Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Doa seekor kadal

Bernauli pulungan mengadakan pameran patung di tim ia belajar seni patung di fakultas seni rupa dan desain ikj. pameran yang bicara tentang alam dan batak ini menjanjikan semangat untuk seni patung modern.

28 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"PESONA alam adalah spirit yang tak pernah habis mendorong rasa," kata Bernauli Pulungan, 40 tahun, pematung kelahiran Padangsidempuan, Tapanuli Selatan. "Daya tarik dan kekuatan ajaib yang bergetar dari unsur-unsurnya menuntun aksi untuk mencipta. Di sana alam menawarkan dialog terus-menerus. Alam dan segala isinya bukan sarana. Ia sahabat seperjalanan jawab manusia pada Khaliknya." Itu dikatakan dalam katalog pameran patungnya. Jenis pameran yang langka ini diberi judul Citra Alam, berlangsung di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pekan lalu. Bernauli Pulungan belajar seni patung di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Kesenian Jakarta, selesai pada 1981. Ia ikut serta dalam sejumlah pameran, antaranya, Pameran Triennale Patung Kontemporer Indonesia 1989. Ia mengerjakan karya lingkungan di plaza IKJ, monumen prasasti untuk Kota Mandiri Bumi Serpong Damai, dan ikut menggarap diorama Anjungan Migas di TMII. Bernauli memamerkan 29 patung dari beberapa macam bahan: kayu, marmer, kuningan, batu, kaca -- serat (fibreglass), dan bahan gabungan (misalnya marmer dan kayu, atau kuningan dan marmer). Di samping itu dipamerkannya pula 11 relief dari kaca-serat, diwarnai dengan akrilik. "Daya tarik dan kekuatan ajaib alam" (meminjam kata-kata pematung ini) nampaknya menuntun tindakan cipta Bernauli pada berbagai tingkat. Pertama, tingkat pokok pencitraan. Patung Bernauli menyajikan citra yang mengambil, sebagai pokok, sosok manusia, hewan (kadal, burung, kumbang, anjing, ikan, ayam, kupu-kupu), dan tumbuhan (kembang, pohon). Kedua, tingkat asas bentuk atau asas pembentukan. Patung Bernauli tidak menyodorkan citra realistis makhluk hidup. Sungguhpun begitu, bentuknya cenderung biomorfis, yaitu cenderung kepada bentuk yang seakan dihasilkan oleh tenaga dari dalam yang mendesak ke luar ke berbagai arah, menganekaragamkan diri. Pertemuan dengan berbagai kekuatan dari luar menambah keragaman dan ketidakberaturannya. Bentuk demikian, selain menyodorkan variasi yang kaya, juga cenderung menghindari sudut runcing dan menjauhi geometrisme ketat. Perhatikan betapa biomorfisme serta kecenderungan kepada keragaman dan ketidakberaturan itu mendorong Bernauli untuk memilih akar pohon, bukan untuk menyajikan citra akar, melainkan citra mahkluk hidup seperti manusia, kijang, dan lainnya. Kecenderungan itu juga mendorongnya untuk mengambil bahan yang sudah berbentuk oleh proses alamiah atau kebetulan, misalnya bongkah batu atau marmer. Bentuk asli akar dan bongkah itu tidak banyak mengalami alih ragam oleh kerja Bernauli: ia memahat seperlunya dan menghaluskan permukaan bahan itu. Ini ia perlukan untuk memperjelas citra yang ia inginkan dan mempertegas volume atau watak trimatra, karena patung, bagaimanapun, adalah sebuah wujud trimatra (tiga dimensi). Alam juga menuntun Bernauli pada tingkat tema. Patungnya menggugah khayal dan pikiran tentang alam. Ia bicara tentang pencemaran alam (Pemandangan di Awan), perusakan alam (Tragedi Kijang Mas di Gunung Arjuno). Lihat patung Doa Seekor Kadal: kadal yang bertengger pada pokok kayu tumbang itu, tidakkah ia mendoakan pulihnya lagi kesuburan? Tentu saja dalam seni tidak ada "alam itu sendiri", alam an sich. Alam adalah alam sebagaimana ditemui oleh pandangan manusia, alam dilihat melalui kebudayaan. Seni patung Bernauli melibatkan usulan pandangan tertentu tentang alam. Alam itu mempesona dan ajaib, bukan sarana melainkan "sahabat seperjalanan dalam kehidupan". Bernauli mengambil sosok orang Balak dalam pakaian tradisionalnya, misalnya, dalam patung Tortor. Atau tema pikiran "tiga-dalam-kesatuan" dalam kebudayaan Batak (debata na tolu, dalihan na tolu) dalam Tiga Mufakat dan Tiga Terkait. Tidak heran jika ia memungut unsur dari ikonografi Batak: motif kadal. Dalam ikonografi Batak, motif kadal adalah lambang Boraspati ni tano, penguasa tanah dan kesuburan. Dulu orang memohon kepadanya bila hendak memancangkan tiang rumah atau akan menggarap tanah. Dalam patung Bernauli, sekarang sang kadal berdoa. Kepada Debata Mulajadi? Kepada Allah? Boleh jadi ia sudah muslim sekarang (Bernauli sendiri muslim). Dilihat dengan acuan perbatakan, Doa Seekor Kadal bukanlah sekadar fantasi atau fabel. Ia mendukung bobot mitologi, hanya sekarang ia bicara tentang aspirasi alam dan harapan manusia. Acuan kepada kebudayaan Batak tidak hanya sampai di situ. Tor-tor memperlihatkan cara pembentukan yang menekankan penyederhanaan, volume, kesan pejal dan bobot, yang juga tampak dalam sejumlah patung kayu (Tiga Mufakat Ibu dan Anak,) dan patung marmer. Monumentalisme ini adalah juga ciri yang menonjol pada seni patung Batak. Tetapi seni rupa Batak juga menarik karena grafismenya: ornamen garis, halus, sangat berirama. Perhatikan, misalnya, ornamen rumah di Simanindo, Samosir, atau ornamen ulos, terutama ragidup. Padanannya barangkali irama pada musik dan tari Batak tradisional. Monumentalisme dan grafisme ini keduanya tampak pada pekerjaan Bernauli. Kesukaannya kepada garis yang meliku-liku --- katakan, kepada akar -- harus dibayar oleh kekaburan volume dan citra pada beberapa karyanya. Sedang pada karya reliefnya, yang di dalamnya garis atau goresan itu penting, relief justru dikaburkan oleh sapuan akrilik yang kumuh dan tak rata. Munculnya Bernauli layak mendapat sambutan, di masa kita menanti-nanti kebangkitan seni patung modern kita yang jatuh lesu. Bernauli, secara keseluruhan, memperlihatkan janji yang baik. Sai horas ma tondi madingin, pir tondi mat ogu! Semoga kuat dan sejuk tondi Anda, teguhlah tondi Anda. Sanento Yuliman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus