Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Pusaka sumber sengketa

Pengarang: chairul harun jakarta: dunia pustaka jaya, 1979 resensi oleh: bambang bujono. (bk)

12 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WARISAN. Chairul Harun, PT Dunia Pustaka Jaya, 1979, 152 hal. BAGINDO Tahar meninggal dengan tenang. Setelah kakak perempuan dan kemanakannya mendahuluinya, orang tua itu yakin bahwa Rafilus, anaknya, akan menyelesaikan soal warisan dengan adil dan bijaksana. Novel Chairul Harun ini, yang ditulis pada medio 70-an, akhir bulan lalu diumumkan oleh Yayasan Buku Utama sebagai pemenang untuk 1979. Harganya terutama, memang terletak pada temanya soal warisan--yang di sini dihubungkan dengan adat matrilineal di tanah Minang. Bagindo Tahar sendiri sebenarnya tak begitu merasa tenteram dengan tanah-tanah yang diperoleh dari neneknya yang "semua hasil rampasan dengan cara yang halus maupun kasar." (Hal. 123). Maka ia tak begitu ambil peduli kalau kakak perempuannya dan kemanakannya memboroskan harta tersebut. Nampaknya lelaki itu justru menjadi tenteram setelah ternyata semua tanah habis tergadai -- dan hanya ia yang tahu persis. Sengaja atau tidak, sikap Bagindo Tahar terhadap harta itulah yang menyebabkan adat lama tak berdaya. Pusaka tinggi, harta tak bergerak yang diwariskan turun-temurun menurut garis ibu, dalam adat matrilineal memang sering dikacaukan dengan harta hasil pencaharian suami-istri sendiri. Dan itu sering menjadi sumber sengketa antara anak dan kemanakan. Ludasnya harta Bagindo Tahar, karena tak seorang pun sanak saudaranya bersedia menebus tanah-tanah tergadai itu, justru menghilangkan sumber sengketa. Ia sendiri berpendapat, yang disebut harta warisan adalah "darah, perangai serta semangatku" (hal 122). Mobil Jepang Tak teringat lagi, apakah novel ini juga disinggung-singgung dalam seminar tentang adat dan kebudayaan Minangkabau, di Padang, September tahun lalu. Yang jelas, dalam seminar itu para peserta menyatakan berlega hati, karena adat matrilineal "telah memudar." Maka novel Chairul Harun, 41 tahun, seorang penulis dan wartawan kelahiran Kayutanam, Sumatera Barat, merupakan cerita menarik tentang perubahan adat itu--dengan bumbu adegan-adegan panas antara Rafilus dan jandajanda muda di kampungnya. Novel ini memang tak memberikan waktu yang persis, kapan kisahnya ini berlangsung. Hanya dikatakan bahwa adik Rafilus menjadi agen penjualan mobil Jepang. Kalau begitu, kisah Wansan ini kira-kira berlangsung di akhir tahun 60-an. Cocok dengan sinyalemen dalam seminar tahun lalu itu, yang mengatakan sekitar 15 tahun yang lalulah adat itu mulai memudar. Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus