Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tembang Nikadekin menjadi pembuka pentas musik daring karya Gondrong Gunarto di kanal YouTube BudayaSaya, Rabu malam lalu. Dimainkan oleh sejumlah musikus, Nikadekin adalah tafsir Gondrong terhadap pukulan perkusif, energi musikal, dan gaya musik Bali. Karya itu memadukan musik tradisi, seperti gamelan, kendang, dan rebana, dengan musik modern, seperti drum, gitar elektrik, dan saxophone.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nikadekin, menurut Gondrong, adalah salah satu persinggungannya dengan kesenian Bali yang ia temui saat kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. "Saya ingin mengeluarkan (nuansa) Bali dengan ekspresi dan media sendiri dan diolah sungguh-sungguh, sehingga ini bisa diterima oleh banyak kalangan yang lebih luas," ujar Gondrong kepada Tempo, Kamis lalu.
Dalam perjalanan musiknya, Gondrong telah melakukan berbagai persinggungan dengan berbagai komposer. Persinggungan itu telah mempengaruhi setiap karya yang lahir dari irama gamelan yang ia ciptakan. Delapan karya yang ditampilkan dalam pentas bertajuk "Tomorrow Never Knows" malam itu menyingkap satu per satu perjalanan karya gamelan kontemporer putra seorang dalang ini. Ia berkolaborasi dengan Rumah Banjarsari Ruang Publik dan Seni serta Bukan Musik Biasa.
Karya berjudul Spoons, misalnya, merupakan hasil perjumpaan Gondrong dengan musikus Inggris, Susheela Raman dan Sam Mills. Lagu Spoons dieksplorasi untuk mencari titik temu musikal antara Barat dan Timur. Selain Spoons, ada pula karya berjudul Tanpa Nama dan Tomorrow Never Knows yang juga mengetengahkan persinggungan itu.
Persoalan kompleksitas kehidupan juga dengan apik dimainkan Gondrong lewat karya Kembang Kempis. Seperti kehidupan, ujar Gondrong, semua bermula dari entitas sederhana, lalu beranjak menuju kompleksitas, yang kemudian kembali pada kesederhanaan. "Kembang Kempis berangkat dari nada-nada sederhana, menjadi komposisi yang semakin kompleks dan kembali kesederhanaan bunyi nada," tuturnya.
Yang tak kalah menarik, Gondrong membawa kenangan paling personal bersama anak-anaknya lewat aransemen lagu Wind yang menjadi latar lagu salah satu film animasi asal Jepang. Meski dialihbahasakan dari bahasa Inggris, Gondrong mempertahankan lirik-lirik puitis Akeboshi dalam bahasa Indonesia. Gaungan nada gamelan dengan kuat masuk dalam benaknya sejak pertama kali mendengarkan lagu Wind.
"Saya mencoba menyusun kembali bagaimana karakter Akeboshi tetap kuat dalam lagu Wind, tapi bisa diterima dalam bahasa Indonesia diiringi gamelan," ujar pria kelahiran Ngawi, Jawa Timur, 20 Agustus 1974, ini.
Pengalaman Gondrong menyaksikan reog di desanya, yang sangat berbeda dari penampilan musikalitas reog Ponorogo, tak lepas dari eksperimennya. Pukulan-pukulan reog itu dikembangkan menjadi karya berjudul Jangganong dengan paduan reog bercampur musik rock dan reggae. "Jangganong itu penari anak bertopeng. Salam bayangan saya penari itu bisa bergoyang dengan beat-beat gitar, saksofon, perkusi yang membawa nada kepada reog yang kental."
Gondrong telah lama berkelana dari panggung ke panggung mementaskan musik tradisi hingga kontemporer. Karyanya pernah hadir di Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Spanyol, Serbia, Inggris, Prancis, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Malaysia. Persinggungan-persinggungan itu mewarnai jalan musik Gondrong yang dinamis dan memberi pengaruh dalam setiap karyanya.
Musik telah menjadi jalan hidup Gondrong sejak menempuh pendidikan strata satu hingga magister di ISI Surakarta. Mengambil spesifikasi pada bidang penciptaan, Gondrong dikenal sebagai musikus yang meleburkan teknik dan idiom musik tradisional khas Jawa dengan unsur-unsur dari luar. Interaksinya bersama I Wayan Sadra, Sono Seni Ensemble, dan Rahayu Supanggah turut mempengaruhi kreativitasnya.
Kedatangan Susheela Raman dan Sam Mills ke Solo pada 2015, yang kemudian melahirkan kelompok Ghost Gamelan serta album Susheela Raman dan Ghost Gamelan, telah membuka pikirannya bahwa usia musik gamelan akan panjang. Bersama gamelan, karya Gondrong turut masuk nominasi 10 album terbaik dunia dalam kategori musik tanpa batas, baik di London maupun Paris.
"Seperti saya menemukan Ghost Gamelan, saya yakin gamelan akan ditemukan lagi oleh orang kreatif dan ingin melestarikan tradisi yang kuat," ujar Gondrong. "Kemungkinan-kemungkinan baru akan terus terbuka untuk kreativitas saya di bidang gamelan kontemporer."
Lagu The Beatles, Tomorrow Never Knows, dieksplorasi dan dihadirkan dengan musiknya yang khas, memadukan instrumen musik modern dan gamelan, menjadi penutup manis pertunjukan itu. Tembang yang judulnya disematkan sebagai tema konser itu dinyanyikan seorang vokalis perempuan dengan penuh penghayatan. ...But listen to the/ color of your dreams/ It is not living/ It is not living... ***
LARISSA HUDA
DAFTAR LAGU
- Nikadekin karya Gondrong Gunarto
- Musirawas karya Gondrong Gunarto
- Spoons karya Sam Mills - Gondrong Gunarto
- Kembang Kempis karya Gondrong Gunarto
- Tanpa Nama karya Sam Mills - Gondrong Gunarto
- Wind karya Akeboshi - Gondrong Gunarto
- Jangganong karya Gondrong Gunarto
- Tomorrow Never Knows karya The Beatles - Gondrong Gunarto
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo