Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Jual bebas sekarang

Dalam menanggapi ketidak puasan beberapa produser mengenai jangka waktu peredaran film. direktur pelaksana pt perfin huffman memberikan kebijaksanaan agar produser mengedarkan sendiri filmnya.

14 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WASHI Dipa, dari Dipa Jaya Film Jakarta, pernah datang pada LJN Hoffman direktur pelaksana PT Perfin. Ia melaporkan bahwa di salah sebuah rumah telah berkumpul 4 orang produser film. Mereka bermaksud membuat pernyataan, bahkan kalau mungkin mosi tidak percaya -- terhadap PT Perfin. Begitulah dinyatakan oleh Chaidir Rachman selaku Humas Perfin. Tapi laporan Washi Dipa tidak ditanggapi Hoffman secara serius. Lantaran menurut Chaidir, "pimpinan PPFI dan Perfin menganggap hal itu tidak lebih dari sebuah proof baloon, dari suatu rencana yang diprakarsai oleh satu-dua produser yang menjadi kalap lantaran mengalami colapse". Untuk menutupinya mereka berusaha menuding pihak lain, dalam hal ini PT Perfin. Padahal ambruknya usaha mereka selaku produser film disebabkan buruknya tatalaksana yang mereka lakukan sendiri, dalam membina dan menyelenggarakan usaha di bidang produksi dan pemasaran film. Begitu kira-kira uraian Chaidir yang disiarkan ke berbagai kantor surat kabar. Bikin Pabrik Tempe Ketidak-puasan para produser tidak lain karena jangka waktu peredaran Film yang sangat lama. Apalagi setelah diputarnya film nasional melalui Perfin, hanya Taran Kota yang mencatat jumlah penonton paling banyak". Kalau tidak ada yang menonton, itu bukan kesalahan Perfin. Bikin film bagus tentu banyak yang menonton", kata Hofman. Para produser menjawab: "Ya bikin film bagus sih boleh. Tapi kalau untuk beredar masih harus menunggu 6 atau 7 bulan, bagaimana bisa produksi lagi? Lalu beberapa produser seperti Rofii Prabancana dari Sri Agung Utama, Sandi Suwardi Hasan dari Serayu Agung Film dan H. Ping Wiryawan yang memproduksi Mipi Sedib, kemudian Panorama Film dan Chan Patimura, sudah berniat menghentikan produksinya. "Berproduksi hanya akan menghamburkan uang saja", kata Ping Wiryawari yang juga menjadi importir film. Sandi dengan nada yang lebih keras mengatakan: "Selama masih ada PT Perfin saya tidak mau produksi lagi". Lain lagi dengan Benyamin yang juga produser.. "Kalau keadaan perfilman kita masih begini saya lebih baik bikin pabrik tempe", katanya. Sedang Tuti Mutia dari Tuti Mutia Film mengaku tidak anti pada Perfin. Tapi "cara peredarannya sangat menghambat lajunya produksi". Melihat keresahan para produser atas kerja Pelfin, Hoffman sebagai direktur badan pengedar tersebut kelihatan tenang saja. "Saya rasa secara idiil Perfin sudah mencapai tujuan. Secara komersiil memang belum mencapai sasaran", katanya. Nah, sekarang kalau para produser memang merasa tidak senang dengan cara kerja Perfin atu personilnya silakan mengajukan usul sembari mengajukan calon pengganti personil. Itu saran suami Citra Dewi yang sekarang tidak lagi sibuk memproduksi film. "Tapi yang jelas Perfin tidak mungkin bubar, karena ini keputusan 3 Menteri" kata Hoffman dengan yakin. "Yang tidak percaya pada Perfin itu 'kan golongan produser importir yang kalau tidak berproduksi masih bisa hidup sebagai importir film". Semangat Hoffman mempertahankan Perfin konon dimengerti juga oleh Yudi Astono dari Bayu Adi Film. Tapi orang ini juga ada memberi nasehat. Katanya: "Kalau Perfin mau berjuang harus berani berkorban". Maksudnya harus berani mengorbankan film yang jelek. "Kalau film jelek masih harus beredar juga, akibatnya penonton merasa dikibuli. Ini akan memukul film Indonesia yang lain". Nah dengan adanya situasi yang begitu, Yudi Astono yang memproduksi film Malam Pengantin mengajukan usul pada Perfin untuk bisa mengedarkan sendiri filmnya tanpa mengganggu jadwal Perfin. Mula-mula Perfin tentu menolak. "Ini ikan tidak melanggar SK 3 Menteri", kata Yudi. "Bioskop diwajibkan memutar film sekurang-kurangnya 2 judul dalam satu bulan. Kalau lebih kan tidak apa-apa", tambahnya pula. Dan itu dibenarkan oleh Direktur Pembinaan Film Deppen H. Djohardin. "Sebab prinsipnya Perfin membantu produksi Nasional yang tidak mampu mengedarkan filmnya. Bagi yang mampu mengedarkan sendiri, yah, silakan". Begitu Djohardin berkata. Pihak bioskop juga ternyata tidak keberatan. "Bagi kami tergantung filmnya. Kalau film itu memang bisa ditonton kenapa kami mesti menolak?" kata Rudi Lukito yang memimpin Garden Hall Group. Djohardin menambahkan: "Jadi free booking ini untuk yang merasa mampu. Yang tidak mampu tidak usah takut, Perfin masih tetap membantu". Dengan adanya sistim baru ini (istilah Perfin (extra booking) maka film-film yang sudah menjalani pendaftaran bebas tidak lagi mendapat jatah dari Perfin. Berhasilnya Yudi Astono dengan pendaftaran bebas menyebabkan banyak produser akan mengikuti jejaknya. Untuk bulan Pebruari ini tercatat 2 film yang akan dibegitukan: Benyamin Ngibul tanggal 10 Pebruari dan Malam Pengantin tanggal 17 Pebruari 1976. Pada bulan-bulan menndatang, sejumlah film yang dianggap baik oleh pemiliknya konon akan pula beredar secara bebas. "Sebenarnya kalau Perfin sudah beroperasi di seluruh Indonesia, tidak perlu ada ekstra bookir", kata Hoffman. Orang ini menjelaskan bahwa tidak selalu bermula dengan pemutaran di Jakarta. "Ini berarti akan ada film yang diedarkan di daerah lebih dahulu". Dan usaha ke arah itu memang sedang dirintis. "Bulan Pebruari ini Jawa Timur sudah menggunakan Perfin untuk peredaran film nasional", tambahnya. "Berarti jatah Jakarta sudah mulai dikurangi. Nah kalau sudah seluruh Indonesia, 'kan jatah Jakarta jadi sedikit. Berarti untuk menunggu masa edar tidak lagi sampai 6 atau 7 bulan. Bahkan mungkin malah kekurangan film untuk diedarkan", ujar Hoffman. Tentu saja akan lebih berkurang lagi jumlah itu kalau memang beberapa produser betul-betul berhenti berproduksi. Tapi sebelum niat itu menjadi kenyataan, peredaran bebas sudah halal. "Artinya Perfin hanya akan menampung film-film rombengan", ujar seorang manajer bioskop ying enggan disebut namanya. Dan kalau film-film itu gagal di peredaran, Perfin juga yang kena getahnya, bukan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus