Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Ahli nuklir, dalam warna hijau

Achmad baiquni, dirjen batan, ahli fisika atom yang pertama di indonesia. (tk)

28 Januari 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BILA ada orang yang bisa menjelaskan ilmu fisika modern dengan gampang dalam waktu tiga jam kuliah, itulah Prof. Dr. Achmad Baiquni, direktur jenderal Batan (Badan Tenaga Atom Nasional). Tentu, itu bukan karena gaya bicaranya yang perlahan-lahan, dengan suara baritonnya yang enak didengar. Menurut beberapa orang yang dekat dengan guru besar ini, Baiquni memang cemerlang dalam merumuskan konsep-konsep abstrak dengan kata-kata muda. Di tengah berita-berita demonstrasi menentang penggunaan tenaga nuklir - baik untuk perang maupun damai - di negara-negara maju, baik didengar sikap ahli fisika atom Indonesia ini. Ia tidak memusuhi tenaga nuklir, bahkan melihat pemanfaatannya, untuk menghasilkan listrik, sangat menguntungkan. "Memang, sinar matahari, juga angin, bisa didapat dengan gratis," katanya. "Tapi untuk memanfaatkan tenaga alami itu dibutuhkan biaya sangat besar. Instalasinya, reflektornya, dan penampung panasnya." Kalau nanti Indonesia sudah membutuhkan tenaga listrik besar-besaran, pilihan tinggal memakai batu bara atau nuklir. Baiquni memilih nuklir. Sebab, harga satu kg uranium hanya USS 30, tapi energi yang bisa diperoleh sama dengan 30 ton batu bara seharga US$ 700. Sudah cukup lama anggota organisasi Pusat Internasional untuk Fisika Teori (Italia) ini getol melakukan studi kelayakan untuk pembangunan Pusat Listrik Tenaga Nuklir di Lasem, Jawa Tengah. Kapasitas pusat listrik itu direncanakan sekitar 600 megawatt. Pertanyaan kini: Apakah pusat listrik tenaga nuklir ini nanti tidak membahayakan penduduk sekitar? Bagi Baiquni, ayah enam anak dan seorang pemeluk Islam yang taat, jawabannya tegas: tidak. Dari tiga pusat nuklir yang dibawahkan Batan saat ini - Pusat Penelitian Bahan Murni dan Instrumentasi di Yogyakarta, Pusat Penelitian Teknik Nuklir di Bandung, dan Kompleks Penelitian Tenaga Atom dan Pengoperasian Unit Iradiator di Jakarta - kemungkinan terjadi kecelakaan, kebocoran radiasi misalnya, sangat kecil. Lagi pula, setiap instalasi yang menggunakan tenaga nuklir "harus selalu mempunyai daya pengaman otomatis," kata anggota Komite Ilmiah PBB untuk Akibat Radiasi Atom ini. "Pokoknya, kalau ada kelainan sedikit saja pada instalasi itu, semua peralatan berhenti bekerja dengan sendirinya." Singkat kata, Baiquni, yang sudah 10 tahun memimpin Batan, yakin bahwa pemakaian tenaga nuklir bisa hemat dan aman. Bila pria 176 cm itu berbicara tentang nuklir yang terbayang dalam kepalanya adalah nuklir untuk kepentingan damai - bukan perang. Ia memang suka damai. Itu tecermin dari hidupnya sehari-hari. Rumah dinasnya, di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, terasa teduh. Warna hijau dominan di mana-mana: dari dinding rumah sampai peralatan rumah tangga. Di kantornya pun, di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, hijau juga hadir mewarnai dinding kamar kerjanya - sementara ruang yang lain berwarna putih. "Hijau itu mencerminkan kedamaian," katanya. Baiquni lahir di Keprabon, kawasan tengah kota di pinggir jalan protokol, Jl. Slamet Riyadi Solo. Tanggalnya 3i Agustus 1923. Sejak kecil, ia sudah memperoleh pendidikan agama. Pada usia kanak-kanak, ahli fisika atom ini sudah mampu membaca juz ke-30 (juz terakhir Al Quran yang memuat sejumlah surah pendek), "sebelum saya bisa nembaca huruf Latin," katanya. Dan seperti kebiasaan anak-anak santri, ia pun masuk madrasah: belajar agama pada sore hari, setelah paginya bersekolah sekolah dasar. Malahan, ia melanjutkan menuntut ilmu agama di madrasah tinggi Mamba'ul Ulum, madrasah yang didirikan Paku Buwono X. Di situ Baiquni sekelas dengan Munawir Sjadzali, menteri agama yang sekarang. Barangkali karena dasar agamanya yang begitu kuat, maka Baiquni tak takut nuklir. "Tidak ada kontradiksi antara agama dan ilmu pengetahuan," kata penulis buku Fisika Molern (1978) ini. "Keduanya berkaitan erat sekali." Dan di dua dunia itu - dunia ilmu dan dunia agama - Baiquni punya peranan. Misalnya, ia juga duduk dalam Dewan Kurator Universitas Asy-Syafi'iyyah, Jakarta. Ia pun sering kali diminta memberikan pengajian agama. Orang yang menyayangi kucing - karena Nabl Muhammad juga mencintai kucing - dan sudah naik haji dua kali ini telah membukukan berbagai ceramah keagamaannya: Islam dan Pengembangan Ilmu dan Teknologi. Keingintahuan Baiquni di bidang ilmu ternyata sama kuat dengan keimgintahuannya di bidang agama. Bila minatnya di bidang agama dibentuk oleh lingkungan keluarga, minatnya terhadap matematika dan fisika mungkin diperolehnya dari guru sekolah menengahnya. Guru itu, tutur Baiquni, sangat pintar bercerita tentang teori-teori fisika Einstein serta teori geometri Riemann dan Lobatschewski - seorang tokoh fisika modern dan dua tokoh matematika. "Apalagi kemudian Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan kesempatan agar saya memperdalam ilmu fisika." Kesempatan itu datang tepat pada waktunya. Lulus dari Iakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI di Bandung, 1952, Baiquni ditarik UGM, Yogyakarta. Waktu itu, 1950, ilmu fisika atom masih menjadi monopoli Amerika Serikat yang lima tahun sebelumnya menjatuhkan bom atom di Hiroshima. Baru pada tahun 1954, Presiden Eisenhower mengizinkan fisika atom diajarkan secara terbuka di perguruan tinggi. Baiquni tahun ltu memang sedang memperdalam ilmu fisikanya di Amerika Serikat. Terbukanya bidang "baru" itu tak dilewatkan begitu saja. Mula-mula, ia belajar di Laboratorium Nasional di Argonne, tujuh bulan. Kemudian, ia melanjutkan di Universitas Chicago, mengambil jurusan fisika nuklir. Di universitas inilah, pada 1964, ia meraih Ph.D.-nya. Setelah itu, ia kembali ke Yogya, mengajar di UGM. Sejak ia ditarik menjadi direktur jenderal Batan, 1973, dan harus tinggal di Jakarta, Baiquni hanya sebulan sekali ke UGM, memberi kuliah dari pagi sampai sore. Toh, bagi mahasiswanya, itu sudah cukup. Seperti sudah diceritakan, dosen ilnu fisika ini begitu menguasai teori sehingga ia bisa menjelaskan hal-hal yang rumit dengan gamblang. "Tiga jam kuliah Pak Baiquni seperti kuliah satu semester bila diberikan dosen lain," kata bekas mahasiswanya. Di tengah kesibukannya, Baiquni tak melupakan keenam anaknya, yang diberinya kebebasan. nemilih jalan masing-masing. Tentu, bila keenam anaknya sukses menyelesaikan sekolah, itu pun berkat Nyonya Sri Hartati, 55, putri Solo yang dinikahinya 35 tahun yang lalu. Kunto Hartono, anak sulung ahli fisika atom ini, bersekolah di Seni Rupa ITB. Adik Kunto adalah seorang dokter yang kini berpraktek di Yogyakarta. Anak ketiga, cewek, sarjana muda sastra Prancis. Baru anak keempat, Kunto Hartoyo, agak ada persinggungan dengan bapaknya: sarjana fisika teknik ITB. Dua anak terakhir masih meneruskan kuliah di Fakultas Ekonomi UGM dan di sebuah akademi komputer di Jakarta. Apa masa depan baginya? Baiquni bukannya tak ngeri membayangkan perang nuklir meletus. Menurut perhitungannya, kini tiap orang di dunia kebagian empat ton bahan peledak. "Bayangkan, betapa dahsyat bila perang nuklir benar-benar terjadi," kata Baiquni, yang mengaku belum menonton film The Day After, film tentang akibat ledakan bom nuklir. Meskipun demikian, Baiquni tak habis mengertl bila untuk keperluan damai pun tenaga nuklir ditentang. Sebab, katanya, menurut panitia khusus PBB yang mempelajari soal radiasi, kita ini sehari-hari diserang radiasi. Yakni 68% dari sinar kosmos, batu-batuan di permukaan bumi, dan lain-lainnya. Lalu, 31% dari alat-alat medis, seperti peralatan sinar ronsen. Sekitar 0,6% dari percobaan senjata nuklir. Dan hanya 0,15% dari instalasi nuklir seperti pusat tenaga listrik. Yang belum dijawab Baiquni, yang hanya sempat skipping untuk menjaga kesegaran tubuhnya: Adakah jaminan bahwa manusia yang terkena radiasi - misalnya akibat instalasi listrik nuklir bocor - bisa disembuhkan? Baiquni, yang jarang tertawa tapi sesungguhnya ramah, mungkin memang belum punya jawaban. Barangkali, bagi orang yang kini rambutnya telah memutih itu, nuklir atau apapun bila digunakan untuk perang dan kejahatan aklbatnya memang buruk. Tapi terutama senjata dengan tenaga yang akan menghancurkan bumi itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus