Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Sepasang Drone Buatan Profesor UGM Ini Cocok untuk Pantauan Bencana, Ada yang Punya Telemetri Satelit

Dosen Fakultas Teknik UGM menciptakan dua drone sebelum dilantik menjadi Guru Besar. Diklaim lebih murah dari buatan asing.

24 Mei 2024 | 06.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Guru Besar Fakultas Teknik UGM, Gesang Nugroho, berpose bersama dua drone ciptaannya di Balairung UGM, Yogyakarta, Selasa, 21 Mei 2024 (Dok. UGM.ac.id)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gesang Nugroho dikukuhkan menjadi Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) tak lama setelah merampungkan dua unit pesawat tanpa awak atau drone. Kedua armada nirawak yang masing-masing dinamai Palapa S-1 dan Palapa S-2 itu sempat menampang di Balairung UGM pada 21 Mei lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gesang mengatakan drone buatannya sudah dilengkapi sistem terbang mandiri atau autopilot. Daya jelajahnya diklaim akan sesuai dengan titik koordinat yang dipasang oleh operator.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Selama terbang akan mampu mengambil foto dan video yang akan dikirim pada ground control station.  Palapa S-1 mampu terbang 6 jam nonstop, sedangkan palapa S-2 bisa 10 jam ,“ ujarnya, dikutip dari laman berita UGM, Selasa, 21 Mei 2024.  

Kemampuan telemteri atau pelaporan jarak jauh kedua drone itu berbeda. Palapa S-1 yang panjang bodinya berkisar 2 meter, kata Gesang, sudah dilengkapi telemetri wifi internet dengan jarak tempuh 50 kilometer. Drone yang dikembangkan selama 2,5 tahun ini bisa dipakai untuk kebutuhan pemetaan wilayah dan pemantauan bencana.

Palapa S-1 sebenarnya mampu terbang hingga 300 kilometer, namun komunikasi foto dan videonya masih terbatas. Kelemahan itu diperbaiki Gesang ketika menggarap Palapa S-2 sepanjang 3,3 meter.

Drone kedua dirancang menggunakan telemetri satelit, sehingga daya jangkau koneksinya tak terbatas. Palapa S-2 masih dalam tahap pengembangan. “Saat ini baru fase membuat bodinya,” tutunya.

Bila ditotal dengan proses riset dan persiapan, Gesang menghabiskan total 12 tahun untuk membangun kedua pesawat tanpa awak tersebut. Pengajar dari Fakultas Teknik Mesin itu sudah mengantongi dua paten terkait pencetakan komposit, dengan batuan tekanan balon, yang diberi nama Bladder Compression Moulding (BCM).

Tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada kedua drone ciptaan Gesang hanya sekitar 25-30 persen. Namun, dia optimistis masalah TKDN bisa diatasi seiring perkembangan teknologi pesawat nirawak di Tanah Air.

“Kita mendorong perkembangan industri komponen pesawat dan industri pembuatan bodi pesawat dari komposit,” kata Gesang.

Guru Besar UGM baru ini juga mengklaim harga drone buatannya akan jauh lebih murah dibanding dengan unmanned aerial vehicle (UAV) buatan produsen asing. Dia memperkirakan harga satu unit drone sekelas Palapa S-1 dan Palapa S-2 bisa menembus Rp 3 miliar.

“Untuk pesawat kita harganya bisa di bawah Rp 1 miliar,” kata dia. “Bahkan untuk pemeliharaan dan perawatan pesawat bisa dilakukan di dalam negeri.”

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus