Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Maka, pak dalangpun berkisah

Pengarang: ahmad tohari jakarta: dunia pustaka jaya, 1980 resensi oleh: sapardi djoko damono (bk)

12 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KUBAH Ahmad Tohari, PT Dunia Pustaka Jaya, 1980, 184 halaman. SEORANG dalang dibatasi bermacam-macam aturan yang mengikat. Namun, dalam keterikatannya itu ia boleh mendalang sebebas-bebasnya. Kerangka cerita sudah tersedia. Penokohan tidak boleh diubah. Beberapa bagian kisahan dan cakapan sudah tersusun rapih. Pathet dan adegan tidak boleh dilanggar susunannya, dan seterusnya. Tapi ia bebas berbuat apa saja asal tidak melepaskan ikatan itu. Paradoks semacam itu memang bisa menjadikan sebuah pertunjukan wayang menarik. Dan novel Kubah mengandung anasir yang mirip-mirip itu. Tokoh utama, Karman, adalah bekas tapol yang dibebaskan. Lelaki separuh baya itu merasa asing di tengah lingkungannya yang "baru", yakni kebebasan. Rasa asing menjadi berakar dalam dirinya terutama karena istri yang ditinggalkannya, yang dicintai dan mencintainya, telah kawin lagi. Untuk mengembalikan dirinya sebaik-baiknya ke tengah masyarakat, ia akhirnya memutuskan membuat kubah sebuah masjid. Ia berhasil, dan dengan demikian mendapatkan martabatnya kembali. Bayi dan Semut Dalam skema cerlta yang demikian Ahmad Tohari sebenarnya tidak bisa berbuat banyak. Skematisasi harus juga diterapkannya pada unsur-unsur lain. Seperti halnya skema yang sudah dibuat Margo bagi Karman dalam novel ini, sebenarnya unsur-unsur penting dalam karya Ahmad Tohari ini berupa skema Dan seperti halnya wayang, faktor kebetulanlah yang mengikat unsur-unsur itu menjadi satu. Novel ini berusaha mendeskripsikan sebab-musabab Karman menjadi anggota partai komunis. Usaha yang dijalankan Margo dkk, para aktivis partai, untuk mencari kader yang baik adalah kisah yang sudah banyak dikenal--dan merupakan skema. Karena berbagai faktor kebetulan (anak yatim, masalah tanah, cinta pertama, dan lain-lain), Karman dengan mudah disuapi dengan berbagai pengetahuan yang diperlukan seorang kader komunis. Masa kanak-kanak dan remaja tokoh utama mendapa porsi besar. Aki batnya, dengar mudah pencerit. melantur. Prose perkembangan kejiwaan Karmar sebagai kader partai tidak mendapat sorotan, sebaliknya kisah cinta anak muda itu tiba-tiba menjadi perhatian utama. Untuk maksud itu, dalang memang mencipta kan latar yang cenderung romantik timmbang realistik, dengan sedikit polesan warna daerah di sana-sini. Denan teknik itu, novel yang pada bagian pemaparannya menjanjikan masalah keterasingan (yang biasanya dikait-kaitkan dengan falsafah tentang keberadaan manusia, absurditas, dan lain-lain), pada bagian-bagian selanjutnya bermain-main di seputar kejadian-kejadian yang bergeser ke sana ke mari, tidak sepenuhnya dalam jangkauan tema utamanya. Jelas tampak bahwa pencerita mengambil posisi sebagai dalang, tanpa sama sekali bermaksud mengadakan semacam "pembaruan" dalam teknik penulisan novel. Memang harus diakui tidak ada yang sama sekali baru atau mengejutkan atau luar biasa dalam novel ini. Namun ada beberapa hal yang bisa dicatat karena menarik. Banyak peristiwa dalam novel ini sebenarnya merupakan lanturan, yang secara teoritis melemahkan cerita. Tetapi justru pada waktu juru cerita melantur itulah beberapa bagian novel ini menjadi menarik, tanpa banyak merusak tema utamanya. Ada sebuah peristiwa, bayi seorang penuai padi dikerumuni semut waktu digeletakkan di pinggir sawah. Pencerita asyik sekali menunjukkan watak Karman yang suka menolong itu. Di tengah cerita, pencerita berkata, "Akan terbukti kelak, kejadian kecil itu mempunyai andil dalam penentuan sikap hidup Karman." Ini komentar si dalang, yang seenaknya saja keluar dari peristiwa rekaan agar bisa langsung berbicara kepada pembaca. Kisah cinta lebih banyak dimunculkan dalam novel ini tinimbang kisah politik. Karman rupanya mencintai Rifah, putri Haji Bakir. Tetapi cinta Karman gagal Gadis itu dikawinkan dengan seorang yang lebih "terhormat". Kebetulan suami Rifah meninggal. Cinta mereka kambuh lagi. Tetapi karena basabasi keduanya tidak pernah bisa bertemu lagi. Dan si dalang dengan santai berkata, "Andaikata Karman dapat mendengar keluhan Rifah ini, cerita pun habis. . . Selesai." Usaha Karman untuk menemui Rifall setelah kematian suaminya merupakan adegan yang lancar dan menarik. Demiklan pula beberapa penggambaran kehidupan di pedesaan dan pertemuan antara Karman dan Kastagetek. Di antara adegan yang menarik itu ada yang agak berbau "absurd". Yakni, ketika Marni istri Karman, hamil muda dan minta buah kedondong malam-malam. Di belakang rumah memang ada pohon kedondong. Namun Karman tidak bisa memanjatnya. Ia tebang saja pohon itu. Dalang novel ini pun tidak segan-segan memasukkan "tanya jawab monolog" antara Karman dan dirinya sendiri. Di samping adegan sisipan tentang konsep keadilan, yang bertokohkan Suta dan Naya, yang mengingatkan kita pada goro-goro wayang. Rupanya Ahmad Tohari tidak peduli, apakah peristiwa-peristiwa yang diciptakannya itu bisa terjadi secara berurutan dalam kaitan sebab-akibat atau tidak. Pengikat utama peristiwa-peristiwa itu adalah faktor kebetulan, dan oleh karenanya masing-masing adegan dituntut untuk menarik, meskipun kurang fungsional. Bagian yang paling lemah justru awal novel ini. Di situ novelis menunjukkan dirinya seorang yang belum menguasai bahannya dengan baik. Untunglah, ia lekas-lekas melantur dan lanturan-lanturan itulah yang sebenarnya menjadi daya tarik novel ini. Skema sudah ada, pak dalang harus berusaha menarik perhatian khalayak dengan berbagai adegan dan cakapan yang tidak bertentangan dengan larangan yang sudah digariskan. Sapardi Djoko Damono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus