Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Empat Cuplikan dari Busan

Perjalanan spiritual, kesendirian yang absurd, perjuangan melawan lupa, dan metamorfosis karakter merupakan tema-tema yang banyak tersaji.

6 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak mudah memilih film mana yang harus ditonton dari 245 film dari 63 negara yang diputar PIFF 2006, apalagi dengan waktu yang sangat terbatas oleh berbagai jadwal konferensi pers dan wawancara. Selain itu, banyak film unggulan yang diputar pada jam yang sama. Inilah beberapa film dengan tema dan gaya bercerita beragam yang sempat ditonton Tempo.

SCREAMS OF THE ANTS

Iran/India/PrancisSutradara: Mohsen MakhmalbafSkenario: Mohsen Makhmalbaf/Vincent MaravalPemain: Mahmoud Chokrollahi, Mahnour ShadziProduksi: Makhmalbaf Film House, 2006

Sepasang suami-istri asal Iran melakukan perjalanan ke India. Sang istri yang luar biasa cantik (Mahnour Shadzi) sedang tergila-gila pada religiositas Timur, terobsesi mencari "manusia sempurna" sembari menutup rangsangan ragawi. Sementara sang suami yang ateis (Mahmoud Chokrollahi) mengira perjalanan itu sebuah tamasya romantis yang mesti melibatkan manisnya berahi. Ia terkejut dan meradang ketika sang istri menampik gairahnya.

Sepanjang perjalanan yang dipenuhi perbedaan tafsir atas berbagai hal yang mereka temui, Makhmalbaf, 49 tahun, membenturkan pertanyaan-pertanyaan eksistensial tentang kemanusiaan dan penderitaan lewat dialog kedua tokoh utama. Pada beberapa bagian Makhmalbaf mengundang gelak tawa penonton dengan "keusilannya" melucuti struktur berpikir masyarakat tentang mitos "orang suci", misalnya seorang fakir yang dipercaya mampu menghentikan laju kereta api dengan tangannya.

Sang istri pun semakin tenggelam dalam khalwat spiritualnya sehingga ia yakin bisa mendengar jeritan semut yang terinjak dalam setiap langkahnya untuk menemukan "manusia sempurna". Di tahap ini, sang suami tak bisa lagi menahan keterkejutannya melihat prosesi pembakaran mayat di Sungai Gangga, sebuah prosesi yang dilakukan berdasarkan status sosial sang mayat ketika hidup. Ia menjerit keras, melengking-lengking, jauh lebih panik dibandingkan pekik semut-semut yang didengar istrinya.

12:08 EAST OF BUCHARESTRumaniaSutradara/Skenario: Corneliu PorumboiuPemain: Mircea Andreescu, Teodor Corban, Ion SapdaruProduksi: 42 Km Film, 2006

Salah satu kategori dalam PIFF yang paling menarik adalah Critic's Choice, segmen berisi 12 film yang direkomendasikan para kritikus. Bertakhta di puncak daftar adalah 12:08 East of Bucharest, pemenang Kamera Emas (Camera d'Or) Cannes 2006. Dibesut dalam kemasan komedi yang cerdas, film ini menakar ulang ingatan kolektif massa tentang arti revolusi ketika diktator Nicolae Ceaucescu terjungkal pada 22 Desember 1989.

Untuk menguji ingatan massa tentang saat bersejarah itu, pembawa acara sebuah televisi lokal bernama Jderescu (Mircea Andreescu) menggelar sebuah talk show dengan dua narasumber, yaitu dosen sejarah yang doyan mabuk, Manescu (Teodor Corban), dan Santa Klaus paruh waktu, Piscoci (Ion Sapdaru). Jderescu menanyakan satu pertanyaan kepada tamunya: apakah revolusi memang terjadi di kota kecil mereka? Ia mematok pukul 12:08-ini saat Ceaucescu meninggalkan istananya di Bukares dengan helikopter-sebagai penyaring apakah revolusi terjadi atau tidak. Jika penduduk memenuhi alun-alun kota sebelum pukul 12:08, artinya mereka memang memberikan kontribusi bagi tumbangnya sang diktator. Tapi setelahnya, berarti yang terjadi hanya pesta kemenangan biasa.

Begitu kedua narasumber memberikan jawaban masing-masing, berbagai telepon masuk dari penonton memberikan beragam komentar, kadang saling bertentangan. Di sini ungkapan "sejarah adalah perjuangan melawan lupa" menemukan bentuknya yang paling menyegarkan. Seandainya panitia Jakarta International Film Festival bisa memutar film ini bulan depan, relevansinya dengan bangsa ini semakin bertalu-talu. Sebab, bukankah jika sudah menyangkut masa silam, adalah tabiat manusia untuk meninggikan peran masing-masing?

LIGHTS IN THE DUSKFinlandiaSutradara/Skenario: Aki KaurismkiPemain: Janne Hyytiinen, Maria JrvenhelmiProduksi: Sputnik Oly, 2006

Film ini adalah akhir dari trilogi Drifting Clouds (1996), dan The Man Without a Past (2002) yang ditunggu-tunggu penggemar Aki Kaurismki. Bukan saja sebagai akibat dari pencapaian estetis The Man Without a Past yang meraih Grand Prix pada Festival Film Cannes 2002, melainkan karena pendiriannya. Kaurismki memboikot penghargaan Oscar sebagai bentuk protesnya terhadap pemerintahan George W. Bush yang mengobarkan perang di Irak. Padahal, pada dua pemboikotan itu (Oscar 2003 dan 2007), kedua filmnya berpeluang besar untuk menyabet penghargaan film berbahasa asing terbaik.

Lights in the Dusk menyorot hidup seorang penjaga keamanan pusat pertokoan bernama Koistinen (Janne Hyytiinen) yang cermat dalam bertugas, tapi tak punya kehidupan sosial yang dinamis. Ia cenderung menarik diri dari pergaulan, dan memilih minum bir sendiri ketimbang bergabung dengan rekan-rekannya setelah bertugas. Tabiatnya ini kemudian dimanfaatkan seorang femme fatale (Maria Jrvenhelmi) yang berpura-pura jatuh cinta padanya, padahal si jelita ini tak lain dari anggota jaringan sebuah mafia yang ingin menjebol toko permata di pusat pertokoan yang dijaga Koistinen.

Plot yang kerap dipakai film-film kategori B (B-movies) ini di tangan Kaurismki tak tergelincir menjadi film noir yang mengandalkan duel senjata genggam. Ia malah membubuhi dengan sederet narasi kepedihan, yang nyaris absurd meski kadang-kadang bertebar kelakar, tentang gamang-nya kesendirian: sebuah keterampilan khas Kaurismki yang membuat kritikus Geoff Andrews menempatkannya sebagai 250 sutradara yang menentukan arah perfilman dunia.

RAIN DOGSMalaysia/Hong Kong CinaSutradara/Skenario: Ho Yuhang, Lim Lay Kuen, Too Set FoongPemain: Kuan Choon Wai, Liu Wai Hung, Pete Teo.Produksi: Paperheart Ltd & Focus Films Ltd, 2006

Dalam percakapan singkatnya dengan Tempo, Ho Yuhang, sutradara kelahiran Petaling Jaya, Malaysia, dengan gayanya yang kocak menyebut Rain Dogs "memberikan kepuasan estetika tersendiri". Maklum, film ini adalah buah dari proyek First Cuts yang didukung Andy Lau bagi enam sutradara muda Asia agar "tak pusing memikirkan pendanaan".

Rain Dogs adalah kisah linier tentang Chai (Kuan Choon Wai), pemuda blasteran Cina-India berusia 19 tahun, yang pergi meninggalkan ibunya di kampung untuk mencari kakaknya di Kuala Lumpur. Dalam sebuah keributan di meja biliar, sang kakak mati ditikam dua bandit kelas teri. Peristiwa itu membawa banyak perubahan bagi perilaku Chai, hubungan dengan ibunya, dan caranya memandang kehidupan.

Dari Tokyo International Film Festival, Garin Nugroho yang menjadi salah satu juri sempat memberikan wanti-wanti, "Hati-hati dengan kemajuan film Malaysia." Di Busan, prediksi Garin terbukti. Ho Yuhang menggenggam dua kredit sekaligus: sebagai sutradara (Rain Dogs) dan editor (Love Conquers All) terbaik. Film Malaysia lainnya karya Tan Chui Mui menjadi film terbaik di PIFF 2006.

Menurut Nia Di Nata, Ho Yuhang-pendidikan formalnya sarjana teknik mesin dari Iowa State University-adalah "sutradara Malaysia yang paling menarik diperhatikan pencapaiannya". Film pertama Yuhang, Min, meraih penghargaan Special Jury Prize dari Nantes, dan film keduanya Sanctuary merebut NETPAC Award di Busan (2004) dan Honorary Mention di Rotterdam (2005).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus