AREAL seluas 50 km persegi yang semula hijau berubah menjadi
kuning kemerahan. Gunung-gunung dan punggung bukit terkelupas
dan gundul. Batu-batu besar berguguran, disertai longsoran tanah
yang menyebabkan rumah-rumah penduduk di lereng bukit dan ngarai
terbabat habis. Ada 14 kampung di Kecamatan Kurima, Jayawijaya
(Ir-Ja) dengan penduduk sekitar 2.000 jiwa lenyap tertimbun
tanah dan batu setebal 150 sampai 200 meter.
Ratusan penduduk terjebak di dalam tanah longsor, dan ribuan
lainnya panik berlarian menyelamatkan diri. Sebagian sampai ke
kediaman Pendeta Clark (37 tahun) seorang misionaris Katolik di
Lembah Lolat, Kabupaten Jayawijaya. Kepada pendeta itu, penduduk
berkoteka melaporkan "tanah bergoyang" -- istilah orang Ir-Ja
untuk gempa bumi di kampung mereka.
Paginya Pastor Clark menghubungi perwakilan misi di Jayapura
meminta pesawat untuk mencek keadaan gempa itu. Laporan pendeta
ini adalah berita pertama yang sampai ke Jayapura tentang
musibah yang melanda 14 kampung di Kecamatan Kurima, Kabupaten
Jayawijaya, dekat perbatasan dengan Papua Nugini.
Hari itu juga, Rabu 21 Januari, Gubernur Ir-Ja, Busiri
Suryowinoto (yang waktu itu baru sehari menjadi gubernur),
bersama Muspida dan John Karitji, Direktur Penerbangan Mission
Aviation Fellowship (MAF) dengan pesawat terbang kecil meninjau
lokasi gempa. Dari udara bisa disaksikan, kampung-kampung yang
tertimbun batu-batu dan tanah. Bahkan Sungai Solo yang mengaliri
lembah itu, tersumbat oleh tanah longsor, sehingga genangannya
membentuk danau.
Di hari pertama tim SAR dan tim bencana yang dibentuk Pemda
diperkuat juga oleh misi dan masyarakat sekitar berhasil
mengeluarkan 15 orang yang telah meninggal. Sepekan kemudian
diketahui korban yang meninggal berjumlah 271 orang. Jumat pekan
lalu, korban yang berhasil ditemukan meninggal mencapai 305
orang. "Sangat sulit mencari korban yang tertimbun, dan
menghitung jumlah korban yang belum ditemukan," kata J. Buce
Rahakbauw, Humas Pemda Tk. I Ir-Ja yang ikut terjun ke lokasi
bencana.
Sulitnya, tim-tim penyelamat tidak bisa berbuat banyak. Lokasi
yang ditimpa bencana bergunung-gunung dengan lembah-lembah
terjal seperti umumnya daerah Ir-Ja. Cuaca yang terus memburuk,
juga menjadi halangan besar bagi tim untuk menyelamatkan
korban-korban di bawah tanah sedalam 150 meter.
Hanya 1 Pesawat.
Sarana angkutan ke tempat bencana, juga sangat minim.
Satu-satunya helikopter yang ada, hanyalah milik MAF, tipe Huges
dengan kapasitas 3 orang penumpang. Helikopter itu sudah
digunakan terus menerus mengangkut makanan dan minuman serta
penduduk yang berhasil diselamatkan dari tempat bencana.
Sayangnya helikopter itu hanya bisa digunakan 3 jam sehari,
karena setelah jam 12 siang, medan bencana ditutupi kabut tebal.
Minimnya sarana ini, menyebabkan bantuan Depsos sebanyak 24 ton
beras dan 30 kg obat-obatan dari Depkes sulit dibawa ke tempat
bencana -- sampai pekan lalu masih menumpuk di Posko Satkorlak
Wamena. Pihak Pemda sudah meminta bantuan makanan dan tambahan
pesawat dari SARNAS Pusat, tapi sampai Rabu pekan lalu bantuan
itu belum muncul. "Kami hanya butuh helikopter, kalau tenaga
sudah cukup," keluh Rahakbauw.
Gempa tektonik yang memporakporandakan Kecamatan Kurima itu
berkekuatan 6,8 skala richter. Lokasi sumber gempa diperkirakan
di pegunungan Jayawijaya yang berbatasan dengan Papua Nugini.
Getaran gempa tercatat di Pusat Informasi Gempa di Golden
Colorado AS.
Wilayah yang sama pada 1976 pernah pula mengalami bencana dengan
kekuatan yang sama. Saat itu gempa mengguncang areal seluas
7.500 kmÿFD, melanda tiga kecamatan yaitu Kurima, Oksibil dan
Okbibab, yang semuanya berpenduduk 8.000 jiwa. Korban yang tewas
ketika itu tercatat 724 orang.
Tiga bulan berikutnya, Oktober 1976 daerah itu kembali disabet
gempa dengan kekuatan 6,5 pada skala richter. Korban yang
meninggal 118 jiwa.
Wilayah Indonesia memang dijuluki negara "gempa bumi" paling
aktif. Karena Indonesia terletak di garis perpotongan dua sistem
gempa bumi. Sistem pertama dinamakan jalur sirkum Pasifik
melewati daerah Sulawesi Utara, Maluku Utara dan Irian Jaya
Utara. Garis sistem lainnya dinamakan jalur sirkum mediteran,
melewati Pulau Sumatera, Jawa, Nusatenggara dan Maluku Selatan.
Kedua garis itu berpotongan di Irian Jaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini