Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Sebuah Hari Esok untuk Nana

Film Nana karya terbaru Kamila Andini yang diangkat dari satu bab buku biografi ibunda Jais Darga. Happy Salma bermain cemerlang sebagai Nana.

13 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Happy Salam sebagai Nana dalam Before, Now, and Then. Fourcolours Films & Titimangsa Foundation

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Film Before, Now & Then (Nana) arahan sutradara Kamila Andini.

  • Happy Salma bermain cemerlang sebagai tokoh Nana.

  • Laura Basuki meraih penghargaan Silver Bear di Festival Film Internasional Berlinale 2022.

DI ujung lorong itu, Nana (Happy Salma) dengan kebaya biru, selendang biru muda, dan payung cantik berdiri memandang siluet seorang lelaki berseragam dari kejauhan. Perlahan-lahan mereka melangkah di tengah lorong yang remang itu. Ditimpa seberkas cahaya, wajah sang lelaki tampan (Ibnu Jamil) itu mendekati wajah Nana yang ayu yang menunduk malu, “Kunaon urang teh bet kudu kieu atuh, Na?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada kepedihan, ada yang tertahan dalam kalimat: “Mengapa kita bisa begini.” Raden Icang seolah-olah mengusap wajah Nana dengan matanya, tapi tak bisa menyentuhnya karena Nana adalah istri Menak Sunda Raden Dargawijaya (Arswendy Bening Swara).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nana adalah film keempat sutradara Kamila Andini yang kini sudah ditayangkan di platform Prime Video. Film yang bertanding di Festival Film Internasional Berlin tahun ini tersebut bukan saja dipuji-puji kritikus karena temanya yang personal sekaligus memiliki setting sejarah sebagai latar. Kamila Andini pun berhasil mengarahkan semua elemen sinema dan para pemainnya sebagai kesatuan yang pas.

Happy Salma dan Ibnu Jamil dalam Before, Now and Then. Fourcolours Films & Titimangsa Foundation

Dalam bahasa Inggris, film ini berjudul Before, Now & Then yang sebetulnya mewakili kisah hidup Raden Nana Sunani, ibunda art dealer Jais Darga yang biografinya ditulis oleh Ahda Imran dan diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia. Adapun kisah Nana yang diangkat menjadi film ini terdapat dalam satu bab novel tersebut yang bertutur tentang ibunda Jais Darga.

Nana “masa kini” di dalam film adalah seorang istri menak, Raden Dargawijaya, yang memiliki tiga anak. Salah satunya Dais (Chempa Puteri) yang dekat dengan Nana. Kehidupan keluarga menak di tanah Priangan pada awal film terlihat damai, tenteram, dan mesra. Nana memotong rambut Darga, sementara sang suami memuji kecantikan istrinya yang tak kunjung punah.

Setelah beberapa menit kesan keharmonisan pasangan itu terlihat, dengan halus Kamila Andini menguak luka yang mengucurkan darah. Adegan demi adegan subtil ditampilkan. Di antaranya surat dari seorang perempuan yang mempersoalkan catatan absensi Dargawijaya. Muncul pula perempuan lain dan perempuan lain lagi yang menunjukkan bahwa Dargawijaya, betapapun dia mencintai istrinya, ternyata memiliki banyak hubungan dengan perempuan. 

Laura Basuki dalam Before, Now and Then.

Paruh kedua film ini makin mengejutkan karena paradigma klise tentang perseteruan perempuan yang merebut seorang lelaki ternyata tak pernah terjadi. Apa yang terjadi justru sebuah persahabatan yang kuat dan solid penuh solidaritas antara Nana dan Ino, salah satu selir Raden Dargawijaya. Persahabatan Nana yang lembut dan pendiam dengan Ino yang asertif dan pemberontak itu terjadi karena mereka cocok berdiskusi di antara asap rokok dan cipratan air sungai. Akrab, intim, dan penuh rasa percaya. Ini merobohkan segala stereotipe buruk tentang perempuan. Mungkin adegan-adegan persahabatan Nana dan Ino adalah segmen yang paling refreshing dan inovatif sekaligus misterius.

Sutradara Kamila Andini mengaku dia hanya mengambil satu bab dari roman biografi Jais Darga Namaku karya Ahda Imran. “Karena film ini (menceritakan) ibu Jais (Raden Nana Sunani) dan memang hanya bab itu yang bercerita tentang ibunya,” tutur Kamila.

Satu bab inilah yang kemudian menjadi sebuah film sunyi, yang sesungguhnya secara perlahan menyajikan nyala api di dalam para perempuan. Nana memiliki nyala api cinta yang tak pernah padam kepada lelaki yang “harum tubuhnya tak bisa dilupakan” dan Ino memiliki nyala api kemerdekaan dalam dirinya. Tentu, tentu semua dilakukan dengan suara lirih. Tapi di masa itu, ketika kehidupan politik dan sosial tengah berkobar-kobar, persoalan cinta dan rumah tangga memang bukan prioritas. 

Suasana politik 1960-an di dalam film ini hanya digambarkan melalui seliweran berita radio, bisik-bisik gosip tentang Ino, atau mereka yang diburu. Ini bisa dilihat sebagai “kelemahan” bagi penggemar film berlatar belakang sejarah. Namun sejak awal Kamila Andini sudah memilih dan menunjukkan sikap: dia tertarik untuk menyorot kehidupan Nana. Karena itu, fokus kamera dan cerita lebih tertumpu pada kisah (cinta) Nana dan pelbagai pilihan hidupnya.

Meski hanya Laura Basuki yang diberi ganjaran penghargaan Silver Bear di Festival Film Internasional Berlin 2022 untuk penampilannya sebagai pemeran pendukung, tentu saja kita tak bisa mengabaikan penampilan Happy Salma sebagai Nana. Ia seorang ibu, istri, dan perempuan yang mempunyai hasrat tak pernah padam. Jangan lupakan pula penampilan Arswendy Bening Swara dan Ibnu Jamil yang berperan sebagai dua lelaki penting dalam hidup Nana. Performa mereka berdua sungguh bersinar. 

Belum lagi wardrobe para menak yang sederhana, sesuai dengan zamannya, yang ditangani dengan baik oleh Retno Ratih Damayanti. Pilihan musiknya juga pas (dengarkan lagu tradisional dan beberapa lagu karya Mochtar Embut itu). 

Semua itu ditangkap oleh sinematografi arahan Batara Goempar yang mampu menciptakan puisi hanya lewat gerakan kecil Happy Salma. Semua terwujud berkat tangan Kamila Andini yang juga merupakan ibu sekaligus bapak bagi semua anggota tim film Nana ini.


BEFORE, NOW & THEN (NANA)

Sutradara: Kamila Andini
Penulis skenario: Ahda Imran dan Kamila Andini
Berdasarkan satu bab roman biografi Jais Darga Namaku oleh Ahda Imran
Pemain: Happy Salma, Laura Basuki, Arswendy Bening Swara, Ibnu Jamil
Rumah produksi: Fourcolours Films dan Titimangsa

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Leila S. Chudori

Leila S. Chudori

Kontributor Tempo, menulis novel, cerita pendek, dan ulasan film.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus