Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obituari

Penyanyi rakyat sampai akhir hayat

Gordon tobing, penyanyi yang tetap setia membawakan lagu-lagu rakyat, minggu lalu meninggal. kecintaanya pada seni menyanyi tak tergantikan.

23 Januari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA tenornya yang bulat itu mendayu. Dengan denting dawai gitar, dendang lagu itu terasa lebih utuh sebagai folklor. Apalagi ketika muncul paduan suara yang kompak mengiringinya. Maka terbayanglah alunan lagu rakyat di lembah dan pegunungan Tapanuli, riang-ria para remaja ranah Minang nan hijau, atau nyanyi para nelayan di tengah riak ombak laut Ambon. Itu yang terkesan bila grup Impola menyanyi. Suasana yang pernah mewarnai sebagian dunia musik pada tahun 1960-an ini mungkin agak sulit dicerna generasi kini, yang lebih merasa pas dengan bisingnya rock atau goyangnya dangdut. Dengan rasa cinta dan tanpa pamrih, Gordon Tobing pernah merintis dan memelihara lagu-lagu seperti itu. Penyanyi inilah yang berpulang Rabu dini hari pekan lalu pada usia 67 tahun di rumahnya di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Diduga, ia mendapat serangan jantung. Meninggalkan seorang istri dan dua anak, Gordon Tobing dimakamkan di Taman Pema- kaman Umum Petamburan, Jakarta Pusat. Sebagai anak Tapanuli, Gordon yang kelahiran Medan ini memang penyanyi berbakat alam. Sejak kanak ia sudah menyanyi dalam paduan suara gereja. Kakeknya pendeta Kristen Metodis, sedangkan ayahnya, Romulus Lumbang Tobing, terkenal sebagai biduan keroncong sejak tahun 1925 hingga 1937. Gordon sempat berpindah-pindah kota mengikuti sang ayah. Tahun 1946 ia bergabung dengan Rimbu Boys, band Hawaiian di Tarutung yang dipimpin pamannya. Empat tahun kemudian ia pindah ke Jakarta dan bekerja di RRI. Kebetulan empat anak pemilik rumah tempat Gordon tinggal di Kebon Sirih juga suka menyanyi. Mereka lantas membentuk grup Sinondang Tapian Nauli (cahaya tanah nan molek) dan dua kali seminggu menyanyi di Panggung Gembira RRI Jakarta membawakan lagu-lagu Tapanuli, kemudian juga lagu-lagu daerah Indonesia. Salah satu buahnya: pada tahun 1955 Gordon mempersunting Theresia Hutabarat, si anak bungsu anggota grup tersebut. Pada tahun 1959 Gordon membentuk grup vokal Impola, yang berarti ''inti paling istimewa''. Tahun 1960-an, kelompok ini berhasil mengingatkan kembali keindahan lagu-lagu rakyat Indonesia. Bahkan sampai tahun 1970-an masih ada studio rekaman yang mencetak albumnya, menyajikan sekitar 20 lagu rakyat, antara lain Sing Sing So (Batak), Ayo Mama (Ambon), Kaparinyo (Minang). Para anggota Impola kebanyakan memang berdarah Batak. Tapi ada seorang yang berdarah Jawa, yakni Koes Hendratmo. Ketika itu Koes yang kini terkenal sebagai pembawa acara itu sedang menyanyikan lagu Butet di Hotel Merlin, Kualalumpur. Gordon yang rupanya hadir sempat mengoreksi lafal Tapanuli yang salah diucapkan oleh Koes. Dan buntutnya, Koes diajak bergabung dalam Impola. Impola jadi beken lewat RRI, dan lagu-lagunya direkam pula di piringan hitam -- dan belakangan di pita kaset. Selain menghibur para tamu di beberapa hotel, mereka sering diundang menyanyi di Istana Merdeka untuk menyambut para tamu negara. Pada 1950, Bung Karno sendiri sempat terpukau oleh penampilan Gordon. Ketika itu Gordon menghibur seorang tamu negara di Istana Bogor dengan menyanyikan lagu Batak Lisoi, yang diiringinya sendiri dengan gitar. Sejak itulah presiden pertama RI itu hampir selalu mengundangnya mengisi acara kesenian di Istana. Dan setelah Impola terbentuk, kelompok ini hampir selalu mengikuti perjalanan Bung Karno setiap kali ia melawat ke luar negeri. ''Dua minggu sebelum Bung Karno ke luar negeri, Papa sudah berangkat untuk mengajarkan lagu-lagu Indonesia, hingga ketika Bung Karno mendarat, paduan suara yang menyanyikan lagu-lagu Indonesia sudah siap,'' tutur Enrico L. Tobing, anak sulung almarhum. Impola telah melanglang ke berbagai penjuru dunia, menyanyikan lagu-lagu rakyat Indonesia -- juga lagu rakyat negara yang dikunjungi. Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser dan Presiden Kuba Fidel Castro bahkan sempat menghadiahkan sebuah gitar. Masyarakat Jepang agaknya yang paling terkesan atas penampilan Impola. Belakangan Gordon diminta mengajar orang-orang Jepang menya- nyi. Lalu, karena dianggap berjasa meningkatkan hubungan kerja sama Indonesia-Jepang, pada tahun 1989 Gordon mendapat bintang kehormatan The Order of Sacred Treasure, Gold and Silver Rays dari pemerintah Jepang. Belakangan ini almarhum, dan grup Impola, jarang tampil. Tapi itu tak berarti lagu-lagu rakyat yang dicintainya itu mandek. Gordon masih mewariskannya dengan cara mengajar menyanyi di beberapa kelompok paduan suara, misalnya di BNI 46, BDNI, Bapindo, dan Dharma Putra Kostrad. Setiap pagi dan sore ia juga mengajar di rumahnya. Rabu minggu lalu suasana khidmat dan sendu merayap di rumah duka. Puluhan murid almarhum bersama menyanyikan lagu yang pernah mereka pelajari. Beberapa di antaranya berkebangsaan Jepang. Mereka menjadi saksi, Gordon memang penyanyi rakyat sampai akhir hayat. Dan mungkin tak tergantikan. Irama itu melengking, kadang tersendat serak: Na sonang do hita na dua, semoga berbahagialah kita berdua. Budiman S. Hartoyo, Bambang Sujatmoko, dan Nunik Iswardhani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus