Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Drama air dari waduk karangkates

Penggelontoran kali surabaya dari air dam jagir di surabaya. arus air menyeret sampah, eceng gondok dan limbah pabrik ke muara. bahkan gubuk-gubuk di bibir sungai ikut roboh.

24 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA sumber air ledeng menjadi keruh dan berbau, apa yang diperbuat orang? Surabaya punya cara sendiri: menggelontor kali. Minggu pagi pekan lalu, ketika sebagian warga Kota Surabaya baru bangun tidur, ribuan orang lainnya telah berjejal sepanjang 4 km di tepi Kali Surabaya -- antara dam Gunungsari dan dam Jagir. Ketika jarum jam menunjukkan pukul 06.50, Mbah Kalap, yang pagi itu mengenakan baju putih dan celana hitam, melangkah ke tempat prosesi yang disediakan di dam Jagir, di hilir kali. Lalu, ia berdiri khusyuk menghadapi sesaji. Setelah komat-kamit sebentar -- membaca doa, tentu -- lalu ia menebarkan "kembang setaman" di pintu air yang masih tertutup. "Ini syarat agar selamat," kata Mbah Kalap -- yang di Kartu Tanda Penduduk ditulis: Kahar Supardi. Dan itulah prosesi untuk sebuah penggelontoran yang dilakukan Mbah Kalap, yang dikenal sebagai pawang kali. Tepat pukul 07.00, pintu air dam Jagir dibuka byur. Lalu, air mengalir deras. Lalu, eceng gondok yang tumbuh menutupi permukaan kali bergerak ke hilir. Arus air juga membawa sampah-sampah rumah tangga (plastik, kulit kacang, sandal jepit, bungkus rokok, kaleng bir, hingga tinja) serta limbah pabrik yang dibuang ke kali. Kali kemudian memang menjadi bersih. Tapi, air yang mengikis kali juga meninggalkan petaka. Sekitar 138 rumah liar -- 22 menjadi rusak sama sekali -- yang dibangun penduduk di pinggir kali roboh. "Rumah saya sekarang tinggal secuil," kata Sucipto. Ia tukang becak. Ia cuma bisa menyelamatkan sejumlah perabot rumah tangga, seperti panci, kompor, piring, dan gelas. Semua itu baru persiapan penggelontoran untuk membuat ruas kali antara dua dam itu menjadi asat. Karena di hulu, di dam Gunung sari, 5 juta meter kubik air kiriman Waduk Karangkates, setelah menyusur sungai sejauh 300 km, masih ditahan di pintu air. Sebuah kekuatan dahsyat siap menggelontor. Tepat pukul 09.30, pintu air dam Gunungsari dibuka. Lalu, air kiriman Waduk Karangkates itu menerjang, mengikis endapan lumpur, dan menghanyutkan apa saja yang ada di kali dan di tepian. Aliran air yang "menghanyutkan" biaya Rp 1 milyar itu makin ke hilir makin pekat, makin hitam, makin berebut cepat mengantar limbah ke laut. Ketika kekeruhan kali mulai berkurang, pintu air dam Jagir ditutup kembali. Lalu, pukul 15.00 pintu air dam Gunungsari juga ditutup. Dan sebuah "drama" air yang membuat sejumlah orang kehilangan gubuk kediaman telah berlalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus