Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Dari Grafomania hingga Kelamin

Sebuah novel terkemuka karya Milan Kundera diterjemahkan dengan bahasa yang harfiah. Inilah sebuah novel anti-novel dengan lelucon kelamin yang punya hikmah politik.

3 September 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KITAB LUPA DAN GELAK TAWA
(The Book of Laughter and Forgetting)
Penulis :Milan Kundera
Penerjemah :Marfaizon Pangai
Penerbit :Bentang, 2000

INI adalah sebuah novel Kundera yang sangat terkenal. Karya aslinya, berjudul The Book of Laughter and Forgetting, telah beredar sejak 1978, dan Goenawan Mohamad serta lingkaran Komunitas Utan Kayu, misalnya dalam tulisan-tulisan di jurnal Kalam, sudah sering mengutipnya pada awal 1990-an.

Terjemahannya yang terbit pada tahun 2000 ini patut dirayakan, meski mutu penerjemahannya adalah sebuah diskusi pada lapis yang berbeda. Sesungguhnya, karya semacam ini akan memperkaya bahasa Indonesia, karena banyak hal yang "tak terpikirkan" dalam bahasa Indonesia yang harus diupayakan padanannya. Karya ini juga memperkaya khazanah sastra dan pengetahuan umum kita.

Dalam novel ini, Kundera membedah obsesi masyarakat Barat untuk menulis buku sebagai sebuah penyakit. Penyakit itu bernama "grafomania". Seorang "grafomaniak", menurut Kundera, bukanlah seorang gadis yang menulis surat cinta empat kali sehari. Itu hanya seorang gadis yang sedang jatuh cinta. Tapi, teman Kundera yang memfotokopi surat-surat cintanya dengan harapan akan diterbitkan adalah seorang grafomaniak.

Obsesi menulis buku, obsesi untuk dibaca, atau grafomania ini mewabah jika suatu masyarakat mampu menyediakan beberapa perangkat, antara lain: pertama, tingkat kesejahteraan umum yang cukup tinggi untuk memungkinkan orang mencurahkan tenaganya bagi kegiatan yang tak bermanfaat; kedua, meningkatnya individualisme yang membawa kehampaan; tiga, tiadanya perubahan sosial penting yang radikal dalam suatu bangsa. Uraian seperti ini seperti meruntuhkan alasan Kundera sendiri untuk menulis novel itu. "Alasan kita menulis buku ini adalah bahwa anak-anak kita tak peduli," ungkap Kundera. Goethe, beberapa tokoh dalam novel ini, para politisi, dan bahkan Milan Kundera sendiri ingin menjadi penulis karena "…setiap orang sulit menerima kenyataan bahwa ia akan lenyap tak terdengar…, dan tak dihiraukan…, dan setiap orang ingin mengubah dirinya menjadi alam kata-kata sebelum terlambat".

Inilah elemen anti-novel pertama dalam buku Kundera: novel ini meledek kelahirannya sendiri. Elemen anti-novel lainnya adalah selipan esai-esai politik, musik, sastra, seks, bahkan esai tentang proses kreatif novel ini sendiri (bagaimana Kundera menamai tokohnya, memilih setting, dan menentukan tema). Sudut pandang novel ini adalah orang ketiga serba tahu yang ekstrem: Kundera sendiri, yang sengaja menegaskan identitasnya sebagai pencipta semesta novel ini. Tapi novel ini cuma "anti" kepada model-model novel konvensional. Dalam lampiran wawancara dengan Philip Roth, Kundera menolak anggapan bahwa novel ini telah habis digali segala kemungkinannya. Berangkat dari pemahaman Sterne dan Diderot, novel adalah permainan agung, Kundera justru merasa bahwa "sepanjang sejarahnya, novel kehilangan banyak kemungkinan-kemungkinannya". Jelas, dengan novel ini Kundera sedang melanjutkan permainan agung itu.

Kundera menyebut buku ini sebagai "novel dalam bentuk variasi" (perhatikan esai tentang variasi musik). Yang mengikat seluruh buku bukanlah tokoh atau tempat yang sama, melainkan tema yang sama. Kundera menyebutkan dengan tegas bahwa novel ini adalah tentang tawa dan lupa. "Tawa" menyentuh soal hakikat kemanusiaan yang, dalam novel ini, banyak direpresentasikan dalam masalah seksualitas, "lupa" menyentuh soal sisi zoon politicon manusia.

Tetapi, pembaca buku ini tak akan bisa melepas kesan bahwa ada satu tokoh yang selalu hadir dalam setiap bab. "Tokoh" itu adalah kelamin. Novel The Book of Laughter… ini diawali dengan sejarah politik dan diakhiri dengan kelamin. Lewat masalah-masalah perkelaminan, Kundera menelanjangi manusia dan masyarakat. Setiap bab dipenuhi cerita tentang seks dalam berbagai segi. Di balik itu semua, ada sebuah humor yang menyapa.

Tengoklah kisah pada bab awal buku ini tentang Mirek, yang menjalin affair dengan Zdena. Saat bercinta pertama kali, Zdena berkata bahwa Mirek bercinta seperti intelektual. Dalam setting Cheko 1946 saat affair itu terjadi, "intelektual" menggambarkan seorang yang gagal memahami hidup dan terpisah dari rakyat—tuduhan politik yang serius di tengah suasana revolusi komunis. Sebuah sejarah dan esai politik pun terhidang. Humornya adalah: Zdena itu buruk sekali, dan Mirek nan cemerlang secara eksistensial kepayahan sepanjang cerita menerima kenyataan ia pernah bercinta dengan seorang wanita buruk rupa.

Dalam bab-bab selanjutnya, seks semakin eksplisit dan berpuncak dalam seksualitas edan di bab akhir. Kundera seperti tak memberi pilihan: kita jatuh cinta pada novel ini, atau kita menyensornya.

Hikmat Darmawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus