Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Modal Estetik, Modal Industri

Iwan Tirta mengadakan panel diskusi tentang batik di rumahnya. Para panelis menyatakan: menyingkirnya batik tulis, perlindungan konsumen batik & kemungkinan menaikkan taraf hidup pembatik. (kbd)

10 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BATIK adalah modal. Modal estetik maupun industri. Itu dikatakan seorang penanggap -- seorang Australia -- dalam panel diskusi tentang batik di kediaman Iwan Tirta, 25 Mei 1978. Karena itu secara tak langsung penanggap itu menyarankan memperkembangkan batik seluas dan sebesar mungkin. Banyak gunanya: menampung tenaga kerja, bisa diekspor menambah devisa negara. Dari keempat panelis (Iwan Tirta, drs. Sukarno, sarjana seni rupa ITB, drs. Kaptin Adisumarta, penulis ekonomi dan redaktur Progress, dan Permadi SH dari Lembaga Konsumen), ternyata hanya satu penanggap itu saja yang berbicara tentang batik dan kemungkinan menaikkan taraf hidup masyarakat -- itu pun secara tak langsung. Barangkali saja tema yang disodorkan panitia terlalu luas dan kabur. Pengertian taraf hidup dan masyarakat memang sangat lebar -- di samping kedengaran artifisial bisa dihubungkan dengan batik. Mungkin yang menarik yang dikemukakan Iwan Tirta. Katanya, batik tulis halus akan menyingkir, akan kembali menjadi kerja sambilan atau mata pencaharian sekelompok elite atau pencinta seni. Sinyalemen itu agaknya benar -- mengingat sejarah dan proses batik tulis. Kecuali telah jarang para pembatik tulis yang masih tekun, pun harganya bisa bukan main mahal. Juga pandangan masyarakat --apalagi generasi muda-kayaknya cenderung memandang pakaian sebagai hal praktis meski tak dilupakan segi artistiknya. Kalau Permadi berbicara tentang perlindungan konsumen batik, misalnya produsen diharuskan mencantumkan label cara mencuci, cara memelihara dan sebagainya, mungkin itu hal umum tidak hanya untuk batik. Dan kalau berbicara tentang harga, itu juga soal umum. Lihat saja bagaimana pedagang di pusat pertokoan tidak mencantumkan harga dan menawarkannya seenaknya. Mereka yang tak tahu-menahu mutu bahan kain misalnya, mudah sekali dimakan. Berbicara tentang menaikkan taraf hidup para pembatik (tulis) tentulah tak bisa lepas dari hal-hal yang dikemukakan Sukarno. Misalnya: peningkatan daya kreasi. Tapi itu kemungkinan sekali hanya akan mendatangkan untung bagi tengkulak. Keramik terakota Kasongan, Yogyakarta, yang kini meningkat mutu artistiknya berkat bimbingan seorang seniman, toh tak berhasil meningkatkan taraf hidup para pembuatnya. Mereka tetap saja miskin, meski jalan desa kini beraspal licin. Dan jarak harga jual mereka dan harga jual di toko-toko di kota demikian jauhnya. Siapa yang untung? Mungkin, di samping peningkatan daya kreasi, mereka para pembatik atau para pekerja kerajinan rakyat, lebih perlu modal sendiri, lebih perlu tahu seluk-beluk perdagangan. Dan yang penting perlu kekuatan dan keberanian untuk melawan tengkulak atau pengijon atau pemborong yang semena-mena. Itu masalah ekonomi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus