Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Memang, dari gedung bertingkat 53 di kawasan bisnis Tanjong Pagar, Singapura, itulah gurita bisnis MTV Asia dijalankan. Di kantor yang menempati seperempat lingkaran Temasek Tower itulah, dari lantai satu hingga lima, semua kru MTV Asiadari VJ, produser, hingga karyawan administrasiberkumpul, bekerja, dan kemudian menggebrak hari-hari di Jakarta (dan kota-kota lainnya) dengan hiburan musik yang "terkini".
Tapi jangan membayangkan bahwa kantor dari ikon budaya pop dan kiblat anak muda di dunia ini akan sekaligus menjadi pusat berkumpulnya anak muda, seperti halnya beberapa stasiun radio gaul di Jakarta. "Biasanya di sini memang sepi seperti ini," kata Suzan, resepsionis MTV Singapura. Masih menurut Suzan, kantor di Temasek seperti kantor-kantor lainnya di Singapura: nine to five.
Lalu, di mana studio MTV, tempat Jamie Aditya dan Sarah Sechan cuap-cuap? Jangan kaget. MTV Singapura tidak punya studio sendiri. Sejak beroperasi di Singapura lima tahun silam, MTV hanya menyewa studio milik rumah produksi Four Media Asia atau 4MC yang terletak di City South Telephone Exchange, lantai empat, juga di kawasan Tanjong Pagar. Dan jangan harap ada petunjuk yang mencoloklogo MTV yang atraktif, misalnyabaik di studio yang biasa dipakai syuting maupun di kantor Temasek. Bahkan, sejak Januari 2000 lalu, MTV hanya menggunakan studio 4MC sekali seminggu, yaitu setiap hari Kamis. Itu karena syuting acara sudah lebih banyak dilakukan di studio negara-negara Asia yang menayangkan acara tersebut, seperti Indonesia, Filipina, dan Thailand. Bahkan, kru teknisi untuk mengelola paket acara MTV juga menggunakan tenaga 4MC.
Semua gambaran itu sama sekali tidak merefleksikan bahwa MTV Asia adalah bisnis kecil-kecilan belaka, tapi ini menunjukkan betapa mereka bekerja dengan efisien. MTV berani membayar mahal untuk para VJ Asia, yaitu US$ 6.000 (lebih dari Rp 50 juta) hingga US$ 16 ribu (sekitar Rp 130 juta) sebulan. Begitu "cantik"-nya gaji VJ MTV, itu diakui oleh Jamie dan Sarah, dua VJ MTV yang karirnya tengah berkilap. Walaupun keduanya mengakui bahwa menjadi VJ MTV "it's just a job," dari banyaknya digit dolar yang diraup bisa disimpulkan bahwa mereka bekerja di sebuah mesin uang raksasa di dunia.
MTV memang penghasil dolar terbesar di dunia hiburan. Dalam usia ke-20 tahun ini, MTV sudah memiliki stasiun produksi di 22 negara. Tahun ini juga, MTV menawarkan pengembangan bisnis ke internet kepada publik dan berencana mendirikan 163 stasiun radio, termasuk MTV on Sky di Indonesia. MTV Networks menghasilkan keuntungan bersih US$ 1 miliar tahun lalu, dari total pendapatan kotor US$ 2,4 miliar. "Kami bisa menjadi kekuatan terbesar dalam paket acara dan promosi musik," tutur Thomas Freston, bos MTV Networks. Majalah bisnis internasional Forbes menyebut bisnis MTV sebagai "batu permata yang berkilauan di musim panas." Sebab, setiap kali MTV melebarkan sayap ke suatu negara, itu akan berujung sukses.
Hal itulah yang membuat Summer Redstone, bos Viacomperusahaan yang memiliki MTV Networks bersama dengan CBSbersedia memasuki "ibu dari semua pasar": Asia. "Saya hanya merasa bahwa pasar Asia akan meledak dalam 6 hingga 10 tahun ini. Bila saatnya pasar itu meledak, kami akan meledak bersama," kata Redstone.
Pertimbangan tersebutlah yang membuat MTV tidak main-main di Asia (saham MTV Asia 70 persen dimiliki oleh Viacom dan 30 persen oleh Seagram's Polygram). Mereka berani menanggung kerugian operasional US$ 22 juta (sekitar Rp 180 miliar) untuk MTV Asia. Redstonetelah berhasil menaklukkan pasar Eropa dan Amerika Latinlebih jauh meramalkan, persaingan pasar hiburan di Asia akan berlangsung hingga 2006. "Setelah itu, the sky is the limit," kata Redstone.
Untuk itulah Redstone mati-matian mengembangkan pasar Asia. Dari Temasek, MTV dengan agresif memproduksi MTV lokal, seperti di Indonesia, Filipina, Thailand, Korea Selatan, Taiwan, bahkan Republik Rakyat Cina. Setiap negara pengembangan memiliki ciri khas sendiri sesuai dengan karakteristik negaranya. Untuk acara-acara MTV Indonesia, misalnya, VJ seperti Sarah Sechan dan Jamie Aditya mencampur aduk bahasa Indonesia ala anak muda dengan bahasa Inggris bak gado-gado dan toh dilahap dengan enak oleh penonton remaja. Di India, ada beberapa acara yang menggunakan bahasa Hinglish (bahasa Inggris dengan aksen Hindi). Gaya campuran seperti itu, meski tidak orisinal, kini dianggap sebagai ciri khas gaya MTV.
MTV lokal menayangkan acara-acara yang dekat dengan kehidupan anak muda di Asia. Di Indonesia, misalnya, karena kehidupan kampus pada masa reformasi menjadi pusat perhatian banyak pihak, MTV mengemas "sisi lain" kehidupan kampus melalui MTV Kampus. Acara yang membumi seperti itu sebenarnya merupakan resep umum MTV. Di Italia, ada acara MTV yang sangat sukses, yaitu MTV Kitchen, yang menggabungkan acara masak-memasak dengan tangga lagu-lagu pilihan MTV.
Alhasil, semua jurus itu berhasil. Menurut riset Viacom, 116 juta rumah di Asia menikmati saluran MTV lokal. Di Indonesia, MTV mengklaim bahwa 80 persen anak muda perkotaan (14-25 tahun) adalah penikmat MTV yang fanatik. Pengaruh tersebut diperkuat dengan berbagai acara yang disponsori oleh MTV dan siaran radio MTV on Sky.
Lebih jauh, MTV menanamkan "ideologi" di kalangan anak muda Asia, juga di tempat-tempat lain. Slogan seperti "dare to be different," "MTV I like," dan "I want my MTV " tampaknya sudah menjadi ciri warga MTV di dunia. Mereka bangga menjadi bagian dari MTV.
MTV memang bukan sekadar bisnis, tapi juga kekuatan ekonomi politik. Tim intelijen pasar MTV selalu memperhitungkan benar kultur sosial politik di suatu kawasan. "Kami selalu berjuang menumbangkan stereotip bahwa MTV adalah penetrasi kultur AS," kata Redstone. Menurut dia, MTV bukan imperialisme kultural dari AS, tapi lebih menjadi lahan pembibitan artis dan pertunjukan lokal.
Teknik itulah yang diterapkan di negara-negara Asia. Pasar Cina, India, serta Asia Timur dan Tenggara benar-benar digarap berdasarkan polesan muatan lokal. Film dokumenter pendek seperti tukang bajaj yang diwawancarai soal selera musikwalaupun jawabannya tak jelasmerupakan contoh betapa MTV ingin membuktikan bahwa tayangannya itu untuk semua kalangan, bukan hanya untuk anak-anak muda yang berkiblat ke AS. "Tapi semua itu hanya polesan. MTV tetap merupakan invasi budaya Amerika," kata Radhar Panca Dahana, pengamat budaya populer.
Pada akhirnya, yang menjadi benang merah dari semua itu adalah penguasaan pasar dan keuntungan. Pasar Asia besar dan menjanjikan keuntungan raksasa. Menurut Forbes, walaupun 60 persen ide program-programnya tetap berasal dari AS, bank-bank jauh lebih tertarik mendanai produksi lokal. Buktinyadengan kekuatan modalMTV berhasil menembus Tembok Cina dengan menggandeng stasiun televisi milik pemerintah yang biasa digunakan untuk propaganda ideologi komunisme.
Itulah yang menjadikan MTV gurita bisnis internasional. Fenomena ini disadari benar oleh produk-produk yang ingin mendongkrak penjualan ke Asia, raksasa pasar dunia. "Kalau Anda benar-benar ingin menjangkau pemirsa, satu-satunya cara adalah melalui MTV," kata Toon Bouten, eksekutif bagian pemasaran Compaqmerek komputer pribadi yang sukses dengan penjualan notebook. "Orang muda percaya MTV dan mereka percaya apa-apa yang ditayangkan MTV," ujarnya. Maka, berlomba-lombalah semua produk yang membutuhkan tumpangan ke puncak penjualan beriklan di MTV.
Kini, setelah lima tahun MTV berkiprah di Asia, terutama dengan krisis yang berkepanjangan ini, waktu akan membuktikan apakah resep bisnis itu masih bisa terus berlaku atau tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo