DI zaman dahulu kala, di Jairah Arab sana, pemilik unta atau
kuda rajin mencatat silsilah hewan peliharaan masing-masing. Tak
jelas maksud sebenarnya. Tapi barangkali untuk mengetahui apakah
seekor unta atau kuda memang berasal dari keluarga baik-baik,
sehingga dapat diandalkan untuk mengarungi lautan pasir tanpa
merasa kesepian maupun kehausan, berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan.
Kebiasaan menyusun asal-usul binatang itu kabarnya bermula dari
kebiasaan orang Arab menyelusuri silsilahnya (nasab-nya)
masing-masing. Terutama di kalangan mereka yang masih disentuh
garis keturunan Nabi Muhammad. Sehingga diketahui, misalnya,
sebagian besar warga keturunan Arab yang hidup di Indonesia
sekarang adalah keturunan ke-39 Nabi Muhammad.
Setidak-tidaknya begitulah menurut catatan Ahmad bin Ali bin
Syahab yang di Pekalongan terkenal dengan panggilan Ahmad Ami.
Tinggal di sebuah rumah model lama walau kelihatan tetap cantik,
tak jauh dari rel kereta api yang membelah Kota Pekalongan,
Ahmad Ami, 75 tahun, memang mempunyai catatan lengkap tentang
nasab orang-orang Arab di Indonesia. Dia bahkan dikenal sebagai
satu-satunya ahli nasab orang orang Arab yang masih hidup di
Indonesia.
Ahmad Ami memang bukan pemula dalam hal menyusun nasab. Pada
1927 Ali bin Jakfar Assegaf di Jakarta, meng adakan semacam
sensus terhadap warga -keturunan Arab Alawiyyin yang tersebar di
seluruh Indonesia. Dalam pelaksanaan, sensus untuk daerah
Pekalongan diserahkan kepada Ahmad Ami. Bahkan kemudian di
Pekalongan terbentuk organisasi bernama Almaktab Addaimi yang
sampai sekarang tetap melayani permintaan penelitian nasab
seseorang, khusus dari keluarga Alawiyyin. Organisasi ini
diketuai Ahmad Ami sendiri.
Dari sensus maupun penelitian Ahmad Ami diketahuilah, bahwa
sebagian besar warga Arab di Indonesia berasal dari keluarga
Alwi yang pernah hidup di Hadramaut--dari sinilah dikenal
istilah Alawiyyin, kaum Alwi. Alwi berputra Muhammad--yang
terakhir ini mempunyai anak bernama Ali. Si Ali berputra
Muhammad Shohib Marbat yang kemudian berputra pula: Ali dan
Alwi. Keturunan dua orang bersaudara inilah yang kemudian banyak
merigembara ke Timur, antara lain ke Indonesia. Dari garis Ali
muncul suku-suku Alatas, Alaydrus, Syahab dan sebagainya. Alwi
menurunkan suku-suku Alhadad, Bafaqih, Aidit, dan lain-lain.
Menurut Ahmad Ami, ayah dari 6 orang anak yang semua telah
dewasa, wali yang 9 orang itu (Wali Songo) semua keturunan Arab
dari garis Alwi bin Muhammad Marbat, seorang keturunan ke-19
Nabi Muhammad. Adapun bila kemudian para wali itu memakai nama
Jawa (Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan sebagainya) adalah agar
lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan masing-masing.
"Garis-garis keturunan Nabi Muhammad itulah yang ingin saya jaga
nasab-nya," tutur Ahmad Ami, "bukan untuk kebanggaan, hanya
sekedar agar mereka tetap mencontoh budipekerti Nabi."
Semua warga Arab di Indonesia, maupun di negara-negara lain
dapat menanyakan nasab-nya kepada Ahmad Ami. Syaratnya
menyebutkan silsilahnya 3 sampai 5 keturunan di atasnya,berikut
foto yang meminta dan data-data tentang orangtuanya. Ahmad Ami
akan menghubungkan data-data itu dcngan garis-garis silsilah
yang.ada pada sebuah buku besar (buku induk). Setelah
garis-garis nasab itu dikaitkan akan segera dikeuhui silsilah si
peminta.
Husain bin Hasyim bin Yahya, sekretaris Ahmad Ami akan
mencantumkan silsilah seseorang dalam sebuah buku yang
menyerupai buku paspor--berikut foto pemiliknya. Dalam buku itu
terlihat garis-garis keturunan itu menanjak ke atas melewati 38
nama. Nama yang ke-39 adalah Fatimah, putri Nabi Muhammad. "Kami
tak mungkin keliru," kata Ahmad Ami berusaha meyakinkan, "sebab
kami mempunyai buku pegangan dari Hadramaut." Semua itu tentu
ditulis dengan huruf Arab.
Imam Bonjol
Laki-laki bertubuh kurus yang seharihari selalu mengenakan kain
sarung itu, Ahmad bin Ali bin Syahab alias Ahmad Ami, mengaku
sampai sekarang telah merampungkan lebih dari 2.000 nasab. Ini
yang di Indonesia. Belum dari negara-negara yang banyak
ditinggali perantau keturunan Arab--terutama Malaysia. Setiap
pemohon dimintai biaya Rp 500 sampai Rp 1.000 dan 10 dollar AS
bila pemohon dari luar Indonesia. Sehingga, katanya, "bangsa"
keturunan Alawiyyin seluruhnya telah tercaut dalam 15 jilid buku
tulisan tangan.
Memang tak sedikit yang mengakuaku keturunan Nabi Muhammad. Pada
1976 misalnya, ada seorang yang datang dari Sumatera mengaku-aku
serupa itu. Kebetulan ia meminta agar nasab-nya dipertegas oleh
Ahmad Ami. "Setelah saya teliti di buku induk, ternyau tak ada
namanya," tutur Ahmad. Karena itu, kepadanya Ahmad hanya memberi
nasihat agar jangan mengaku yang bukan-bukan. "Karena soal
keturynan ada juga yang menyangkut harta warisan," tambahnya.
Menurut Ahmad Ami, beberapa pahlawan nasional Indonesia ternyata
keturunan Arab. Misalnya Kiai Mojo, ungan kanan Pangeran
Diponegoro, menurut Ahmad, keturunan Assegaf. Tuanku Imarn
Bonjol, berasal dari keluarga bin Syahab. Sedang di luar negeri,
Gubernur Serawak, Haji Bujang bin Abdullah berasal dari keluarga
Alaydrus--yang masih berkaitan keluarga dengan Almarhum Sultan
Hamid di Pontianak.
Orang-orang Arab perantauan memang rajin menyimpan nasab
masing-masing. Karena itu, menurut Ahmad Ami, ketika diadakan
sensus pada 1927, di antara mereka ada yang memang sudah
menyimpan nasab-nya sendiri secara lengkap. "Sehingga penelitian
nasab suku-suku lain selanjutnya tak begitu sulit," ungkap Ahmad
Ami yang dalam beberapa tahun belakangan ini diserang rabun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini