Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Profesinya bukan sutradara. Dia juga tidak pernah belajar masalah sinematografi ataupun seni peran. Namun, film yang dibuatnya mampu memikat ratusan penonton di Festival Motion Picture Art (Hellofest), Jakarta, dua pekan lalu.
Ya, Firman Wijasmara, pegawai honorer sebuah bank swasta, akhirnya mendapat penghargaan, buah dari filmnya yang sangat sederhana berjudul Help. Help sebuah film kartun dengan tema dan penggarapan amat bersahaja. Film ini tentang nelayan tercebur ke laut, dan kartun itu digambar menggunakan kapur tulis.
Dengan 15 batang kapur tulis, 1 papan tulis (ukuran 2 x 1 meter), sebuah kamera digital—itu pun pinjaman—dan seperangkat komputer, Firman membuat film. ”Saya kerjakan dua hari dan saya beri judul Help,” katanya.
Secara teknis, dia hanya mengembangkan kemampuannya menggambar. Setiap gambar yang dibuat diabadikan dengan kamera digital sebelum dihapus. Kumpulan gambar inilah yang kemudian diolah dalam komputer untuk dijadikan film.
Mudah dan murah. Ya, fenomena yang ditunjukkan Hellofest sangat menarik untuk dikaitkan dengan dunia perfilman nasional. Selama ini orang sering berpendapat bahwa membuat film itu tidak mudah dan memerlukan biaya besar. Firman, dengan filmnya, telah mematahkan pendapat tersebut.
Dari 34 film yang diputar di Hellofest, Help terpilih menjadi film favorit bersama tiga film lainnya, yaitu Wangsit Harta Karun Embah Sangkil, TV-ku Sayang, dan Bahan Bakar Tinja. Keempat film ini dipilih sendiri oleh penonton yang berjumlah sekitar 800 orang. Firman tidak menyangka buah karyanya disukai penonton.
Hellofest adalah festival film yang digelar oleh sekolah Hello Motion, milik Yayasan Animasi dan Sinema Muda Indonesia. Festival ini membuka pintu selebar-lebarnya untuk semua karya seni bergerak (motion art), misalnya film pendek, animasi, klip musik, motion graphic, animasi dua dimensi, dan animasi tiga dimensi.
Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta, Gotot Prakosa, menilai fenomena ”bikin film dengan biaya murah” ini sebenarnya sudah menggejala cukup lama. Orang tidak lagi memusingkan dana. Sebab, kecanggihan teknologi bisa mengatasi itu semua. ”Dengan kamera handphone saja sudah bisa bikin film,” katanya.
Awalnya, Hellofest hanya diperuntukkan bagi siswa-siswa Hello Motion yang baru lulus. Namun, karena banyak peminat dari luar sekolah ingin terlibat, penyelenggara akhirnya membuka festival ini untuk umum. ”Yang penting karyanya harus inovatif, variatif, dan 100 persen karya anak Indonesia,” kata Direktur Hello Motion, Wahyu Aditya.
Sebuah kejutan menyenangkan bagi Wadit—nama panggilan Wahyu Aditya—ketika banyak orang ingin terlibat dalam festival ini. Sudah lama ia merindukan festival yang mampu menampung berbagai karya motion art. ”Banyak karya yang diciptakan para kreator muda, tapi belum ada tempat penyalurannya,” kata dia.
Sedikit berbeda dengan Firman di atas, Wiryadi Dharmawan cukup serius mempersiapkan karyanya yang berjudul Wangsit Harta Karun Mbah Sangkil. Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Dr Sutomo ini mengerjakannya selama tiga bulan. ”Mulai mencari model sampai finishing, dikerjakan di komputer,” kata Wiryadi.
Wiryadi mengenal komputer sejak tahun 1994 ketika masih bekerja pada sebuah rumah produksi di Jawa Timur. Selepas dari tempat itu, ia menambah pengetahuannya di salah satu akademi komputer. Dari sanalah kemampuannya membuat film animasi terasah. ”Saya punya rencana untuk bikin film kartun yang agak panjang,” ujarnya.
Ya, dunia telah berubah. Untuk memproduksi sebuah film, tidak harus menggunakan peralatan yang harganya ratusan juta. Tidak perlu juga artis dengan harga kontrak selangit. ”Semuanya dibuat instan. Ternyata instan pun bisa membuat karya bagus,” kata Gotot. Teknologi telah mengulurkan tangannya untuk memudahkan hal-hal yang susah, tapi akhirnya tangan sang artis pula yang menentukan nilai sebuah karya.
Suseno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo