Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Opera dalam Gelap

Grup tari Belgia, Kobalt Works, dengan koreografer Arco Renz, menampilkan tari dan opera dalam gelap.

3 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agaknya, sejumlah seni pertunjukan dalam Art Summit Indonesia ke-5, 2007, cukup mengejutkan. Paling tidak, bisa dicatat grup teater tari Dorky Park dari Jerman dan grup tari dari Belgia, Kobalt Works. Kedua grup tari ini (Dorky Park ditulis Tempo minggu lalu) memberikan bentuk yang baru dalam tontonan. Di Teater Luwes IKJ, Taman Ismail Marzuki, pada 27-28 November, para penonton, di antaranya para penari dan dosen tari, menunggu pertunjukan grup tari Kobalt Works. Menunggu dan menunggu pertunjukan ketika jam sudah bergulir dari angka yang dijanjikan. Jarum waktu menunjukkan 20:15, kapan lagi tontonan dimulai?

Ternyata sebenarnya pertunjukan sudah dimulai tepat pukul 20:00, namun penonton tidak sadar barangkali karena ruang penonton yang dipenuhi sekitar 100 kursi masih terang-benderang. Ketika itu panggung menampilkan layar hitam, seperti kanvas raksasa dengan gambar goresan yang bergetar terus-menerus. Semacam desir angin yang bisa dilihat dengan mata telanjang.

Penonton yang tidak biasa menatap lukisan abstrak terkesan resah. Apalagi di panggung hanya terpapar kelam yang ditingkah musik elektrik yang berdengung panjang. Penonton menoleh ke sana-kemari, ngobrol, bertanya-tanya, apakah grup tari ini dalam keadaan sehat-walafiat. Tentu Kobalt Works tak kurang suatu apa, hanya kurang dimengerti para penontonnya.

Kanvas besar itu masih juga dilanjutkan dengan lukisan hitam dengan goresan-goresan yang lebih besar. Byar-putih, byar-abu-abu. Ruang penonton masih terang, diselimuti musik yang berdengung terus.

Dalam pertunjukan seni kontemporer, segalanya bisa menjadi pertunjukan, termasuk yang bukan pertunjukan. Katakanlah, sesuatu yang tidak sengaja muncul di panggung, semacam penyekat (wing) yang tiba-tiba roboh. Peristiwa begitu dianggap ”rahmat yang mengejawantah”, yang bila dijadwalkan bisa tidak terjadi. Peristiwa itu dimasukkan menjadi bagian dari pertunjukan yang diperhitungkan.

Akhirnya, lama-kelamaan ruang penonton meredup, lalu melangkah gelap. Panggung gulita. Tak sesuatu pun tampak. Musik terus mengalun. Setelah menunggu sesaat, sesuatu yang remang-remang muncul di panggung, diiringi dengung musik yang panjang. Lama-kelamaan remang-remang itu semakin jelas: sesosok tubuh yang bergerak terus. Sosok yang sedang jogging. Pertunjukan ini sekitar 45 menit. Selesai.

Ketika penonton bubar, keluar dari gedung, ada penawaran baru dari sang koreografer. Beberapa kelompok penonton, satu kelompok terdiri dari 4 orang, diajak mendengarkan pertunjukan lagi. Karena satu kelompok membutuhkan sekitar 10 menit pertunjukan, kelompok-kelompok ini perlu antre.

Untuk pertunjukan khusus ini, sang koreografer menyebutnya p.o.p.e.r.a., satu kelompok (empat orang itu) diminta ke loteng gedung pertunjukan. Di situ ada dua tempat tidur susun. Tiap susunnya terdiri dari dua ranjang. Keempat orang penonton diminta tiduran di empat ranjang itu. Lalu lampu dimatikan. Keadaan hitam pekat bahkan para penonton tak mampu melihat jari tangannya pun berlangsung.

Lalu terdengar vokal, soprano yang melengking mengitari para penonton yang berbaring itu. Boleh jadi ada di antaranya yang tertidur. Vokal itu, terdiri dari empat penyanyi, mendekat sekitar kepala penonton, lalu menjauh. Lalu vokal itu mendekat lagi, lalu menjauh lagi.

Saya, penulis, yang ikut jadi penonton pada bagian ini, merasakan sesuatu yang berbeda. Saya yang biasa tidur dengan lampu mati (supaya mata beristirahat) dalam pertunjukan instalasi suara yang gelap-gulita ini kok merasa dalam keadaan rentan. Jangan-jangan saya jatuh cinta dengan yang punya suara soprano itu…. Tolooong!

Danarto, sastrawan, pelukis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus