Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lelaki sepuh itu berjalan sedikit terseok. Langkahnya terhenti ketika sekelompok orang tiba-tiba mengerumuninya. Lelaki itu James Bulger. Setelah 16 tahun hidup dalam pelarian, ia akhirnya ditangkap di sebuah rumah di kawasan Santa Monica, Los Angeles, Amerika Serikat, pada 2011.
James Bulger atau dikenal dengan sebutan?Whitey Bulger adalah penjahat kelas kakap yang pernah menguasai wilayah selatan Boston. Bulger, yang ketika ditangkap berusia 81 tahun, didakwa telah melakukan 19 pembunuhan serta terlibat dalam perdagangan narkotik, pemerasan, dan pencucian uang. Lelaki keturunan Irlandia yang selama 20 tahun menjadi informan Biro Penyelidikan Federal (FBI) itu dihukum penjara dua kali seumur hidup.
Sutradara Scott Cooper mencoba meringkas sepak terjang pria yang akrab disapa Jimmy itu dalam film Black Mass. Film berlatar Boston pada 1970-1990-an ini dibuat berdasarkan novel Black Mass: The True Story of an Unholy Alliance Between the FBI and the Irish Mob karangan Dick Lehr dan Gerard O'Neill, dua jurnalis Boston Globe.
Cooper menggarap film ini dengan penceritaan yang lambat, kelam, getir, dan dingin dengan metode flashback. Sosok Bulger bergulir dari kesaksian anak buahnya ketika diinterogasi polisi. Cooper merangkai kembali sepak terjang Bulger (diperankan Johnny Depp) yang memulai kariernya di dunia hitam sebagai penjahat jalanan di Boston. Sebuah pilihan pekerjaan yang berseberangan dengan adik lelakinya, William "Billy" Bulger (Benedict Cumberbatch), yang menjadi politikus.
James Bulger belakangan menjelma menjadi penjahat besar setelah teman masa kecilnya, John Connolly?(Joel Edgerton),?yang menjadi anggota FBI, mengajaknya bekerja sama untuk meringkus geng mafia asal Italia penguasa bagian utara Boston yang paling ditakuti, Angiulo Brothers. Bulger kemudian memanfaatkan kedekatannya dengan kawan FBI-nya itu untuk memperlancar bisnis haramnya, termasuk membantu Tentara Pembebasan Irlandia (IRA). Hingga pada akhirnya?pemimpin FBI merasakan kejanggalan karena setiap kasus kriminal yang?melibatkan James Bulger, laki-laki itu selalu dilaporkan bersih dan tidak bersalah.
Cooper, yang pernah mengarahkan Jeff Bridges di Crazy Heart (2009) hingga sukses memperoleh Oscar pertamanya, berhasil memaksa Johnny Depp menampilkan kemampuan terbaiknya. Depp tak cuma secara fisik bertransformasi menjadi lelaki paruh baya dengan kulit wajah mulai mengeriput dan kepala meranggas dimakan usia. Dia juga sukses menampilkan sosok Bulger sebagai gangster bengis yang paling menakutkan di wilayah Boston. Kesalahan kecil yang menurut dia sebagai hinaan dapat membuatnya naik darah dan tak segan membunuh. Ia meneror lewat gaya bicaranya yang ramah, lembut, tapi mengintimidasi. Tatapan matanya yang tajam sanggup membuat lawan bicaranya ketakutan. Dan teror itu menyebar ke penonton yang waswas menunggu tindakan brutal apa lagi yang bakal dia lakukan.
Namun, di satu sisi, Depp juga bisa menunjukkan sisi sensitif Bulger sebagai suami yang romantis, ayah yang menyayangi anaknya, anak yang berbakti kepada ibunya, dan kakak yang bangga atas keberhasilan adiknya. Cooper tidak terpaku pada karakter Bulger. Banyak karakter lain yang memiliki andil tertentu dalam ceritanya yang memperkuat karakter Bulger.
Namun tentu saja Black Mass bukan tanpa kelemahan. Selain taburan kata-kata kasar dan adegan kekerasan seperti penembakan brutal, cipratan darah, dan pembunuhan sadistis yang menggambarkan sisi kejam Bulger, formula yang dipakai film ini masih mirip dengan film-film gangster terdahulu, termasuk The Godfather (1972). Bahkan beberapa adegan mengingatkan kita pada film Goodfellas (1990) garapan Martin Scorsese. Meski begitu, usaha Cooper mencoba mereka ulang peristiwa masa lalu layak diapresiasi. Terlebih tidak banyak yang mengenal siapa itu James Whitey Bulger, yang kini mendekam di penjara Florida.
Nunuy Nurhayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo