Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Kisah Pelari Surgawi

25 Juni 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CHILDREN OF HEAVEN
sutradara:Majid Majidi
Skenario:Majid Majidi
Pemain:Mir Farrokh Hashemian dan Bahare Seddiqi

HANYA sebuah sepatu butut. Tapi di kamera Majid Majidi, ia bisa menjadi sesuatu yang berbau surgawi. Beberapa tahun terakhir, film Iran telah berhasil mencuri perhatian festival film dunia, dari Cannes sampai Montreal. Menghindari sensor yang ketat, para sineas Iran mengembangkan film-film humanisme. Bahkan dari film anak-anak pun bisa dilahirkan film dengan bobot kemanusiaan yang dalam. Film Children of Heaven, misalnya, berhasil menerobos dominasi ”Barat” meraih nominator Oscar untuk film asing terbaik 1999.

Kita biasa melihat karakter dan tingkah laku anak-anak dalan film gaya Hollywood yang sesungguhnya dirembesi karakter tokoh-tokoh komik dan animasi. Anak digambarkan cerdas, riang, serba bisa, misalnya dalam film Home Alone. Sesungguhnya yang tampil di layar Hollywood adalah dunia anak yang diimajinasikan orang dewasa. Children of Heaven adalah film anak-anak yang berhasil secara jujur menampilkan sebuah persoalan dari sudut pandang anak sendiri.

Alur film ini sangat bersahaja. Ali (Mir Farrokh Hashemian) menghilangkan sepatu milik adik perempuannya, Zahra (Bahare Seddiqi). Sepatu pink sang adik yang rusak itu dibawanya ke tukang sepatu. Karena ia mampir ke tukang sayuran, sungguh cilaka, bungkusan sepatu itu terbawa oleh tukang rombeng. Ali dan Zahra yang masih SD itu adalah anak dari keluarga miskin yang tinggal di pinggiran Teheran. Hanya sepasang sepatu lusuh itulah yang mereka miliki sehari-hari. Kalau ayah mereka tahu, pasti marah.

Jalan keluar satu-satunya adalah Ali meminjamkan sepatu karet bututnya untuk adiknya. Jam masuk sekolah mereka berbeda. Zahra masuk pagi. Ali masuk siang. Alhasil, selepas sekolah, Zahra harus lari kencang untuk mengembalikan sepatu Ali agar sang kakak tidak telat. Toh Zahra, yang tak bisa berlari kencang, membuat sang kakak kemudian harus pontang-panting mengejar bel tanda masuk.

Lari adalah inti cerita. Di sinilah Majidi mampu menampilkan potret kasih sayang kakak-beradik yang mengesankan. Adegan yang indah sekaligus mendebarkan adalah ketika Zahra lari kencang, sepatu sang kakak yang kebesaran itu copot dan hanyut ke selokan. Kamera menyorot tangannya yang mungil yang berkali-kali gagal menggapai-gapai sang sepatu yang terseret arus.

Seperti kecenderungan neo-realisme yang menggunakan pemain dari kalangan orang biasa, Majidi juga menemukan Mir Farrokh Hashemian secara kebetulan. Di sebuah sekolah, ia melihat ada bocah yang terisak-isak karena note book-nya hilang. Menurut Majidi, ketimbang mengarahkan anak-anak ke suatu emosi tertentu, ia menciptakan situasi permainan—yang membuat emosi anak yang diinginkannya keluar. Judul film ini memang agak pretensius. Tapi, ekspresi Zahra, gadis kecil berjilbab berwajah pualam itu—dan Ali yang tak pantang menyerah—memang seolah cahaya kejujuran surgawi.

Seno Joko Suyono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus