MUSIBAH Tampomas II tak hanya menenggelamkan kapal dan ratusan
penumpang itu saja. Tragedi laut terbesar di Indonesia itu
ternyata membenamkan juga berita musibah pelayaran lain yang
kalah dramatis dari bencana Tampomas II. Misalnya yang terjadi
dengan kapal layar motor (KLM) Harapan Kita di Kalimantan Barat.
Rabu 7 Januari lalu. KLM Harapan Kita tenggelam di Muara
Jungkat, Sungai Kapuas Kecil, setelah 2 jam berlayar. Kapal
layar motor kayu bermesin 60 PK dan berukuran muatan maksimal 25
ton ini hanya mempunyai izin mengangkut barang. Menurut dokumen
yang diajukan ke Syahbandar Pontianak, kapal ini menganglut 100
drum solar. Kenyataannya selain muatan solar itu, Harapan Kita
juga mengangku 151 drum bensin, minyak tanah dan minyak
pelumas.
Masih ada lagi. Kapal barang berawak 12 orang ini ternyata
dijejali juga dengan 129 orang penumpang, terdiri dari buruh
kontrak penebang kayu yang akan dipekerjakan di suatu perusahaan
perkayuan di Kalimantan Tengah. Setelah tenggelam yang
ditemukan selamat hanya (55) orang. Delapan orang ditemukan
mati dan 78 sisanya sampai sekarang belum ditemukan. Diduga
mereka yang hilang ini juga menjadi korban, hingga musibah
Harapan Kita merupakan salah satu musibah pelayaran yang besar
di Indonesia. Penyebab kecelakaan ini diperkirakan karena muatan
yang sangat berlebih.
Tak Berkuasa
Banyak kejanggalan diketahui setelah tenggelamnya Harapan Kita.
Kapal milik A Tjai dan diageni oleh PT Pelayaran Samura Raya ini
pada 7 Januari mengajukan permohonan berlayar pada Syahbandar
Pontianak untuk mengangkut 100 drum solar ke Pangkalanbun,
Kal-Teng. Syahbandar kemudian mengeluarkan Surat Izin Berlayar
(SIB). Apakah pihak Syahbandar melakukan pengecekan? "Dicek ke
kapal pada 7 Januari pukul 14.00," jawab Simanungkalit, salah
satu petugas Kesyahbandaran Pontianak. Dan katanya dokumen KLM
Harapan Kita telah memenuhi persyaratan.
Pernyataan itu menimbulkan pertanyaan. Menurut banyak saksi, KLM
Harapan Kita berangkat pada 6 Januari sore. Menurut keterangan
beberapa penumpang yang selamat dan diperiksa polisi, karena
penuhnya muatan mereka terpaksa jongkok atau duduk di atas drum.
"Melonjorkan kaki pun susah," kata seorang penumpang seperti
ditirukan seorang polisi.
Jarak Pelabuhan Pontianak dan Muara Jungkat (tempat kapal
tenggelam) biasa ditempuh kapal yang berbobot di atas 100 ton
sekitar 3 jam. Kapal sekecil Harapan Kita jelas memerlukan lebih
banyak waktu. Padahal kapal itu tenggelam setelah dua jam
berlayar. Hingga tidak masuk akal keterangan pihak Syahbandar
bahwa SIB diberikan pada 7 Januari satu jam sebelum kapal
berangkat.
Toh pihak yahbandar tetap bersikeras. "Pengurus kapal itu
datang pada tanggal 7 Januari. Izin keluar hari itu juga. Kami
tidak tahu kapal berangkat tanggal 6," ujar Wardi, Syahbandar
Pontianak pekan lalu. Wardi mengakui SIB Harapan Kita diberikan
dengan sepengetahuannya. "Anak buah saya yang ngurus,"
tambahnya.
Bagaimana mungkin SIB diberikan, sedang muatannya menyalahi
peraturan? "Muatannya yang saya tahu 100 drum solar. Di mana
dimuatnya saya tidak tahu," kata Wardi. Tentang adanya seratus
lebih penumpang ia merasa, tidak salah. "Soal penumpang bukan
saya yang kasi izin," kata Wardi dengan nada tinggi.
Wardi juga mengangkat bahu tatkala ditanya soal penyelesaian
musibah ini. Para penumpang itu menurut pendapatnya tergolong
penumpang gelap. "Penanggung jawabnya nakoda. Saya dengar dia
belum ditemukan. Ya menunggu sampai dia ditemukan," katanya.
Dalam kenyataannya, nakoda umumnya tidak mempunyai kuasa. Yang
berkuasa adalah cincu, pengurus atau pemilik kapal. Ia yang
menentukan waktu berangkat atau muatannya.
Suatu tim dari Kodak V Kal-Bar kini masih mengusut musibah ini.
Namun satuan Polisi Perairan yang dikirim dan menolong
kecelakaan ini ternyata tak diikutsertakan dalam tim ini. Para
buruh yang selamat sudah dikembalikan ke daerahnya
masing-masing.
Musibah Harapan Kita bukan satu-satunya bencana yang terjadi di
pekan pertama Januari lalu. Empat hari sebelumnya kapal motor
Intim tenggelam di sebelah utara Pulau Kabung Kalimantan Barat.
Kapal berbobot 68 ton dan berawak 15 orang ini juga kapal
barang. Namun ketika tenggelam ternyata mengangkut 108 buruh
kontrakan. Keberangkatannya dari Sungai Sekura, Kabupaten Sambas
pada 2 Januari lalu setelah diperiksa dan disaksikan petugas
Syahbandar Sekura.
Menurut pihak Satuan Polisi Perairan Kodak V Kal-Bar, pembantu
syahbandar di Segura Amin Daud memberikan dispensasi pada KM
Intim untuk mengangkut 60 penumpang, walau yang dilaporkan pada
Syahbandar Pontianak hanya 30 orang penumpang. Nasib Intim lebih
baik dibanding Harapan Kita. Korban yang tenggelam dan mati
hanya 5 orang sedang seorang lagi hilang. Amin Daud sendiri
kabarnya menolak memberikan keterangan pada Kores 503
Singkawang. "Saya hanya boleh diperiksa oleh kalangan syahbandar
sendiri," begitu sumber TEMPO mengutip ucapan Amin Daud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini