Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kembalikan Air Ke Bumi

Bila musim hujan tiba, Jakarta dilanda kebanjiran. sebaiknya dibuatkan bak penampungan, untuk menaikkan permukaan air. Di condet air sumur tidak mau mendekat ke permukaan bumi kurang dari 7 m.

7 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIM hujan segera tiba. Akan tiba pula bencana klasik di negeri ini: banjir. Ratusan ribu meter kubik air akan datang menerpa, menggenangi rumah-rumah, melayukan tetumbuhan, membunuh ternak, memacetkan lalu lintas, menimbulkan berbagai penyakit sebelum pada akhirnya air akan menguap ke langit atau terbuang percuma ke laut. Tiba pula musim saling tuding. Hutanlah yang dikatakan dibabat gundul. Sampahlah yang dibuang sembarangan. Halaman rumahlah yang seluruhnya di-vloer. Macamlah. Dan di sela-sela kesibukan ini, ada pula yang mengeruk keuntungan seperti misalnya para pendorong mobil mogok di jalan-jalan raya. Ada yang sedikit aneh. Dalam musim hujan yang paling parah pun, air sumur di Condet tidak mau mendekat ke permukaan burni kurang dari 7 meter. Ini sudah berlangsung larna, dan rasanya terjadi juga di tempat-tempat lain di negeri ini. Konon dulu, untuk mendapatkan air cukup dengan menggali sumur sedalam 2 meter saja. Sekarang ini, terutama dalam musim panas, jangan dikata lagi. Hampir setiap sumur harus digali ulang. Sekedar menambah kedalaman barang semeter lagi, sekedar untuk mendapatkan air barang beberapa ember sehari. Jelas ada yang mendapat keuntungan dari sumur-sumur rakyat yang harus diperdalam ini: para penggali sumur. Namun setiap tahun sumur makin dalam, dan rasanya tidak akan lama lagi akan mencapai sampai 16 meter, sedangkan sekarang sudah kedengaran bahaya fatal yang terjadi: para penggali sumur itu kehabisan oksigen di bawah sana. Air Sisa Saya punya cerita lain. Rumah saya di Condet agak jauh dari jalan, dan di sekitar itu tidak ada saluran pembuangan air. Oleh karena itu, di samping septic tank biasa, saya buatkan sebuah sumur, luas penampang sekitar 1 3/4 meter, dalam 8 meter. Ditutup beton, diberi lubang angin. Itulah tempat buangan air sisa kami. Tujuh tahun kemudian saya mulai heran mengapa saya masih belum terpaksa menggali sumur baru. Bulan lalu tutup beton saya buka, ternyata kedalaman sumur masih sekitar 5 meter, dan 3/4 nya berisi air! Hebat juga. Segala air cuci dengan remah-remah makanan kotoran dan daki dari 4 orang dewasa dan 1 anak-anak serta para tetamu yang hampir tak putus-putusnya setiap minggu, dalam masa 7 tahun hanya menghasilkan pendangkalan dan sisa air sekian saja. Memang masih diperlukan banyak penelitian, seperti misalnya daya serap tanah, banyaknya daki yang kami bawa pulang setiap harinya, dan sebagainya, sebelum fakta di atas dapat dimasukkan ke dalam, misalnya, The Guiness'Bookof Records. Tapi saya teringat pada hal lain. Bayangkan sebuah rumah di Jakarta, sebuah Toserba, atau sebuah hotel, yang seluruh pelatarannya sudah di-vloer atau diaspal. Setiap turun hujan setiap tetes air hujan itu akan dihibahkan ke halaman tetangga, atau ke jalanan, dan bersama air hujan dari tempat-tempat lain, akan terjadi penggenangan di tempat-tempat rendah, dan itulah banjir itu. Kalau ada saluran masih mendingan. Tapi saluran ini sering mampat, dan juga persoalannya tidak selesai di situ saja, karena pada tempat tertentu air menumpuk banyak sekali sehingga merepotkan para pengawas banjir. Ini sama dengan memindahkan penyakit dari kepala ke perut. Seandainya rumah, Toserba atau hotel tadi mempunyai sumur seperti sumur buangan saya, dan semua air hujan dimasukkan ke sumur itu, pada setiap musim hujan, setiap sumur sudah menghalangi 10 meter kubik air turun ke jalanan menimbulkan huru-hara. Seandainya di Jakarta ada 10.000 sumur seperti itu, setiap musim hujannya sekitar 100.000 meter kubik air hujan Jakarta dihalangi menjadi residivist. Dan kalau di daerah-daerah lain juga ada sumur seperti itu, tidak akan ada istilah banjir kiriman. Mungkin akan berkurang apa yang dinamakan tanah kritis. Sumur Kembali Beraksi Dalam musim kemarau, sumur-sumur ini sedikit demi sedikit akan membiarkan airnya diserap bumi kembali,sehingga pada musim hujan berikutnya para sumur sudah bisa kembali beraksi. Dan mungkin, dalam waktu yang tidak terlalu lama, 20 atau 30 tahun, lambat-lambat permukaan air tanah di Jakarta ini dapat naik kembali, walaupun tidak setinggi masa yang konon dulu itu. Dan jangan dilupakan keuntungan yang dapat ditarik para penggali sumur. Sebuah sumur seperti itu akan memerlukan sekitar 6 hari kerja/orang, dengan biaya seluruhnya sekitar Rp 17.500. Tapi agaknya untuk tujuanyang mulia, seperti menghindarkan penderitaan banjir pada sesama manusia, menaikkan permukaan air kembali (hal ini masih perlu penelitian), serta pemerataan pendapatan, agaknya bagi yang mampu tidak akan merupakan beban yang mengesalkan, ketimbang misalnya harus membayar tukang dorong mobil yang macet di tengah banjir. Memang masih perlu banyak penelitian untuk ini, karena hal yang diajukan ini adalah pendapat yang awam sekali. Mungkin faedahnya tidak seimbang sarna sekali. Mungkin perlu saringan jenis tertentu. Mungkin perlu sistem penjatahan, sekian meter persegi tanah yang di-vloer memerlukan sekian buah sumur. Mungkin perlu persyaratan lain lagi. Namun membayangkan bahwa kitabisamenghalangi sekian ribu meterkubik iair hujan dari berbuat kejahatan, serta menghalangi air tersebut terbuang percuma ke laut, saya rasanya tidak sabar lagi. Dan agaknya patut pula saya ingatkan bahwa di sini masih belum disinggung mengenai ratusan ribu meter kubik tanah galian dari sumur-sumur itu. Soalnya karena saya memang belum tahu apakah tanah sebanyak ini dapat dianggap sebagai keuntungan atau justru kerugian. Atau, para ilmuwan kita punya pendapat lain? Saya yakin ada banyak orang yang ingin dengar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus