Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kasihan makyong

Kekhawatiran terhadap punahnya teater makyong, menyebabkan pihak p & k riau berniat untuk mengadakan semacam penataran. pernah muncul di tim jakarta. (ter)

1 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAHLID, nelayan dari desa Mantang, Riau, yang berusia 44 tahun, dapat penghargaan dari pemerintah.Tapi bukan sebagai nelayan. Penghargaan yang diberikan tahun lalu dalam wujud uang tunai Rp 250 ribu itu, adalah untuk jasa Kahlid dalam membina teater rakyat setempat yang bernama Makyong. Sementara Makyong sendiri sedang sekarat. Makyong pernah muncul di teater arena TIM tahun 1975 sebagai tontonan yang amat sederhana dan mengandung rangkaian upacara rituil. Nasibnya sangat rawan sekarang. "Sudah di liang lahat," keluh seorang pejabat di sana. Kekayaan yang tersimpan dalam teater tersebut sebenarnya tidak kecil. Kalau Makyong keburu lenyap, berarti sebuah tamhang teater pribumi yang sudah ada akan ngelayut sia-sia. TV Malaysia Setelah menikmati hadiah yang dianggapnya sebagai durian runtuh, Kahlid yang agak kaya dan agak mendadak itu, ikut berkecil hati. Makyong memang pernah digugah, ditegakkan, ramai-ramai ditonjolkan ke Jakarta. Tapi lewat perlawatan yang hanya satu hal itu, selanjutnya kembali dilupakan lagi seperti Isteri tua yang sudah tidak berguna. Alasan satu-satunya untuk penyia-nyiaan ini, adalah karena sebagian besar pendukungnya tinggal berserakan. Di samping sulit dikumpulkan, mereka juga sudah uzur dan tua bangka. Terutama pemain-pemain wanitanya sudah semua jadi nenek. Kondisinya rata-rata setengah pikun. Salah satu teras pendukung Makyong disebut "panjak" atau pimpinan rombongan. Panjak Wak Hamzah yang berusia 62 tahun, yang seharusnya lebih berhak menerima anugerah, kini juga sudah tiada Dialah orangnya yang sampai akhir hayatnya betul-betul setia membela Makyong. Iini 5 dari 12 pendukungnya yang masih hidup, rasanya tak akan mungkin lagi main lenggang-lenggok. Sebagaimana pernah disaksikan di TIM tahun 1975, ada di antaranya yang menguap-nguap selama pertunjukan berlangsung. Ada yang melonjak kelatahan begitu ada kejutan. Ada juga yang kaget kena byar lampu blitz.. Mereka semua memerlukan pengganti. Tapi tidak ada kader. Makyong tidak punya ladang pembibitan. Ini berbeda dengan kesenian bernama Mendu yang memiliki generasi penerus sebagai sama-sama teater rakyat, Mendu yang juga pernah tampil di TIM tahun yang lalu, masih memiliki masyarakat untuk berpijak. Ia didukung oleh massa pelajar dan pemuda di Sedanau, Ranai dan Siantan. Makyong sendiri pernah memiliki massa seperti itu sekitar 40 sampai 50 tahun yang lalu. Sayang sekali padahal sebagai cikal bakal teater Makyong memiliki dasar yang kaya. Kalau melihat pertunjukan yang pernah disuguhkan di TIM, Makyong tidak hanya bersifat menghibur, tapi juga dilandasi upacara dan kepercayaan setempat. Kekhawatiran terhadap punahnya Makyong, menyebabkan pihak P&K Riau berniat untuk mengadakan semacam penataran. T.api entah kenapa gagasan tersebut kemudian hanya dipermainkan angin. Sementara itu bila di tanah Makyong teater itu menghilang, di Malaysia orang sedang mencoba menegakkannya. ampai kini, minimal 3 bulan sekali orang bisa menikmati Makyong Kelantan atau Trengganu lewat acara TV.Di sana ada usaha menghidupkan Makyong, bukan hanya mendokumentasikan, menjadikannya inventaris sejarah atau diskusi-diskusi saja. Tapi bila setelah diusahakan begini begitu teater rakyat ini ternyata tetap tak didukung masyarakat, ya sudahlah. Artinya masyarakat perlu teater yang lain barangkali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus