Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ricky Elson sukses mengembangkan teknologi pembangkit listrik tenaga angin di Tasikmalaya.
Ia pernah dipanggil pulang Dahlan Iskan untuk menggarap proyek mobil listrik nasional.
Lewat Lentera Bumi Nusantara, Ricky Elson menularkan ilmunya dan memberdayakan masyarakat.
SEPULUH tahun telah berlalu sejak Ricky Elson pertama kali menjejakkan kakinya di Desa Ciheras, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Di sebuah tanah lapang desa sekitar 50 meter dari bibir pantai selatan Pulau Jawa tersebut kini tertancap belasan tiang besi dengan kincir angin berkelir putih yang berputar pada bagian atasnya. Penari Langit—sebutan untuk kincir angin yang ia kembangkan—itu menjadi saksi bisu kepiawaian Ricky dalam membangun teknologi energi terbarukan pembangkit listrik tenaga bayu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di desa itu pula Ricky mendirikan Lentera Bumi Nusantara, bisnis sosial yang bergerak di bidang energi terbarukan, pangan, pendidikan, juga pemberdayaan masyarakat. Ricky memilih desa yang jauh dari keramaian itu lantaran ingin tenang mengerjakan hal yang ia minati. Dia sudah merasa puas hidup di tengah keramaian kota. "Daripada saya nyuruh orang, ya saya nyuruh diri saya sendiri. Jadi ini semua lebih kepada tujuan pengembangan diri saya," ucap insinyur berambut gondrong itu saat ditemui Rommy Roosyana dari Tempo, Ahad, 23 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ricky Elson bukan nama baru dalam bidang teknologi di Tanah Air. Pria kelahiran Kota Padang, 11 Juni 1980, ini dulu kuliah di Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas. Ia lantas memperdalam ilmunya dengan menempuh kuliah S-1 dan mengambil program master teknik mesin di Polytechnic University of Japan. Selama 14 tahun melanglang buana di Negeri Sakura, termasuk bekerja sebagai anggota staf riset dan pengembangan Nidec Corporation, Ricky telah mengantongi belasan hak paten teknologi motor listrik.
Kepiawaian Ricky dalam teknologi motor listrik pernah membuat Dahlan Iskan kepincut. Dahlan—ketika itu Menteri Badan Usaha Milik Negara—memanggil pulang Ricky untuk mengembangkan mobil listrik pada 2012. Nahas, proyek mercusuar itu kandas karena kasus dugaan korupsi pengadaan mobil listrik yang menyeret Dahlan. Sempat berpikir kembali ke Jepang, Ricky akhirnya memilih menularkan ilmu dan pengalamannya kepada generasi muda di dalam negeri. Ia ingin mewujudkan kemandirian energi, pangan, air, dan teknologi.
Berbekal teknologi kincir angin yang pernah Ricky kembangkan di Jepang, ia mendirikan Lentera Angin Nusantara—cikal-bakal Lentera Bumi Nusantara—di Desa Ciheras pada 2012. Dari langkah sederhana itu, ia sukses menyulap Desa Ciheras menjadi pusat penelitian dan pengembangan teknologi kincir angin. "Seperti teknologi pembangkit listrik tenaga air yang mengubah energi air menjadi listrik. Bedanya, satunya penggeraknya air, satunya angin," kata Ricky.
Selama satu tahun Ricky membangun fondasi pusat riset Lentera Angin Nusantara dengan mengembangkan Penari Langit. Ia memilih nama Penari Langit yang merupakan cikal-bakal nama produk kincir angin impiannya saat memulai penelitian dan pengembangan di Jepang. Meski tekanan angin di Ciheras tidak begitu kencang, Ricky berhasil merekayasa kincir-kincir angin itu sehingga bisa berputar ditiup bayu dan menghasilkan setrum.
Penari Langit berhasil diterapkan di Taman Listrik Tenaga Angin di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, pada 2013. Puluhan rumah warga di Dusun Kalihi, Desa Kamanggih, Kecamatan Kahaungu Eti mendapat aliran listrik dari sana. Taman listrik dengan 20 kincir angin itu adalah proyek percontohan yang memperoleh dana sosial dari badan usaha milik negara.
Ikhtiar membagikan aliran listrik hasil pemanfaatan tenaga bayu merambah desa-desa lain di Pulau Sumba. Pada 2014, tak kurang dari 100 kincir di empat desa berhasil menerangi rumah warga yang telah puluhan tahun tidak pernah mengicipi penerangan listrik.
Di Ciheras, Ricky tak hanya memanfaatkan belasan Penari Langit untuk memasok listrik bagi pusat riset dan rumah warga. Penari Langit juga dijadikan bahan penelitian dan praktik anak-anak muda. Sudah lebih dari 2.000 anak muda yang datang ke Ciheras. "Ada puluhan juta anak muda di Indonesia. Dua ribu itu hanya segelintir. Masih enggak cukup," ujar Ricky.
Fadhil Abdussalam, mahasiswa Program Studi Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tak melewatkan kesempatan menimba ilmu dari Ricky. Sudah sepuluh hari ia menjalani kerja praktik di Lentera Bumi Nusantara. Mahasiswa asal Sumatera Barat itu menargetkan praktik lapangannya rampung dalam satu bulan. "Kerja praktik di sini betul-betul dituntut untuk mampu mengimplementasikan ilmu yang didapat selama belajar di kampus sesuai dengan bidang minat masing-masing," katanya.
Pria 20 tahun ini memilih Lentera Bumi Nusantara sebagai tempat kerja praktik karena pusat studi dan riset itu menerapkan teknologi yang relevan dengan ilmu teknik fisika yang ia pelajari. Dia menyebutkan Lentera Bumi Nusantara konsisten mengembangkan energi terbarukan yang bersumber dari sinar matahari, angin, hujan, panas bumi, dan biomassa. Berlokasi di pesisir selatan Tasikmalaya, proses transfer teknologi dengan metode kuliah praktik di Lentera Bumi Nusantara diikuti 15-20 mahasiswa setiap bulan. Mereka berasal dari berbagai kampus.
Kincir angin di kawasan pusat riset Lentera Bumi Nusantara di Kampung Lembur Tengah, Desa Ciheras, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, 23 Januari 2022. TEMPO/Rommy Roosyana
Ricky juga terus mengembangkan teknologi kendaraan listrik. Pengembangan dimulai dari mesin mobil listrik buatan Indonesia pertama pada 6 Agustus 2012 di PT Pindad, Bandung, hingga lahir Tucuxi, Selo, Gendhis, Becak Bantu Listrik, dan Sekuter Elektronix atau SekutNix bersama tim Kupu-kupu Malam.
Inovasi Ricky tak berhenti di situ. Pada Januari 2015, ia mendirikan Lentera Bumi Nusantara—sebagai pengganti Lentera Angin Nusantara—dan memperluas cakupan penelitian sekaligus menjadikannya bisnis sosial di bidang energi, pangan, pendidikan, dan pemberdayaan masyarakat. Di bidang peternakan, misalnya, Ricky beternak domba dan sapi karena kawasan Ciheras ditumbuhi rumput yang melimpah untuk pakan. Di bidang agrobisnis, Lentera Bumi Nusantara membudidayakan lele, jahe, vanili, kacang tanah, hingga sari mengkudu. Semua dikelola dan dikembangkan bersama warga Desa Ciheras yang mayoritas petani.
Tahun lalu, Lentera Bumi Nusantara menyelesaikan penanaman 1 ton bibit jahe di lahan seluas 0,5 hektare serta kacang tanah di lahan 2 hektare yang dikelola bersama masyarakat setempat. Adapun kolam seluas 6 x 8 meter sebanyak 38 unit disiapkan untuk budi daya lele. Uji coba selama enam bulan menghasilkan 1,5 ton lele dari dua periode budi daya di tiga kolam kecil.
Produksi virgin coconut oil atau minyak kelapa dengan teknologi fermentasi juga telah mendapatkan izin produk industri rumah tangga dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Kemampuan produksinya sudah mencapai 1.000 botol ukuran 130 mililiter per bulan dan produk telah mulai dipasarkan pada awal tahun lalu. Menurut Ricky, pengembangan lini bisnis itu bertujuan menumbuhkan jiwa kewirausahaan dengan filosofi profit for benefit. "Artinya, sebagian hasil dari unit usaha mesti mampu membiayai kegiatan penelitian dan pengembangan," tuturnya.
Penduduk Desa Ciheras, Taslim, yang punya andil dalam pengembangan tanaman produksi, merasa diuntungkan oleh keberadaan Lentera Bumi Nusantara. Selain mendapat banyak kenalan mahasiswa, ia mendulang bermacam pengalaman dan wawasan berbagai disiplin ilmu. Ia mempraktikkan budi daya vanili di lahan tidak jauh dari Ciheras Learning Centre, tempat menginap para mahasiswa. "Bertambah ilmu terus setiap hari di sini," kata pria 34 tahun itu.
Di luar bidang penelitian yang meluas, Ricky terus mengembangkan teknologi kincir anginnya sendiri. Ia melanjutkan pengembangan industri lokal untuk teknologi produksi komponen kincir angin seperti bilah turbin angin, gear box, rumah mesin, dan generator. Ricky juga sedang menggarap seri Penari Langit generasi ketiga dengan kapasitas empat kali lebih besar dari aslinya yang dikembangkan di Jepang, yaitu 2.000 watt per unit, dan semuanya dikembangkan putra-putri negeri sendiri.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo