Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
VINA BILANG CINTA Sutradara: Indra Yudhistira Ramadhan Skenario: Monty Tiwa Produksi: Media Nusantara Citra Pictures Pemain: Delon, Rachel Maryam, Djodjon, Calista Argentina
Indahnya sudut kota Jakarta. De-retan toko warna-warni, ada kafe pinggir jalan, ada penjual bunga. Di sisi lain, taman kota yang s-ejuk, tempat orang berolahraga dan jalan pagi
Itu Jakarta impian Indra Yudhistira Ramadhan, sutradara yang dik-enal l-ewat film Jakarta Project (2001), Andai Ia Tahu (2002), dan Biarkan Bintang Menari (2003). Jakarta yang pe-nuh semangat dan memberi harapan dan keceriaan.
Sayang, ada sosok yang sungguh tak ceria di Jakarta yang cantik ini. Cili-a Yulia atau Silly (Rachel Maryam) adalah seorang kasir toko kaset yang selalu murung. Ia selalu sinis terhadap lingkungan kendati ayahnya, Pak Bahroen (Djodjon), sering mengingatkan bahwa dia terlalu muda untuk menjadi sinis.
Silly jarang berkomunikasi dengan ayahnya meski mereka tinggal berdua. Masa lalu buat Silly indah ketika ayah dan ibunya penuh cinta. Itu terjadi sebelum ibu Silly (Lydia Kandou) pergi, menikah dengan pria lain, meninggalkan duka Silly yang berproses menjadi pribadi penuh curiga.
Silly tumbuh menjadi wanita de-wasa tukang protes. Seperti ketika kasir supermarket memberi uang kembalian dengan permen, ia menyeletuk, “Memang, kalau saya bawa permen seka-rung bisa ditukar sekarung beras?” Silly juga benci musik rap dan mudah jengkel jika dua “musuh”, rapper ko-nyol (Alex Abbad dan Vedie Belammy) yang amat gandrung musik tersebut mampir ke tokonya.
Suatu hari, Trisno—nah, ini dia De-lon—pemuda asal Bangka, meng-adu nasib di Jakarta. Dia adalah kakak Vonny (Calista Argentina), teman sekerja Silly. Trisno, dengan rambut belah tengah serta tas pinggang dan celana menggantung, membeli tiga ka-set Vina Panduwinata.
Belakangan, nama Trisno jadi Tris-tan; penampilan pun rapi. Walau begitu, lagu Vina tak pernah ketinggalan, karena itu warisan mendiang ibunya yang penggemar Vina Panduwinata. Silly, yang tadinya tidak mau menjadi manajer Trisno, berniat mencari uang karena keteledorannya membuat toko kaset terbakar.
Agar Tristan dikenal, Silly meng-ajak dia menemui temannya, Nurzaman (Zaldy Noer), seorang pencari bakat yang biasa mengorbitkan penyanyi re-kaman baru. Sang teman malah meminta dia jadi manajer Tristan. Silly menolak. Kekalahan Tristan dalam pe-milihan penyanyi Tempo Dulu membuat Silly kembali kecewa. Diam-diam, Tristan mau menerima tawaran Nurzaman menjadi manajernya. Beg-i-tu tahu, Silly marah besar.
Hati Silly membeku, sampai kemu-dian Shana (Elmayana Sabrenia) meng-ingatkan agar jangan sendiri seperti dia. Nyanyian Silly dengan suara pa-rau, Di Dadaku Ada Kamu, di bagian informasi yang terdengar di seluruh area Dufan membuktikan keterbuka-an hati Silly.
Peran Delon yang lugu, menurut Indra Yudhistira, karena ia terinspirasi film Korea. Ia mengaku sering dikritik karena sosok pria dalam film Indo-nesia selalu dibuat cool, mirip karak-ter Rangga di film Ada Apa dengan Cinta? karya Rudi Soedjarwo. Karena itu, ia ingin menunjukkan sosok lain dalam film Indonesia: sosok yang lugu dan baik seperti Tristan.
Kenapa harus Delon yang menjadi pemeran Tristan, tentu para sineas dan produser punya pertimbangan pa-sar. Ini bisa dipahami. Yang jadi masalah adalah Delon pada dasarnya memang seorang penyanyi. Tidak se-mua penyanyi bisa dikocok menjadi pe-main film atau teater, seberapa pun hebat wajah dan suaranya.
Lagu-lagu Vina Panduwinata yang menjadi kerangka dan judul film ini diangkat karena, menurut empu-nya cerita, dia adalah simbol yang mewa-kili masa lalu yang bahagia. Ini juga keberanian kedua, sebab gener-asi masa kini, sungguh mati, tidak semuanya pa--ham lagu-lagu Vina Panduwi-nata. Vina adalah pengelus telinga generasi setengah baya, sementara Delon ada-lah pujaan remaja masa kini. Segmentasi manakah yang tengah ditembak film ini?
Apa boleh buat, komentar ak-hir se-telah menonton film ini: untung ada Rachel Maryam (dan Djodjon; dan Lidya Kandou; dan Elmayana). Saran akhir: biarkan Delon menyanyi (saja).
Evieta Fadjar P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo