Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Hatta, sang pengawal hati nurani...

Pengarang : deliar noer jakarta : lp3es resensi oleh : roeslan abdulgani.

24 Maret 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOHAMMAD HATTA, BIOGRAFI POLITIK Penulis: Deliar Noer Penerbit: LP3ES, Jakarta, 1990, 778 halaman ADA bermacam-macam tipe biografi. Literatur Amerika tentang biografi mengemukakan dua tipe. Satu: biografi tentang cerita hidup seorang tokoh yang "mortal". Kedua: biografi seorang pribadi yang, sekalipun sudah mati, akan tetap "immortal". Yang pertama: sekali mati, tetap mati terus. Yang kedua: sekalipun sudah mati, akan terus hidup. Sedang literatur Eropa menekankan keharusan sifat interpretative setiap biografi. Yaitu adanya penafsiran tentang dorongan hidup tokoh yang dibiografikan. Buku Mohammad Hatta Biografi Politik yang ditulis oleh Deliar Noer sulit dimasukkan dalam salah satu tipe biografi di atas. Membaca keseluruhan isi buku ini membawa kita pada kesimpulan, tokoh Mohammad Hatta terlukis di sini tidak hanya sebagai suatu kehidupan seorang tokoh yang "mortal" saja, tetapi tercermin di dalamnya juga suatu rangkaian pemikiran beliau di bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, agama, serta moral dan etika yang tidak mengenai "matisirna". Melainkan akan terus hidup di generasi mendatang, yang selalu ingin belajar sejarah hidup tokoh-tokoh bangsanya. Dijelaskan dalam buku ini, dorongan dan motivasi Mohammad Hatta yang mendasari sepak-terjang hidupnya, dan alam-pikiran dan alam-perasaannya. Deliar Noer memberikan watak interpretatif kepada hidup Mohammad Hatta. Karena itu, buku biografi-politik ini mencakup semua aspek persyaratan Amerika dan Eropa di atas. Pembabakan sejarah hidup Bung Hatta dalam 12 bab, sejak masa kecilnya, masa studinya di Negeri Belanda, masa kembalinya ke tanah air, dan terus berjuang di zaman kolonialisme Hindia-Belanda, militerisme Jepang, menjadi ko-Proklamator Kemerdekaan Indonesia bersama-sama dengan Bung Karno, masa demokrasi liberal sampai akhir hayatnya, mencerminkan kecermatan Deliar Noer dalam menyusun buku ini. Setiap pribadi, besar kecil, dibina oleh pembawaan, oleh lingkungan, dan oleh kemauannya sendiri. Artinya, bahwa pembawaan yang diwariskan dari orangtuanya merupakan modal pertama. Kemudian pengaruh lingkungan yang selalu merupakan peluang dan tantangan bagi perkembangan pribadinya. Akhirnya kemauan pribadi itu sendiri yang merupakan faktor penentu bagi perkembangan seorang pribadi. Demikian ajaran ilmu paedogogi dan ilmu psikologi tentang perkembangan setiap pribadi di dunia ini. Jika kita mengikuti tiga lingkaran pengaruh ini, maka Deliar Noer berhasil melukiskan faktor pembawaan, faktor lingkungan, dan faktor kemauan yang menempa sosok Mohammad Hatta menjadi Bung Hatta sebagai suatu keutuhan pribadi yang telah menjalani lakon-hidup di dunia ini secara mengesankan sekali: religius, disipliner, demokratis, dan jujur tenang. Sumber-sumber yang dipergunakan oleh penulis luas sekali. Baik sumber primer maupun sumber sekunder. Begitu banyak sumber itu, sampai penulis sendiri khawatir akan timbul kejenuhan di kalangan pembaca apabila semua digunakan. Sebaliknya, Bung Hatta akan muncul tidak utuh dan tidak lengkap apabila harus dilakukan seleksi sumber, sehingga ada yang terbuang karenanya. Bagaimanapun dilematisnya persoalan ini, dalam buku ini tercermin secara cukup akurat pikiran dan sikap Bung Hatta menghadapi berbagai masalah politik. Umpamanya, kita dapat membaca di situ watak revolusionernya sewaktu belajar di negeri Belanda serta nasionalisme dan patriotismenya yang sangat teguh, dengan kutipan kata bersayap Rene de Clerq: "Hanya ada satu negeri yang menjadi negeriku. Ia tumbuh dengan amal perbuatan, dan amal perbuatan itu adalah amal-perbuatanku". Kata bersayap yang mengunci pidato pembelaan Bung Hatta di depan pengadilan Belanda pada 1926 itu bergema ke Tanah Air, dan membakar jiwa pemuda Indonesia di mana-mana. Demikian pula kita dapat membaca dalam buku ini jiwa nasionalisme dan patriotisme yang religius, humanis, dan demokratis itu, semasa beliau kembali ke Tanah Air sampai akhir hidupnya. Baik di dalam maupun di luar pemerintahan beliau tetap memegang teguh jiwa itu. Itulah sebabnya beliau selalu menghidup-hidupkan jiwa Pancasila kita, dan menentang apa yang beliau anggap menyeleweng dari garis lurusnya. Bagi beliau, dasar Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sumber moral dan etika, yang menghidupi empat sila lainnya. Itulah sebabnya, beliau tidak segan-segan untuk selalu mengeluarkan kritiknya. Tidak hanya terhadap pemerintahan Presiden Soekarno, tetapi juga terhadap pemerintahan Presiden Soeharto. Memang orang boleh berbeda pendapat tentang wajar atau tidaknya kritik-kritik itu, tetapi Bung Hatta sepanjang hidupnya dalam alam kemerdekaan itu berfungsi sebagai "Pengawal Hati Nurani Nasional" atau "The Guardian of National Conscience". Mungkin beliau terlalu berpikir perfeksionistis dan terlalu hidup puritan. Louis Fisher, biograwan Mahatma Gandhi, pernah mengkualifikasikan Bung Hatta sebagai seorang yang mengutamakan penyelesaian perfeksionistis. Dan karena perfeksionisme tidak selalu tercapai, dan Bung Hatta memilih lebih baik mengundurkan diri, maka hal ini yang menimbulkan kesan "tragis". Ini suatu kesan yang tidak tepat dan tidak cocok dengan kenyataan. Sebab, mundur bagi Bung Hatta bukan menyerah. Melainkan melapangkan jalan secara kesatria dan demokratis bagi kawan seperjuangannya yang menganut politik tertentu, tapi yang beliau yakini keliru. H. Roelan Abdulgani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus