Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Oman Fathurahman menjadi penerima Habibie Prize 2023. Dosen Universitas Islam Negeri atau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu meraih penghargaan bergengsi itu dalam bidang ilmu filsafat, agama, dan kebudayaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Oman dikenal sebagai penggagas pendekatan teori filologi plus, yaitu kajian filologi lintas disiplin ilmu, khususnya kajian Islam. Ia juga merupakan guru besar bidang Filologi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bagi saya ketika meneliti filologi, manuskrip-manuskrip kuno, seolah saya bisa menyelami siapa, sih kita sebagai bangsa Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu,” kata Oman dikutip dari laman BRIN, Jumat, 10 November 2023.
Filologi adalah ilmu yang mengkaji tentang sejarah, pranata, dan kehidupan suatu bangsa yang terdapat dalam naskah-naskah lama. Dalam konteks Indonesia, isinya adalah kehidupan keagamaan, budaya, politik, aktivitas sehari-hari, dan ingatan bersama ini adalah cermin jati diri bangsa Indonesia.
Filologi plus ala Oman
Menurut Oman, sejak masa kolonial hingga awal 1990-an, kerja-kerja filologi lebih banyak memproduksi transliterasi dan terjemahan. Paling jauh, terjemahan disertai analisis struktur atau pendekatan bahasa dan sastra, namun tidak secara mendalam mengkaji konteks pengetahuan dalam teks yang dihadirkan.
Melalui filologi plus yang digagas Oman, filologi dikawinkan dengan beragam pendekatan ilmu dan menguatkan kontekstualisasi. "Pada akhirnya, perangkat pendekatan ilmu dan teori yang dipakai untuk melakukan kontekstualisasi tidak hanya sejarah dan islamic studies seperti yang saya terapkan, melainkan juga antropologi, sosiologi, arkeologi, kesehatan dan kedokteran, media dan komunikasi, gender, dan beragam bidang ilmu lainnya,” kata dia.
Dengan pendekatan ini, Oman menyebut filologi telah memberikan kontribusi besar pada arah kajian Islam Indonesia berbasis analisis teks. Teori ini banyak dijadikan acuan oleh peneliti, dengan menjadikan manuskrip sebagai sumber primer penelitian.
Selain itu, Oman bersama timnya berinovasi melestarikan manuskrip Nusantara dengan alih media digital melalui DREAMSEA project. Ia juga merintis pemanfaatan manuskrip-manuskrip kuno Nusantara dalam konteks kekinian yang diunggah melalui kanal YouTube Ngariksa TV (Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara). Konsistensinya pada Ngariksa TV telah menghasilkan lebih dari seratus episode.
“Yang saya lakukan untuk mempopulerkan manuskrip yang penuh dengan kekunoan, supaya bisa diterima dalam dunia milenial kekinian, itu adalah dengan Ngariksa. Saya hadir setiap dua Jumat sekali, live di media sosial. Saya membacakan manuskrip, kemudian saya mengkontekstualisasikannya,” kata Oman.
Langkah ini dilakukan Oman agar nilai-nilai memori kolektif dan ingatan bersama dapat sampai dan diterima bukan hanya untuk mereka yang serius di dunia akademik, tapi juga oleh masyarakat milenial dengan pendekatan populer. “Mudah-mudahan slogan yang sering saya sebutkan dalam Ngariksa, ‘Mari kita menatap masa depan dengan merawat masa silam’ itu bisa terwujud,” ujarnya.
Dengan meraih Habibie Prize 2023, Oman berharap filologi, manuskrip dan kebudayaan akan semakin diperhatikan publik, bahkan dijadikan bahan pertimbangan oleh pemangku kebijakan. “Saya meyakini, kebijakan tanpa kebudayaan, ia akan kehilangan kebijaksanaan,” kata dia. “Politik tanpa budaya, hanya akan menjadi alat berebut kuasa."
Rekam jejak Oman
Mengutip laman Kemenag, Oman Fathurahman menempuh pendidikan S1 di Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah pada 1994. Langkahnya untuk kuliah tak mudah.
Usai mondok dan sekolah di MAN Cipasung Tasikmalaya, Oman muda hijrah ke Jakarta demi mengejar cita-cita untuk kuliah. Ia menjajakan rokok dan permen dengan berjalan kaki dari Kebayoran Lama, Jakarta Selatan hingga Tanah Abang, Jakarta Pusat hingga menjadi buruh kasar di perusahaan percetakan demi mengumpulkan biaya kuliah.
Lulus dengan predikat cumlaude pada 1994, Oman mulai berkenalan dengan manuskrip. Berkolaborasi dengan Chambert-Loir, ia menghasilkan karya pertamanya, berjudul “Khazanah Naskah: Panduan Koleksi Naskah Indonesia se-Dunia” (Jakarta: EFEO-YOI, 1999). Ini adalah buku babon semacam “mbahnya katalog manuskrip” yang menjadi kajian utama para pengkaji manuskrip Nusantara di seluruh dunia.
Berkat beasiswa dari Yayasan Naskah Nusantara (Yanassa), Oman melanjutkan studi magister ke bidang Ilmu Filologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia pada 1998. Ia juga meraih gelar doktor pada bidang ilmu dan universitas yang sama pada 2003.
Selain aktif sebagai dosen, Oman pernah menjabat sebagai Ketua Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) pada 2008 sampai 2016. Ia juga sempat menjabat sebagai Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syartif Hidayatullah pada 2014 sampai 2015.
Oman pun pernah menjalankan tugas sebagai Staf Ahli Menteri Agama bidang Manajemen Komunikasi dan Informasi pada 2017 sampai 2021 dan Pelaksana Tugas Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama pada 2020 sampai Maret 2021.
Sebagai seorang akademisi, Oman telah menghasilkan banyak karya ilmiah, termasuk buku, artikel, dan pandangan yang dipublikasikan di berbagai media. Beberapa inisiasi kerja sama penelitian untuk pelestarian dan digitalisasi manuskrip Nusantara juga sudah pernah dia gagas. Diantaranya dengan C-DATS Tokyo, Jepang, Cologne University, Jerman, Kyoto University, Leiden University, Oxford University, serta Kementerian Agama dan Perpustakaan Nasional.
Habibie Prize digelar oleh BRIN bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan dan Yayasan SDM IPTEK. Habibie Prize hadir untuk memberikan apresiasi kepada perseorangan yang aktif dan sangat berjasa dalam penemuan, pengembangan, dan penyebarluasan berbagai kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang inovatif serta bermanfaat secara signifikan bagi peningkatan kesejahteraan, keadilan, dan perdamaian.