanaan penelitian. Menurut Wayan, peneliti bahasa selama ini menghadapi banyak keterbatasan dalam melakukan penelitian terutama karena luasnya persebaran wilayah di Indonesia. “Ketersediaan dana akan berdampak pada penelitian terhadap bahasa. Terutama bahasa di daerah yang terpencil,” kata perempuan 60 tahun ini.
Selain itu, Wayan mengungkapkan, beberapa upaya bisa dilakukan untuk membantu proses pelestarian bahasa daerah. Beberapa upaya itu di antaranya melakukan pengajaran dan sosialisasi; mengemas bahasa daerah dengan cara yang lebih modern; menggelar kompetisi dan apresiasi; mendirikan lembaga khusus pemerhati bahasa daerah penutur kecil; serta penggunaan bahasa daerah satu hari dalam sepekan di sekolah.