Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Erucakra petani jawa

Pengarang: sartono kartodirjo jakarta: sinar harapan, 1984 resensi oleh: kuntowijoyo. (bk)

3 November 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RATU ADIL Oeh: Sartono Kartodirdjo Penerbit: Sinar Harapan, Jakarta, 1984, 158 halaman ADA waktunya ketika sebutan adil mempunyai daya tarik luar biasa. Demikianlah pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 gerakan Ratu Adil mewakili protes sosial petani melawan kekuasaan kolonial. Sartono Kartodirdjo, guru besar sejarah pada Universitas Gadjah Mada, yang menulis gerakan petani di Jawa, di antaranya The Peasants' Revolt of Banten in 1888 dan Protest Movements in Rural Java, kali ini mengungkapkan ideologi petani yang tertindas. Terdiri dari lima bab, buku ini terbagi atas: Bab 1, "Gerakan-Gerakan Keagamaan di Jawa dalam Abad-Abad ke-19 dan ke-20" Bab II. "Radikalisme Agraria di Jawa: Latar Belakang dan Perkembangannya" Bab III, "Tanggapan-Tanggapan terhadap Masuknya Belanda di Jawa" ketiganya membahas gerakan Ratu Adil pada abad ke-19 dan ke-20. Sedangkan Bab IV, "Mobilisasi Petani dan Perkembangan Politik di Indonesia" dan Bab V, "Keresahan Agraria dan Mobilisasi Petani di Jawa dalam Tahun-Tahun 1960-an", membahas gerakan petani di bawah pengaruh ideologi komunis. Meski antara gerakan Ratu Adil dan erakan komunis terdapat perbedaan yang jelas dalam kepemimpinan, ideologi, dan sistem kepercayaannya, sebagai sama-sama gerakan petani, keduanya mempunyai kesamaan dalam tingkahnya yang radikal. Gerakan petani di Jawa dalam buku ini dibagi atas pembabakan: Periode Utopia dan Periode Ideologi. Dalam Periode Utopia (Bab I, II, dan III? petani digerakkan oleh agama dan mitologi yang nonrasional. Gerakan dalam periode ini ditandai dengan cita-cita tentang Ratu Adil (mesianisme), zaman keemasan (milenarianisme), kepribumian (nativisme), ramalan masa depan (eskatologi), perang suci (perang sabil, jihad), dan kebencian pada yang asing (xenofobia). Sementara itu, sistem kepercayaan petani penuh dengan alam pikiran magico-mysticism seperti tampak dalam tersebarnya ilmu kawedukan dan ilmu kaslametan, serta pemujaan terhadap nenek moyang seperti terlihat pada upacara mengunjungi makam keramat sebelum petani melakukan aksi. Para pemimpin gerakan Ratu Adil mengaku diri sebagai atau mewakili juru selamat - Sang Ratu Adil. Mereka terdiri dari guru, kiai, atau orang suci yang mempunyai karisma. Nama Erucakra biasa dipakai pemimpin gerakan mesianistik yang dipengaruhi oleh cita-cita mahdisme dalam Islam (Bab I). Radikalisme agraria mempunyai latar belakang sosial-ekonomi (Bab II). Tetapi terjadinya peristiwa-peristiwa selalu karena adanya akselerator berupa pemimpin, ideologi, dan penyebarluasan ideologi itu. Di balik ideologi (baca: mitologi) itu terdapat gejala mental atau struktur kesadaran tertentu yang lahir dari kemiskinan, penindasan, serta konflik-konflik sosial-ekonomi dan keagamaan (Bab III). Dalam Periode Ideologi (Bab IV dan V) terjadi mobilisasi petani oleh Barisan Tani Indonesia (BTI), yang didukung PKI, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ideologi populis dari komunisme dengan program land reform telah menarik petani miskin untuk melakukan aksi sepihak. Aksi ini juga merupakan reaksi terhadap keresahan sosial-ekonomi pedesaan dan penimdasan baik sungguhan maupun rekaan. Perubahan struktur agraria di pedesaan menghasilkan semakin banyaknya buruh tani yang tak bertanah. Struktur sosial pedesaan telah pula membagi-bagi penduduk ke dalam kelas-kelas sosial yang menghilangkan ciri-ciri komunal dan kohesi desa. Keadaan ini dimanfaatkan PKI dengan berusaha memompakan kesadaran dan konflik kelas di kalangan petani. Maka, massa miskin inilah yang terpanggil oleh seruan idcologi komunis itu (Bab IV). Akibatnya? Organisasi-organisasi sosial di tingkat desa berubah menjadi wadah penyaluran konflik sosial-ekonomis itu. Untunglah, frustrasi yang disebabkan kemiskinan mendalam itu tidak selalu berhasil menyingkirkan ikatan-ikatan keagamaan dan hubungan patron-client di desa. Sehingga, pembentukan sebuah kelas petani yang eksklusif dan agresif masih jauh dari kenyataan. Di beberapa tempat, seperti di Jombang, ternyata agama bahkan dapat melestarikan ikatan komunal desa dalam pembagian sumber, hasil, dan risiko. SebaIiknya, di daerah Klaten, ikatan desa telah dilumpuhkan oleh modernisasi teknik pertanian dan kepadatan penduduk, sehingga PKI berhasil melaksanakan aksi-aksi sepihak (Bab V). Sekalipun buku ini berhenti sampai di situ, ia bercerita lebih banyak dari sekadar jumlah halamannya. Kita jadi khawatir kalau-kalau sejarah terulang - barangkali di antara para petani, barangkali dari kelas sosial bukan petani. Jika pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 agama mempunyai watak radikal, menjadi konservatif dan pendukung status quo dalam menghadapi gerakan komunis (1960-1965), kita jadi bertanya-tanya peranan apa yang dibawa agama sekarang ini. Apakah agama akan kembali pada gerakan utopia mesianistis, atau telah belajar mendefinisikan kembali sebutan adil dalam konteks scientific politics? Profesor Sartono, yang pernah menjadi direktur Pusat Penelitian dan Pengembangan Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada, diharapkan dapat menulis babakan berikutnya dari gerakan. petani, yaitu gerakan pada Periode "Politik Ilmiah". Kuntowijoyo. *) Sejararwan dan staf pengajar pada Universitas Gajah Mada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus