Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Menghitung keturunan nabi

Ahmad amir, 75, dari pekalongan (ja-tim) dikenal sebagai satu-satunya ahli nasab. orang-orang arab di indonesia maupun di negara-negara lain dapat menanyakan silsilahnya dengan biaya tertentu.

7 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI zaman dahulu kala, di Jairah Arab sana, pemilik unta atau kuda rajin mencatat silsilah hewan peliharaan masing-masing. Tak jelas maksud sebenarnya. Tapi barangkali untuk mengetahui apakah seekor unta atau kuda memang berasal dari keluarga baik-baik, sehingga dapat diandalkan untuk mengarungi lautan pasir tanpa merasa kesepian maupun kehausan, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Kebiasaan menyusun asal-usul binatang itu kabarnya bermula dari kebiasaan orang Arab menyelusuri silsilahnya (nasab-nya) masing-masing. Terutama di kalangan mereka yang masih disentuh garis keturunan Nabi Muhammad. Sehingga diketahui, misalnya, sebagian besar warga keturunan Arab yang hidup di Indonesia sekarang adalah keturunan ke-39 Nabi Muhammad. Setidak-tidaknya begitulah menurut catatan Ahmad bin Ali bin Syahab yang di Pekalongan terkenal dengan panggilan Ahmad Ami. Tinggal di sebuah rumah model lama walau kelihatan tetap cantik, tak jauh dari rel kereta api yang membelah Kota Pekalongan, Ahmad Ami, 75 tahun, memang mempunyai catatan lengkap tentang nasab orang-orang Arab di Indonesia. Dia bahkan dikenal sebagai satu-satunya ahli nasab orang orang Arab yang masih hidup di Indonesia. Ahmad Ami memang bukan pemula dalam hal menyusun nasab. Pada 1927 Ali bin Jakfar Assegaf di Jakarta, meng adakan semacam sensus terhadap warga -keturunan Arab Alawiyyin yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam pelaksanaan, sensus untuk daerah Pekalongan diserahkan kepada Ahmad Ami. Bahkan kemudian di Pekalongan terbentuk organisasi bernama Almaktab Addaimi yang sampai sekarang tetap melayani permintaan penelitian nasab seseorang, khusus dari keluarga Alawiyyin. Organisasi ini diketuai Ahmad Ami sendiri. Dari sensus maupun penelitian Ahmad Ami diketahuilah, bahwa sebagian besar warga Arab di Indonesia berasal dari keluarga Alwi yang pernah hidup di Hadramaut--dari sinilah dikenal istilah Alawiyyin, kaum Alwi. Alwi berputra Muhammad--yang terakhir ini mempunyai anak bernama Ali. Si Ali berputra Muhammad Shohib Marbat yang kemudian berputra pula: Ali dan Alwi. Keturunan dua orang bersaudara inilah yang kemudian banyak merigembara ke Timur, antara lain ke Indonesia. Dari garis Ali muncul suku-suku Alatas, Alaydrus, Syahab dan sebagainya. Alwi menurunkan suku-suku Alhadad, Bafaqih, Aidit, dan lain-lain. Menurut Ahmad Ami, ayah dari 6 orang anak yang semua telah dewasa, wali yang 9 orang itu (Wali Songo) semua keturunan Arab dari garis Alwi bin Muhammad Marbat, seorang keturunan ke-19 Nabi Muhammad. Adapun bila kemudian para wali itu memakai nama Jawa (Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan sebagainya) adalah agar lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan masing-masing. "Garis-garis keturunan Nabi Muhammad itulah yang ingin saya jaga nasab-nya," tutur Ahmad Ami, "bukan untuk kebanggaan, hanya sekedar agar mereka tetap mencontoh budipekerti Nabi." Semua warga Arab di Indonesia, maupun di negara-negara lain dapat menanyakan nasab-nya kepada Ahmad Ami. Syaratnya menyebutkan silsilahnya 3 sampai 5 keturunan di atasnya,berikut foto yang meminta dan data-data tentang orangtuanya. Ahmad Ami akan menghubungkan data-data itu dcngan garis-garis silsilah yang.ada pada sebuah buku besar (buku induk). Setelah garis-garis nasab itu dikaitkan akan segera dikeuhui silsilah si peminta. Husain bin Hasyim bin Yahya, sekretaris Ahmad Ami akan mencantumkan silsilah seseorang dalam sebuah buku yang menyerupai buku paspor--berikut foto pemiliknya. Dalam buku itu terlihat garis-garis keturunan itu menanjak ke atas melewati 38 nama. Nama yang ke-39 adalah Fatimah, putri Nabi Muhammad. "Kami tak mungkin keliru," kata Ahmad Ami berusaha meyakinkan, "sebab kami mempunyai buku pegangan dari Hadramaut." Semua itu tentu ditulis dengan huruf Arab. Imam Bonjol Laki-laki bertubuh kurus yang seharihari selalu mengenakan kain sarung itu, Ahmad bin Ali bin Syahab alias Ahmad Ami, mengaku sampai sekarang telah merampungkan lebih dari 2.000 nasab. Ini yang di Indonesia. Belum dari negara-negara yang banyak ditinggali perantau keturunan Arab--terutama Malaysia. Setiap pemohon dimintai biaya Rp 500 sampai Rp 1.000 dan 10 dollar AS bila pemohon dari luar Indonesia. Sehingga, katanya, "bangsa" keturunan Alawiyyin seluruhnya telah tercaut dalam 15 jilid buku tulisan tangan. Memang tak sedikit yang mengakuaku keturunan Nabi Muhammad. Pada 1976 misalnya, ada seorang yang datang dari Sumatera mengaku-aku serupa itu. Kebetulan ia meminta agar nasab-nya dipertegas oleh Ahmad Ami. "Setelah saya teliti di buku induk, ternyau tak ada namanya," tutur Ahmad. Karena itu, kepadanya Ahmad hanya memberi nasihat agar jangan mengaku yang bukan-bukan. "Karena soal keturynan ada juga yang menyangkut harta warisan," tambahnya. Menurut Ahmad Ami, beberapa pahlawan nasional Indonesia ternyata keturunan Arab. Misalnya Kiai Mojo, ungan kanan Pangeran Diponegoro, menurut Ahmad, keturunan Assegaf. Tuanku Imarn Bonjol, berasal dari keluarga bin Syahab. Sedang di luar negeri, Gubernur Serawak, Haji Bujang bin Abdullah berasal dari keluarga Alaydrus--yang masih berkaitan keluarga dengan Almarhum Sultan Hamid di Pontianak. Orang-orang Arab perantauan memang rajin menyimpan nasab masing-masing. Karena itu, menurut Ahmad Ami, ketika diadakan sensus pada 1927, di antara mereka ada yang memang sudah menyimpan nasab-nya sendiri secara lengkap. "Sehingga penelitian nasab suku-suku lain selanjutnya tak begitu sulit," ungkap Ahmad Ami yang dalam beberapa tahun belakangan ini diserang rabun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus