Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Peraih Habibie Prize 2024 di bidang ilmu rekayasa adalah Brian Yuliarto yang namanya sudah sejak 2022 masuk daftar Top 2% World Ranking Scientist versi Stanford University dan Elsevier. Kepada Tempo, Brian mengungkap peran penting riset aneka sensor berbasis nanomaterial yang ditekuninya selama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dosen dan peneliti di Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, rekayasa nanomaterial dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan sensor sehingga memiliki performansi yang lebih tinggi lagi daripada capaian saat ini. "Pengaplikasian sensor itu diantaranya untuk mendeteksi gas berbahaya dan penyakit infeksi serta kanker," kata Brian lewat keterangan tertulis, Jumat 15 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen Teknik Fisika kelahiran Jakarta, 27 Juli 1975, ini bersama kolega dan mahasiswanya mengembangkan berbagai sensor untuk mendeteksi gas berbahaya dan polutan. Risetnya juga menyasar sensor untuk kebutuhan diagnosis berbagai penyakit yang ada di Indonesia dan negara tropis seperti demam berdarah dengue, hepatitis, kanker, dan bakteri patogen.
Riset dilakukan di Laboratorium Material Fungsional Maju di kampus ITB. Beberapa judul publikasinya seperti Biosensor Plasmonik Berbasis Mesoporos Emas untuk Deteksi Penyakit Menular (2021), Fabrikasi Material Nano Berporositas Tinggi untuk Aplikasi Biosensor (2021), dan Modifikasi Screen Printed Elektroda Menggunakan Material Magnetit untuk Peningkatan Kinerja Non-Enzimatik Biosensor Elektrokimia (2021).
Beberapa paten juga telah didaftarkan atas nama Brian dan kolega penelitinya untuk mengembangkan hasil penelitian menjadi produk industri. “Saat ini beberapa kerja sama dengan industri telah dikembangkan terutama untuk diagnostik penyakit,” ujarnya yang berharap kemandirian dan penguasaan teknologi biosensor dapat terwujud di Indonesia.
Produktivitas riset Brian ikut ditunjang oleh berbagai jalinan kerja sama riset di dalam dan luar negeri. Total jumlah publikasi ilmiahnya sudah sebanyak 329 makalah yang telah disitasi oleh 5.618 peneliti lain pada indeks Scopus. Selama tiga tahun terakhir, jumlah publikasi ilmiahnya itu rata-rata 20 di jurnal Q1 per tahun.
Guru besar dari Kelompok Keahlian Material Fungsional Maju itu kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknik Industri ITB. Lulusan S1 Teknik Fisika 1994 itu melanjutkan studi S2 dan S3 selama enam tahun di The University of Tokyo Jepang yang diselesaikan pada 2005. Sepulangnya ke Bandung, Brian menjadi staf pengajar di almamaternya sejak 2006.
Saat ini, nama peneliti yang sudah tiga kali berturut-turut masuk daftar Top 2% World Ranking Scientist ini juga lolos dalam daftar 10 bakal calon Rektor ITB 2025-2030 yang proses pemilihannya masih berlangsung.