Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Orang Rimba dan Janji Politik Pemilu

Suku Anak Dalam hidup relatif terisolasi di pedalaman hutan Sumatera. Bagaimana hiruk-pikuk pemilu menjamah mereka?

26 Desember 2023 | 00.00 WIB

Kepala Adat Orang Rimba, Ngandun dan keluarganya di Makekal Hulu Mekar Jaya, Tabir Selatan, Merangin, Provinsi Jambi, 19 Desember 2023. TEMPO/Shinta Maharani
Perbesar
Kepala Adat Orang Rimba, Ngandun dan keluarganya di Makekal Hulu Mekar Jaya, Tabir Selatan, Merangin, Provinsi Jambi, 19 Desember 2023. TEMPO/Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Meski hidup di pedalaman hutan yang terisolasi, suku Anak Dalam tak terlepas dari kampanye politik pemilu.

  • Warga dimobilisasi untuk memilih meski tak paham baca-tulis.

  • Masyarakat Orang Rimba hanya ingin hutan mereka terjaga.

Di mana-mana, masa kampanye pemilu merupakan musim obral janji yang muncul lima tahun sekali. Tak terkecuali bagi Orang Rimba.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dikenal juga sebagai suku Anak Dalam, Orang Rimba merupakan kelompok masyarakat tradisional yang hidup relatif terisolasi di belantara hutan Sumatera, khususnya Jambi. Berdasarkan data Warsi, lembaga advokasi hak masyarakat adat, suku Anak Dalam tersebar di lima kabupaten. Mereka ada di Kabupaten Merangin sebanyak 1.276 jiwa, Sarolangun 2.228 jiwa, Bungo 395 jiwa, Batanghari 629 jiwa, dan Tebo 707 jiwa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Mijak Tampung, keturunan Orang Rimba di Makekal Hulu, Tabir Selatan, Merangin, menyatakan janji-janji manis pada masa pemilu tak memperbaiki nasib mereka. Dia menyebutkan para politikus hanya memanfaatkan Orang Rimba untuk mengerek suara.

Keluarga Kepala Adat Orang Rimba, Ngandun di Makekal Hulu Mekar Jaya, Tabir Selatan, Merangin, Provinsi Jambi, 19 Desember 2023. TEMPO/Shinta Maharani

Mijak adalah anggota panitia pemungutan suara dalam Pemilu 2019. Dia menyaksikan langsung sejumlah politikus datang ke permukiman mereka, yang berjarak 227 kilometer dari Kota Jambi atau sekitar tujuh jam berkendara roda empat. Sebagian politikus itu memberi uang—disebut uang transportasi—supaya Orang Rimba memilih mereka. Korbannya adalah induk atau ibu-ibu.

Orang-orang suruhan politikus tersebut kemudian menjemput Orang Rimba untuk datang ke tempat pemungutan suara menggunakan mobil. Mereka memberi uang dan makan. Padahal sebagian besar Orang Rimba tidak bisa membaca dan menulis. "Ibu-ibu itu dipaksa memilih. Banyak kecurangan dan manipulasi," kata Mijak.

Menurut dia, selama ini tak pernah ada sosialisasi tentang pemilu untuk Orang Rimba. Politikus kerap memberikan iming-iming kepada Orang Rimba yang mereka anggap bodoh dan mudah diperdaya.

Samsul Maarif, Ketua Program Studi Agama dan Lintas Budaya Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menyatakan isu terpenting bagi suku Anak Dalam adalah diskriminasi agama. Sebab, mereka dipaksa memilih satu agama resmi pemerintah sebagai syarat mendapat layanan kependudukan. Padahal mereka merupakan penganut kepercayaan tradisional dengan menyembah dewa-dewa yang mereka yakini hidup di hutan.

Menurut Samsul, Pemilu 2024 juga tak memberikan harapan bagi penghayat kepercayaan. Pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024 tidak menaruh perhatian pada minoritas penghayat kepercayaan. Dalam debat calon presiden yang membahas hak asasi manusia, misalnya, tak satu capres pun yang menyebutkan pelindungan terhadap kelompok minoritas penghayat kepercayaan.

Tak ada pula capres yang menyinggung penghayat kepercayaan dalam visi-misi mereka. Ketiga calon hanya menyebutkan anak, perempuan, dan penyandang disabilitas sebagai kelompok yang perlu diperhatikan. Menurut Samsul, capres khawatir raihan suaranya anjlok bila memasukkan penghayat kepercayaan, yang selama ini tidak mendapat pengakuan dari negara dan mendapat stigma sebagai kalangan tak beragama. "Penghayat kepercayaan makin tersingkir karena berseberangan dengan agama mayoritas," ujarnya.

Samsul mencatat ada sekitar dua juta penganut 180 jenis kepercayaan di Indonesia. Berdasarkan data pemerintah, hanya 100 ribu-an di antaranya yang memiliki KTP dengan kolom penghayat kepercayaan.

Ngandun, kepala adat Orang Rimba di Makekal Hulu, Kabupaten Merangin, salah satunya. Dia dan kerabat-kerabatnya tak banyak berharap kepada politikus yang menebar janji dalam Pemilu 2024. Dia hanya ingin hutannya tidak semakin rusak. "Kami ingin ritual terjaga agar dewa-dewa tak murka," ujarnya. 

SHINTA MAHARANI (KABUPATEN MERANGIN)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Shinta Maharani

Shinta Maharani

Kontributor Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus