Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Para Penjelajah Jagat Raya

Sebuah film ambisius tentang tim astronaut NASA yang menjelajah jagat raya untuk mencari planet baru bagi penduduk bumi yang sudah kehabisan oksigen. Film berskala besar yang tetap mampu menggarap drama setiap karakter.

10 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INTERSTELLAR
Sutradara: Christopher Nolan
Skenario: Jonathan Nolan dan Christopher Nolan
Pemain: Matthew McConaughey, Anne Hathaway, Jessica Chastain, Michael Caine

"Do not go gentle into that good night...."

Larik puisi Dylan Thomas itu terus-menerus mengikuti perjalanan para pengelana jagat raya itu menuju kegelapan penuh harapan untuk kemudian keinginan pulang. Inilah sebuah film petualangan para astronaut yang menghampiri setiap planet untuk sebuah misi relokasi penduduk bumi. Sebuah perjalanan panjang yang akhirnya membuat mereka rindu pulang kembali ke bumi yang sudah kusam, buruk, dikurung badai debu, dan nyaris kehabisan oksigen.

Film Interstellar dibuka dengan adegan keseharian di sebuah kawasan pertanian yang diselimuti debu; segerombolan truk yang terhuyung-huyung membawa barang pindahan untuk mencari tempat baru; ladang jagung berwarna kelabu nyaris kehilangan daya hidup, serta para petani dan keluarganya yang melakukan pekerjaan sia-sia: sibuk menyapu dan membersihkan debu tebal yang senantiasa menyerbu lagi.

Cooper (Matthew McConaughey), seorang eks astronaut dengan dua anak, mencoba menghadapi kemuraman itu dengan santai. Bersama mertuanya (John Lithgow), Cooper menikmati sarapan, berdiskusi dengan anak-anaknya yang sudah remaja: Tom (Timothée Chalamet), yang bangga menjadi petani jagung, dan Murphy (Mackenzie Foy), putrinya yang memiliki keingintahuan seorang ilmuwan sekaligus sangat peka terhadap gerakan alam. "It's a ghost," kata Murphy meyakinkan ayahnya setiap kali ia merasakan gerakan-gerakan aneh di kamar tidurnya. Buku-buku yang bergeser; suara-suara bisikan. Sang ayah, seorang duda yang ditinggalkan istri yang digerogoti kanker, menjelaskan panjang-lebar tentang gravitasi dan aneka rumus ilmu pengetahuan. Diskusi sarapan selesai, karena sang ayah dipanggil guru akibat Murphy yang bertingkah di sekolah.

Keseharian perilaku makhluk bumi ini lantas segera pupus hanya dalam waktu 15 menit, begitu Cooper tak sengaja bertemu dengan operasi NASA "di bawah tanah" yang sudah lama merencanakan mengirim pasukan pengelana jagat raya. "Mencari tempat baru untuk merelokasi penduduk bumi," kata Profesor Brand (Michael ­Caine). "Sekaligus mencari para astronaut sebelumnya yang menghilang di antara planet," ujar Amelia Brand (Anne Hathaway), yang mengaku kehilangan kekasihnya, salah satu astronaut yang menyesap dalam kegelapan malam di jagat raya.

Keberangkatan sang ayah yang ditentang putrinya itu adalah sebuah pertanda bahwa Cooper sendiri tak tahu kapan dia kembali. Dia tak hanya melesat menjejakkan kaki ke sebuah planet asing. Cooper akan melalui worm hole (lubang cacing), lorong di jagat raya yang menembus ruang dan waktu. Ketika Murphy, yang semula diperankan Mackenzie Foy, yang remaja berubah menjadi Jessica Chastain, sang ayah tetap saja Matthew McConaughey yang bertahan pada usia muda, ganteng, yang frustrasi berlompatan dari satu planet ke planet lain, sementara hatinya selalu ingin kembali kepada keluarganya.

Film sepanjang 2 jam 49 menit ini adalah sebuah proyek ambisius. Setelah menyelesaikan proyek besar, seperti trilogi Dark Knight dan Inception, sutradara Christopher Nolan memang tak mungkin melangkah mundur. Film berikutnya selalu harus membuat lompatan yang lebih jauh, lebih tinggi, dan ini dilakukan bukan sebagai metafora belaka, melainkan juga secara harfiah. Nolan melompat jauh ke jagat raya, meninggalkan hal yang remeh-temeh di bumi. Di antara galaksi itu, Nolan menggocoh dan mengoyak emosi melalui beberapa subplot hubungan ayah dan anak: Cooper dan putrinya serta Profesor Brand dan Amelia. Kedua pasang ayah dan anak ini sama-sama terpisah oleh jarak yang tak terhingga dan terhubung oleh teknologi rekaman film sehingga para astronaut paham bahwa mereka sudah berkelana selama puluhan tahun usia bumi. Tidak bisa tidak, adegan Matthew McConaughey yang menyaksikan rekaman pesan sang putri yang menanjak dewasa dengan isak tangis tanpa suara itu sungguh menyentuh. Ini mengingatkan kita bahwa film berskala sebesar apa pun—dengan teknologinya yang hebat—tetap harus mampu menjangkau hati penonton untuk bisa menyeret kita hingga detik terakhir.

Perjalanan Cooper, Amelia, Doyle (Wes Bentley), Romily (David Gyasi), dan sang robot yang ngocol nyaris seperti sebuah road trip movie yang hanya berbeda lokasi—ya, di atas sana—tentu saja mengalami berbagai kesulitan. Di setiap planet, mereka tak hanya harus mengetahui bekal oksigen dan kondisi planet itu, tapi juga karena setiap astronaut memiliki motif yang berbeda. Cooper ingin menyelamatkan makhluk bumi (termasuk keluarganya), Amelia ingin mencari sang kekasih, dan yang lain adalah ilmuwan yang setia pada keilmuannya.

Pada titik bahaya—apakah ombak yang nyaris menenggelamkan atau tabrakan dahsyat atau kekurangan oksigen—mereka selalu diuji apakah sebaiknya mereka melanjutkan perjalanan misi ambisius itu atau kembali pulang. Di antara drama intrik para astronaut dan drama keluarga, Nolan juga memberikan kejutan-kejutan tampilnya seorang pemain Hollywood terkemuka di tengah plot yang membelok dengan mulus sekaligus memberi entakan. Tentu saja sosok ini tidak diletakkan di sana cuma sebagai pajangan, tapi justru menjadi kunci dari kelancaran (atau ketidaklancaran) perjalanan mengarungi jagat raya itu.

Jika Anda merasa mengalami deja vu ketika memasuki babak terakhir film, saat astronaut Cooper melayang-layang ke sebuah entitas—sebuah lorong "masa lalu" yang kemudian menguak dan menjawab serangkaian pertanyaan masa kini—itu karena Anda teringat film Inception. Christopher Nolan agaknya memiliki sebuah rasa ingin tahu dan obsesi pada pertanyaan masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang, yang menurut bayangannya adalah sebuah lingkaran yang sempurna. Apa yang terjadi pada masa kanak-kanak Murphy tentang gerakan-gerakan kecil di kamarnya memiliki hubungan dengan kekinian dan masa yang akan datang dengan ayahnya.

Film ini memang terkesan terlalu ambisius dan gigantik, tapi saya tetap menganggap Nolan sangat cerdas membawanya kepada level yang manusiawi dan personal. Matthew McConaughey tampaknya bakal diperhitungkan pada musim penghargaan Golden Globe dan Academy Awards tahun depan. Biarlah itu menjadi keramaian duniawi.

Yang lebih penting dalam film ini justru sisi spiritual yang membuat napas terhenti sejenak; pada saat-saat adegan disajikan tanpa suara, tanpa musik, tanpa berisiknya masalah dunia. Kita merasa bersama mereka, empat penjelajah jagat raya dan satu robot bodor yang berfungsi memecah ketegangan; terkadang ada kehebohan musik saat terjadi kecelakaan pesawat, lalu disusul dengan keheningan ketika mereka berhasil melesat menembus keheningan alam semesta. Kita bahkan merasa dekat, nyaris bersatu, bersama mereka ketika berlayar di dalam kegelapan jagat raya mencari setitik cahaya bintang. Dan suara berat dan lembut aktor Michael Caine itu terus-menerus berdengung mengiringi kita: "Do not go gentle into that good night...."

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus