Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Bukan Lagi Sekadar Kaligrafi Arab

Bagi A.D. Pirous, menyebarkan kebaikan kini tak melulu dengan kaligrafi Arab yang dikutip dari ayat suci Al-Quran seperti pada awal dia berkarya.

14 Maret 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UTHLUBUL 'ilma walaw bishshiin, demikian lafadz hadis riwayat Baihaki ditorehkan dengan kaligrafi berwarna merah menyala, di tengah-tengah huruf-huruf Arab dalam ukuran besar, yang membetot perhatian mata. Di dalam huruf hijaiah itu tertulis rapi huruf Cina dan huruf Jepang Katakana dalam warna-warna krem. Karya kaligrafi Arab dan Cina lain dalam warna merah jambu disandingkan bersebelahan. Keduanya berjudul Tuntutlah Ilmu Walau ke Negeri Cina! II A.

Dua karya ini cukup menonjol dari 13 karya pelukis kaligrafi A.D. Pirous yang dipamerkan di Lobby Area World Trade Centre 2 Building, WTC Complex, Jakarta. Karya ini menjadi karya yang mempunyai pesan kuat buat semua orang, terutama bagi muslim, untuk mencari ilmu bahkan hingga ke tempat yang jauh, ke negeri Cina, seperti sabda Rasulullah Muhammad SAW: carilah ilmu sekalipun sampai ke Negeri Cina. Diriwayatkan, Cina sejak dulu kala menjadi acuan untuk menuntut ilmu karena peradabannya.

"Saya juga teringat ucapan ayah saya untuk belajar ke timur, arah matahari terbit," ujar A.D. Pirous. Pada usianya yang ke-84, Pirous menyajikan pameran dengan tajuk "A.D. Pirous: Spiritual Calligraphy", 1 Maret-1 April 2016. Ke-13 karyanya ini dipilih dari karya sejak 1970-an hingga 2000-an dan menjadi rangkaian perjalanan karyanya dalam mengeksplorasi kaligrafi yang digelutinya. Karya yang menggabungkan abstraksi Barat dengan kaligrafi. Seperti pada karya Tulisan Biru (1974): kanvas didominasi cat warna biru dengan kaligrafi putih di ujung atas, seperti awan putih di langit biru, memperlihatkan tahap awal eksperimentasi kaligrafi Pirous yang sarat atmosfer abstrak.

Lalu pada dua karya Tuntutlah Ilmu Walau ke Negeri Cina (2007) di atas serta Etika Gonjang-Ganjing antara Penguasa dan Pengusaha (2011) dengan torehan cat berwarna gelap dengan tulisan peribahasa lama: ada ubi ada talas, ada budi ada balas. Bagi Pirous, lukisan dengan huruf mempunyai dua kekuatan, yaitu unsur estetika dan etika atau pesan.

"Melukis dengan huruf itu seperti membikin catatan, tentang sesuatu yang ada di pikiran saya. Entah itu soal politik, sosial, ekonomi, religius," kata lulusan Rochester Institute of Technology, New York, ini. Meski lekat dengan karya lukisan abstrak dan kaligrafi, semakin ke sini Pirous malah mulai melukis dan memperkaya lukisannya dengan huruf lain, seperti huruf Cina dan huruf alfabet. Meski begitu, dia tetap menyebarkan pesan yang hendak ditonjolkan. Baginya, menyebarkan kebaikan atau pesan tak melulu dengan kaligrafi Arab yang dikutip dari ayat suci Al-Quran seperti pada awal dia berkarya.

"Saya ingin melukis sebagai napas Islam tapi orang lain di luar muslim pun bisa memahami dan berkomunikasi. Lebih berguna untuk kemanusiaan," ujarnya.

Pirous mengakui melukis dengan kaligrafi berawal dari kegemarannya, yakni mencuplik bagian kitab suci Al-Quran atau hadis untuk dituangkan dalam karyanya. Awal dia tertarik pada kaligrafi justru saat belajar di New York. Saat itu dia mengunjungi sebuah pameran di Metropolitan Museum of Art. Pameran itu menampilkan karya potongan keramik, manuskrip Islam kuno, dan kaligrafi Al-Quran. Rupanya, pameran ini melayangkan ingatannya akan kampung halamannya di Aceh. Momen inilah yang menandai titik balik dalam karier artistik Pirous. Dia memutuskan mengadopsi kaligrafi sebagai bentuk seni modern. Namun, mulai 1980-an, dia melebarkan dengan huruf-huruf lain. Dengan tipografi dan kaligrafi yang dikuasainya, dia merasa akan makin luas menyebarkan pesan dan mengenal masyarakat lain.

Cara demikian mulai digaungkan pada saat pameran peringatan ulang tahunnya ke-80 di Selasar Sunaryo, Bandung, Maret-April 2012. Saat itu 129 lukisan abstrak dan kaligrafinya dipamerkan beserta arsip koleksinya. Yang cukup menarik dari pameran kecil di WTC ini, ada beberapa lukisan yang sedang disiapkan untuk dikoleksinya sendiri. Pirous ingin menyiapkan 70-100 karya pilihan sejak dia melukis hingga kini untuk disimpan di galeri yayasannya. "Ini untuk masyarakat yang ingin mengenal saya nantinya, tidak hanya bisa disimpan para kolektor," katanya.

Untuk beberapa lukisan yang dipilihnya, Pirous bertekad tak akan melepasnya. Jikapun harus dilepas, karya itu adalah karya yang sungguh bermakna bagi calon kolektornya, bukan sekadar pajangan atau untuk disimpan di gudang. "Pameran kecil ini napas spiritual perjalanan saya," ujarnya.

Dian Yuliastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus