Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paul Dankmeyer. Ayahnya lahir di Tegal, ibunya lahir di Surabaya, dan ia sendiri kelahiran Papua Nugini. Tapi orang mengenalnya sebagai sosok yang sudah 15 tahun menggeluti manajemen North Sea Jazz Festival, Den Haag.
Ia memang cinta musik. Dulu ia berhenti kuliah gara-gara jadi manajer sebuah grup rock yang melakukan tur keliling Eropa. Kini, dalam usia 40-an tahun, pengalamannya segunung. Memang ada Dave Coz yang gagal datang ke Jakarta, tapi sejumlah selebriti musikdari Miles Davis, Eric Clapton, Ray Charles, James Brownpernah ditanganinya.
Berikut wawancara Evieta Fadjar dari Tempo dengan Direktur Eksekutif Java Jazz Festival yang tinggal di Den Haag, dekat North Sea Coast itu.
Mengapa mau bergabung membuat Java Jazz bersama Peter Gontha?
Saya mengenal Peter Gontha sejak 1986, ketika ia membawa grup jazz dari Indonesia ke North Sea. Sejak itu kami selalu saling kontak dan berdiskusi apa yang akan ditampilkan di ajang North Sea. Saya juga sering ke Jak Jazz Festival, saya kenal dekat Ireng Maulana. Peter Gontha lalu meminta saya mengorganisir festival jazz internasional di Jakarta. Sudah lama sekali festival jazz tidak ada. Saya sangat antusias dan saya mengatakan siap mulai September 2004.
Yang mana lebih rumit menangani North Sea Jazz Festival atau Java Jazz?
Jakarta cukup menyulitkan, karena bukan bagian dari sirkuit tur seperti di Eropa. Biasanya para musisi pada musim panas melakukan perjalanan, tampil di festival jazz seluruh Eropa, keliling dari Belanda, Belgia, Italia, Spanyol, Montreal, Austria, Swiss, sampai Istanbul. Mengadakan festival di Jakarta ini sulit. Sebab, kami hanya menampilkan mereka dalam satu hari atau dua hari, lalu mereka terus pulang. Lebih mudah kalau kita bekerja sama dengan Singapura, Malaysia, Filipina, misalnya, untuk membuat sebuah tur bersama. Untuk mendatangkan mereka itu, kami harus menjual Indonesia atau Jakarta. Kebanyakan pemain tak pernah datang ke Indonesia. Itu menarik hati mereka .
Apakah Java Jazz Festival sukses?
Apa yang kami hadirkan lebih kepada gaya hidup, juga sisi petualangan baru. Ide besarnya bahwa jazz merupakan transformasi musik dari gaya dixeyland ke swing, ke jazz rock, fusion dan acid jazz. Saya sangat senang melihat jumlah penonton yang mengunjungi acara ini. Saya belum mendapat angka pasti, tapi kami akan memberitahukan kemudian. Namun pada hari pertama diperkirakan ada 13 ribu penonton, hari kedua 15 ribu, dan hari terakhir 14 ribu. Penonton jazz sudah menanti adanya acara festival seperti ini. Waktunya pas dengan orang Indonesia yang mau mengalihkan perhatiannya atau berganti situasi setelah pemilihan presiden dan lain-lain.
Bagaimana Java Jazz di mata para musisi luar yang tampil?
Para artis sangat antusias. Mereka bilang kepada saya berulang-ulang, sangat menyenangkan tampil di Indonesia. Ini bisa jadi alasan untuk melanjutkannya ta-hun depan.
Soal panggung, apa yang menjadi masalah?
Kita harus belajar bagaimana menangani pergantian instrumen di panggung. Jika cuma trio, itu mudah, hanya 25-90 menit. Tapi, kalau musisi datang dengan 10 orang pemain, dengan keyboard atau peralatan elektrik lain, dibutuhkan waktu panjang. Kami juga harus membatasi waktu. Kami beri mereka waktu 75 menit atau 1 jam 15 menit, tapi mereka main 2 jam. Hingga pertunjukan berikutnya tertunda-tunda....
Kabarnya, James Brown sulit diatur?
James Brown adalah legenda. Ia menjalani musik puluhan tahun dan ia selalu menarik untuk disaksikan. Pergi ke Jakarta adalah pertama kali baginya. Kami menjelaskan bahwa ini berbeda seperti di Eropa, AS. Cuaca di sini cukup panas, karena dia tidak terlalu suka panas. Memang mesti butuh penjelasan lebih. Itu juga karena ia kadang-kadang mau sesuatu yang bergengsi....
Seperti ingin dijemput dengan empat limusin?
(Tertawa) Setidaknya itu hal yang sama yang selalu diminta selama 50 tahun ini. Selalu sama. "Saya mau limusin sendiri dan mau sampanye." Itu standar. Mungkin karena standar itu bisa membuatnya rileks. Ia sudah tua.... Ia sudah melakukan perjalanan jauh dari Amerika Serikat, ia ingin istirahat sebanyak mungkin. Kalau umur tambah tua, maunya nyaman, mau pelayanan lebih....
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo