Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Shinta Maharani
[email protected]
Vincencius “Venzha” Christiawan menggambar renik-renik komponen piring terbang. Obyek unidentified flying object (UFO) pada kayu itu memuat detail keterangan setiap bagian. Misalnya, pada benda itu terdapat informasi kapasitas baterai. Ada juga angka-angka yang njlimet. Di tengah-tengah UFO itu, terdapat dua makhluk cerdas yang sedang berdiri.
Karya Venzha berjudul 02188130020424 ini satu di antara karya seni yang dipamerkan di The House of Natural Fiber (HONF) Foundation di Jalan Langenastran Lor, Yogyakarta, 5-13 Juni 2018. Karya seni berbentuk UFO raksasa ciptaan Venzha itu dipajang di halaman HONF, yang menunjukkan ciri khasnya.
HONF, yang berfokus pada pengembangan budaya dan seni media baru, memberi judul pameran itu “Spatial”, yang menggabungkan visi, imajinasi, dan kenyataan. Terdapat 20 seniman dari beragam latar belakang disiplin ilmu yang memamerkan karyanya.
Mereka di antaranya seniman yang berfokus pada sains ruang angkasa, desainer, arsitek, dan musikus. Selain Venzha, seniman yang berpameran antara lain Rupa Bule, Ican Harem, Farid Stevy Asta, Bonita Margaret, Anna Nurwidayanti, Bagussatya, Dhoni Yudhanto, Gamaliel Zeffanya, dan Anggito Rahman.
Venzha, yang dikenal sebagai pemburu UFO, mereka ulang benda angkasa itu, yang bagian-bagiannya telah diteliti banyak ilmuwan. Misalnya, kecepatan kendaraan itu yang tak terpengaruh gravitasi bumi, planet, dan meteor. Dia menyebut UFO sebagai Vehicle of God. “Tuhan di sini bukan tuhan dalam agama, melainkan sesuatu yang besar dari ketidakterbatasan alam semesta,” kata Venzha kepada Tempo di sela pembukaan pameran.
Lewat karya itu, ia ingin mengajak orang melihat komposisi penyusun alam semesta, materi yang menyusun planet, dan awal mula kehidupan cerdas. Tak harus meninggalkan agama atau kepercayaan bila orang hendak mencari misteri alam semesta. “Karya itu mengajak orang membuka pikiran terhadap pengetahuan dan misteri alam semesta,” tuturnya.
Tema ruang angkasa juga muncul pada gambar karya seri Rony Sanjaya berjudul Urip Mulya. Rony membuat gambar berbahan water colour pada kertas. Semua obyeknya perempuan dalam berbagai pose dengan warna cerah. Mereka terlihat penuh energi dan riang gembira. Salah satunya gambar perempuan yang tersenyum dengan mengenakan pakaian ruang angkasa. Pada karya ini, tertera tulisan “space dan traveller”. Gambar lainnya berupa gadis yang sedang berenang dan dikelilingi ikan.
Karya seri Rony bicara tentang bagaimana orang merasakan hidup. Semua terpecah-pecah dan, ketika orang mampu menggabungkannya, orang makin tahu bahwa kehidupan itu indah.
Karakter sains fiksi muncul pada karya Gamaliel Zeffanya berjudul Error. Dia membuat karya berbahan tinta di atas kertas berobyek tengkorak raksasa di tengah kota. Robot tengkorak jumbo itu menguasai kota dan seisinya. Benda ini ada di antara gedung pencakar langit dan manusia yang berlarian.
Gamaliel mengatakan gambar itu merupakan imajinasi tentang para ilmuwan yang memiliki tempat jauh dari kota yang digunakan untuk membuat robot dari tengkorak raksasa. “Namun ilmuwan gagal sehingga robot itu hilang kendali,” ujarnya.
Karya Ican Harem berjudul Sadboi juga mengajak orang untuk terbuka terhadap budaya Jepang, satu di antaranya komik Jepang. Lukisan akrilik di atas kanvas itu bicara tentang anime, manga, dan hentai. Publik mengenal hentai sebagai komik dan animasi bergenre seks.
Ia melukis karakter anak laki-laki yang membuka mulutnya dan hendak menelan cairan putih. Pada gambar itu, tertera tulisan “Sad cum”. Ican, yang menggilai hentai, ingin mengajak orang melihat hal-hal tabu. Di Indonesia, orang canggung membicarakan hentai sebagai konsumsi dewasa. “Pengaruhnya adalah apresiasi terhadap hentai kurang. Karya ini ingin membikin kaget saja mengenai hal-hal yang tabu,” kata Ican.
Perupa Rupa Bule membuat karya sederhana, yakni hanya gambar titik pada tinta di atas kertas. Menurut dia, titik merupakan elemen penting dalam seni rupa sebelum dikembangkan menjadi garis bidang. Pada karya itu, ia ingin bicara tentang percepatan teknologi yang membuat sebagian manusia kehilangan maknanya “Manusia menjadi mesin-mesin simbolik yang kehilangan maknanya. Menjadi banal,” kata Rupa Bule.
Kurator pameran, Irene Agrivina, mengatakan pameran ini memberikan kebebasan kepada seniman lintas disiplin ilmu untuk memanfaatkan ruang pamer. Ada seniman yang berlatar arsitek, fashion, desain grafis, dan sains. Karya yang dipamerkan tidak harus murni karya seni rupa. Ada karya seni yang berupa gambar kerja atau maket rumah. “Tema ‘Spatial’ berarti membuka ruang yang lebih luas dengan banyak persepsi terhadap karya.” ***
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo