ORANG Jawa konon punya pandangan yang membuat mereka bisa bertahan dalam memikul hidup, betapapun beratnya beban. Sikap nrimo atau menerima nasib dan falsafah bejo (beruntung) selalu dikaitkan dengan orang Jawa (Jawa di sini maksudnya yang berkaitan dengan Kerajaan Mataram dan kelanjutannya). Satu keluarga Jawa yang kehilangan rumah dan hartanya karena letusan Merapi konon masih merasa bejo karena anggota keluarganya masih utuh, tak ada yang jadi korban. Barangkali itulah yang menyebabkan warga di kaki Gunung Merapi di Jawa Tengah tetap tenang-tenang maski gunung itu siap njeblug. Bahkan, kata mereka, nama mereka terkenal di seluruh dunia berkat Merapi. Memang nama Gunung Merapi, karena ulahnya, jadi perhatian para ahli gunung berapi internasional. Sesungguhnya bukan cuma nama. Sugianto, misalnya, salah seorang warga Merapi yang hidup dari mengangkut pasir dan batu di Jurangjero, desa di kaki Merapi. Sementara orang kota mencemaskan nasibnya bila Merapi berulah, Sugianto bersyukur. Karena Merapilah ia bisa punya penghasilan antara Rp 8.000 dan Rp 10.000 per hari jauh di atas upah minimum di kota besar. Misalnya, lahar dingin yang turun belum lama ini membuatnya tersenyum. "Itu rezeki," katanya. Lahar dingin itulah calon menjadi batu, yang memberinya penghasilan lebih dari cukup. Foto Esai: Robin Ong Teks: Yudhi Soerjoatmodjo, Moch. Faried Cahyono, dan Sri Wahyuni (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini