Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia tak pernah ingin mengakui nama aslinya. Maka, rekan-rekannya dari media massa lebih mengenalnya sebagai Martin Aleida. Di usianya yang ke-56 tahun, novel Layang-Layang Itu Tak Lagi Mengepak Tinggi-Tinggi baru terbit. Bekas wartawan koran Harian Rakyat (HR)menjabat sebagai redaktur pelaksana "Jaman Baru", sebuah penerbitan resmi HRitu punya satu sikap yang jelas: menentang militerisme. Selain ditahan selama setahun di "kamp" Budi Kemuliaan, karena aktivitasnya di koran Harian Rakyat (koran yang berafiliasi ke PKI), ia juga menjadi saksi bagaimana rekan-rekannyaterlibat atau tidakdiperlakukan di kamp itu. "Orang dibuat sedemikian rupa, dipaksa mengkhianati temannya," kata lelaki kelahiran Tanjungbalai, Sumatra Utara, itu dengan mata berkaca-kaca.
Pada masa Orde Baru, Martin sempat bekerja sebagai wartawan Majalah TEMPO, kini ia lebih dikenal sebagai staf Kantor Informasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIC) di Jakarta. Berikut adalah petikan wawancaranya dengan Purwani D. Prabandari dari TEMPO:
Apakah orang-orang di HR itu anggota PKI?
Sebenarnya hanya segelintir orang yang memahami komunisme atau marxisme. Saya sendiri setuju dengan sikap kerakyatan.
Bagaimana orang-orang HR setelah G-30S?
Setelah pengejaran dimulai, 3 atau 4 Oktober 1965, kami langsung lari, karena kami tahu, kami termasuk yang dikejar. Kantor sudah dikepung intel. Orang-orang yang kami tidak kenal tiba-tiba masuk ke ruang redaksi. Mereka bertanya-tanya. Setelah itu, kami cabut dan hanya tinggal di rumah. Saya tinggal di Jalan Kramat VIII. Waktu itu usia saya masih di bawah 22 tahun.
Kapan pastinya HR mulai bubar?
Pokoknya, sejak 3 Oktober kami sudah tidak masuk. Kantor sudah dikepung intel.
Kapan dan di mana Anda ditangkap?
Di Manggabesar, sekitar Oktober 1966. Di sana ada Putu Oka, wartawan Bintang Timoer, dan orang lain.
Siapa saja yang ditangkap?
Putu, saya, T. Iskandar A.S. (wartawan Bintang Timoer), seorang pelukis (pelukis Sekretariat Negara), adik teman, dan seorang lagi pembantu Putu. Jadi mereka bukan lagi mengejar-ngejar PKI.
Bagaimana bentuk tahanan di Budi Kemuliaan?
Kamp di sana terbuka. Tidak ada sel-sel seperti layaknya penjara. Kami bisa masak. Jadi seperti gelandangan. Ada kaleng, ada orang yang mengirimi beras. Kamp itu hanya diberi pagar kawat yang tinggi, untuk menjaga agar orang tidak lari.
Apakah saat itu sebenarnya memang sudah terlihat perencanaan untuk penumpasan PKI atau tindakan spontan akibat G-30S/PKI?
Saya pikir ada upaya untuk menghabisi PKI. Orang-orang PKI dan Kiri lain bersyukur bahwa saat itu yang menjadi presiden Amerika Serikat Jimmy Carter. Ada Pulau Buru yang ditempati 10 ribu orang tanpa diadili, hanya Carter yang mempermasalahkannya.
Dengan posisi Anda sebagai wartawan yang berpotensi, kenapa Anda tidak segera ditangkap malah ada kesan dilepaskan oleh orang-orang Guntur?
Saya tidak tahu. Ada luck di situ. Saya masih muda. Orang bisa tidak percaya bahwa saya wartawan.
Bagaimana proses penangkapan teman-teman Anda?
Kami ditangkap di rumah-rumah.
Bagaimana dengan tokoh Mubin, sosok pengkhianat di novel Anda?
Kalau tidak salah, dia sebenarnya aktif di Central Committee PKI. Tetapi saya tidak tahu.
Apakah saat itu memang banyak pengkhianat?
Ya. Pengkhianat juga akibat ada pertentangan di dalam. Saat itu kan ada pertentangan yang kuat di antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), Gerwani, dan Pemuda Rakyat. Jadi Lekra itu sangat dibenci oleh Gerwani dan Pemuda Rakyat. Gerwani dan Pemuda Rakyat adalah orang-orang radikal sehingga mereka tidak suka pada Nyoto. Nyoto adalah orang yang flamboyan, menarik, cakep, putih, cerdas, dan charming. Dia orang yang sangat baik.
Ada orang lain yang tidak separah tokoh Mubin (dalam novel). Tetapi dia sering digunakan sebagai resource erson. Kalau tentara kesulitan mengindentifikasi orang, dia yang membantu menjelaskan siapa orang itu dan apa orientasinya. Dan dia tidak dikirim ke Pulau Buru.
Apakah semua tahanan diinterogasi?
Ya, dan interogasi dilakukan 24 jam nonstop, terutama pada malam hari dan terutama pada orang-orang yang begitu tertangkap, ditemukan bukti yang terus ditelusuri. Yang terjadi, Anda dibawa ke rumah teman atau saudara Anda. Lalu, dibuat sedemikian rupa, bahwa Andalah yang menangkap teman sendiri. Itu yang paling sakit. Kami bisa tahan terhadap siksaan fisik. Tetapi cacat mengkhianati teman itu tidak bisa hilang.
Bagaimana jenis siksaan di sana?
Dicambuk dengan ekor ikan pari dan aliran listrik.
Apakah masih ada teror setelah Anda keluar dari Budi Kemuliaan?
Tidak. Kebetulan saya juga tidak punya musuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo