Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Di sepanjang bengawan solo

Petualangan 2 orang pemuda, agus widodo, 25, dan pantja putra tagap, 21, dengan rakit joko tingkir. kedua pemuda tersebut berhasil menaklukan menyusuri sungai bengawan solo sampai pelabuhan tanjung perak. (tk)

7 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah berita bencana-bencna yang mengawali Tahun Ayam Jantan ini, tiba-tiba 2 pemuda dari Surabaya menjadi buah bibir. Mereka mencatat sebuah cerita petualangan, walaupun tidak begitu luar biasa. Mereka, Agus dan Pantja, dengan rakit Joko Tingkir, berhasil menempuh alur Sungai Bengawan Solo dari hulu di Desa Jurug, Sala, Jawa Tengah hingga muaranya di Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik (Ja-Tim). Lalu melintasi Selat Madura, hingga pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dengan selamat. Rakit kayu berukuran 210 x 180 cm yang dibuat selama 2 bulan, setiap hari meluncur 10 sampai 12 jam dengan kecepatan 2 mil tiap jam. Tiba di tujuan dengan layar koyak, tetapi tetap kokoh, sebagaimana pengemudinya. "Niat ini sebenarnya sudah tumbuh dalam hati saya sejak setahun lalu," kata Agus Widodo, 25 tahun, mahasiswa Fakultas Ekonomi Unair, kepada TEMPO ia terbilang cukup cerdas di kampus, tapi entah kenapa belum naik tingkat. Barangkali karena terhambat oleh begitu banyak aktivitas. "Hampir tak ada kegiatan yang tak diikuti Agus. Dari Menwa sampai mendaki gunung, dicobanya. Walhasil itu anak all-round," kata seorang rekannya sekampus. Niat Agus mendapat dukungan dari Sutrisno, Ketua "Primus" -- perkumpulan selam di Surabaya. Tinggal cari kawan sejalan. Kebetulan di antara anggota Primus yang baru, ada Pantja Putra Tagap (21 tahun), mahasiswa IKIP Negeri Surabaya jurusan Bahasa Inggris. Ia anggota klub Mahasiswa Pencinta Alam Palapa. Pernah mendaki Gunung Batur, Agung, Semeru dan Arjuno. "Atas beberapa pertimbangan akhirnya saya pilih Pantja sebagai partner avontur saya," kata Agus mengenang. Dengan dukungan biaya Rp 200 ribu dari klub dan sponsor. Agus mulai mendesain rakit. Ia selalu berkonsultasi dengan Ir. B. Sulastono dari Fakultas Perkapalan ITS. "Alhamdulillah dia membenarkan desain saya," kata Agus bangga. Dua bulan lamanya rakit itu didandani. Daya apungnya 486 kg. Dilengkapi sebuah layar dan sebuah dayung. Diberi nama Joko Tingkir. "Nama itu saya hubungkan dengan tokoh legendaris yang pernah menggunakan rakit mengarungi Bengawan Solo di zaman baheula," kata Agus. Tapi, tambah Pantja, "perjalanan kami ini lebih banyak bersifat rekreasi." Dengan diantar rekan-rekannya di Primus dan pengurus POSSI Ja-Tim, 18 Januari, Joko Tingkir didorong ke kali. Hujan renyai waktu itu membasuh kepala hampir semua orang. Di atas rakit hanya ada perlengkapan sederhana: kompas, peta bumi, teropong dan lampu senter. Tidak ada radio, ape recorder atau motor. "Untuk mengesankan supaya lebih alamiah," kata Agus dengan penuh ambisi. Orang Mandi arak yang hendak ditaklukkan sekitar 640 km. Target pelayaran 10 hari. Bengawan Solo yang lebarnya antara 40 sampai 60 meter dengan kedalaman 2 sampai 5 meter memiliki pusaran-pusaran yang berbahaya. "Namun, alhamdulillah beberapa pusaran yang berbahaya dapat kami kuasai. Umumnya pusaran itu di arus menjelang tikungan," kata Agus. Perjalanan itu menjadi menyenangkan karena mereka melihat keindahan panorama di sepanjang sungai. Mereka pernah kesepian, karena di tepian berderet rumah penduduk, kecuali Kecamatan Sembayat dan Kecamatan Gresik ke muara. Apalagi penduduk rupanya sudah tahu apa yang sedang terjadi. Mereka menyambut Agus dan Pantja dengan hangat. Kadangkala beberapa anak-anak yang sedang bermain lari ketakutan. Mungkin salah sangka melihat benda di kedua sisi rakit yang mirip roket. Mungkin juga karena wajah Agus dan Pantja yang serem karena terbakar. Sepanjang pos yang dilalui tak henti-hentinya tangan dilambaikan. "Untuk membalas lambaian tangan mereka sampai linu rasanya," kata Agus dan Pantja. "Sementara dapat hiburan karena dapat meneropong orang-orang yang sedang mandi," kata Pantja berkelakar. Menjelang Kabupaten Ngawi, Pantja melepaskan hajat besar. "Eh, tengah asyiknya tiba-tiba serombongan manusia menyambut dengan gegap-gempita, kata Pantja. Terpaksa urusan tadi dihentikan. Kalau sudah ketemu tempat sepi rakit diparkir sebentar untuk mengentengkan perut. Mencapai Ujung Pangkah di muara Bangawan, timbul kesulitan karena angin bertiup dengan gila. Layar robek. Padahal alat ini dipersiapkan untuk melayari Selat Madura yang ombaknya tersohor besar. Robeknya juga lucu, terjadi waktu memperagakan diri di depan kamera TVRI yang sengaja datang untuk meng-cover. Terpaksa jas hujan dikaryakan sebagai penggantinya. Karena ombak hebat, rakit sempar terdampar di Mengaren, Teluk Sao, Gresik. Beberapa koran harian sempat memberitakan rakit itu hilang. Pengurus Primus jadi kelabakan. Segala usaha dkerahkan untuk mencari. Tanggal 28 Januari, heli Airud dan kapal Kesatuan Polisi 909 menemukannya di Tanjung Sembilan dalam keadaan baik-baik. Pukul 17.54 pada hari yang sama -- tepat menurut target --Joko Tingkir bersama kedua pemuda itu merapat di dermaga Poras Surabaya. Disambut oleh pejabat-pejabat pemerintahan setempat. Agus dan Pantja tampak gembira dan sehat. Hanya kulit mereka matang dibakar matahari. Keluarga Agus tak kelihatan, tapi keluarga Pantja datang dengan 2 mobil. Pemuda yang kurus tinggi ini tak banyak bicara, ketika seluruh anggota keluarga merangkulnya. Seluruh anggota keluarga baru tahu petualangannya setelah menjadi berita koran. "Saya sempat menangis tersedu-sedu ketika mendengar rakit itu hilang," kata Sonya, kakak Pantja. Pada dasarnya ibu Pantja sudah melarang anaknya main selam dan camping. Pantja adalah putra kelima dari 9 beraudara (3 laki dan 6 wanita). Ibunya kini sedang berada di California, Amerika Serikat. Ayahnya almarhum, pensiunan dosen Sastra Inggris di kampus Pantja sekarang. Sejak kecil, anak muda ini terkenal nakal. "Kalau dia pergi dan bermalam di rumah temannya tak mau bilang lebih dulu. Hingga memusingkan orang tua," kata Sonya. Agus, yang bertubuh kecil biasa dipanggil letnan di kampusnya, juga tak punya ayah kandung lagi. Waktu kecil cucu seorang nakoda ini tinggal bersama kakaknya di Samarinda. Di sana saban hari ia tak pernah pisah dengan Sungai Mahakam. Dari sanalah ia memperoleh ilmu membaca gerak dan arus air. Kini ia ikut dengan ayah tirinya. Setiap pagi ia menempuh jarak 8 kilometer ke kampus dengan sepeda. Dialah salah satu mahasiswa yang gigih mempertahankan sepeda di kampus, setelah hampir semua mahasiswa mempergunakan kendaraan bermotor. Bersama Pantja, ia terkenal sebagai tokoh yang "nyentrik" dan suka bolos. Menurut Sutrisno, Ketua Primus, kisah Joko Tingkir tidak akan berakhir begitu saja. Ia menilai Agus dan Pantja telah berhasil. "Saya salut atas ketahanan mental dan tekad mereka berdua," katanya. Menurut rencana, program Primus selanjutnya adalah melepaskan Joko Tingkir dari Bengawan Solo ke ujung timur (Blambangan -- Banyuwangi). Untuk itu Agus dan Pantja merencanakan akan mencoba sistem kapiler atau tenaga matahari untuk mendorong perahu agar berjalan. Pantja dan Agus memang bukan orang pertama yang menaklukkan Bengawan Solo. Tapi mereka termasuk yang menempuh jarak paling jauh. Menurut Komandan Polisi Airud Surabaya, Kolonel Soedjarwo, sekitar tahun 1956 pernah ada seorang Jerman dengan perahu karet Canoe berhasil mengarungi Bengawan itu sampai ke muara. Dari situ ia meneruskan petualangannya ke Kupang, lantas ketemu Soedjarwo. Agus dan Pantja sendiri banyak mendengar cerita tentang orang Jerman itu ketika menepi di Ngawi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus