Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Hingga akhir hayatnya, ada satu pesan yang terus disampaikan berulang oleh seniman Soenarto Prawirohardjono alias Soenarto Pr. Dia ingin Sanggar Bambu yang didirikannya mempunyai lokasi permanen tanpa harus berpindah tempat lagi.
Baca: Soenarto Pr Ingin Dikuburkan Dekat Makam Seniman Sapto Hudoyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tiap kali bertemu, beliau selalu berpesan. Carilah tanah untuk Sanggar Bambu, Tok,” kata Ketua Sanggar Bambu, Totok Buchori saat dihubungi Tempo, Rabu, 25 Juli 2018.
Sejak didirikan pada 1 April 1959, markas Sanggar Bambu memang selalu berpindah tempat. Awal mulanya menggunakan rumah ibu dari seniman Heru Sutopo di Gendingan Nomer 115, Yogyakarta. Dan kini bertempat di tepi Kali Tempuran, Bantul. “Jadi ngontrak terus,” kata Totok.
Dia berencanaa untuk mengumpulkan karya-karya seniman Sanggar Bambu untuk dijual. Hasilnya akan digunakan untuk membeli lahan untuk mendirikan markas Sanggar Bambu. “Tapi hingga beliau meninggal, belum terealisasikan,” kata Totok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sanggar Bambu adalah sanggar tempat berkumpulnya seniman dari berbagai latar belakang seniman untuk berkarya. Ada perupa, penyair, teaterawan. Sanggar yang lahir pada 1 April 1959 itu didirikan tiga seniman, yaitu perupa Soenarto Pr, penyair Kirdjomulyo, dan teaterawan Akademi Seni, Drama, dan Film Heru Sutopo. Sanggar seniman itu masih eksis hingga saat ini.Soenarto Pr 2, Seniman dan pendiri Sanggar Bambu duduk di samping lukisan terakhir yang dibuatnya yang menggambarkan sosok Sultan hamengku Buwono X saat ditemui Tempo di rumahnya di Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, 15 Mei 2017 lalu. Foto/PITO AGUSTIN RUDIANA
“Karena kami menolak menjadikan sanggar untuk berpolitik sejak awal,” kata Soenarto Pr saat ditemui Tempo pada 15 Mei 2017 lalu di rumahnya di Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.
Dia juga dikenal mempunyai prinsip hidup yang sederhana yang mengutip perkataan Ki Ageng Suryometaram, anak dari Sultan Hamengku Buwono VII yang menanggalkan gelar kebangsawanannya. Yaitu: Sabutuhe, saperlune, sacukupe, sabenere, samestine, sakepenake. Artinya, sebutuhnya, seperlunya, secukupnya, sebenarnya, semestinya, senyamannya.
Nama Sanggar Bambu berasal dari ide Soenarto Pr yang teringat saat diminta mendekor panggung pementasan Teater Indonesia saat pentas di Malang. Judul pementasannya adalah Puisi Rumah Bambu. Liriknya ditulis oleh Kirdjomulyo dengan iriangan musik dari FX Soetopo. Lirik puisi itu kemudian menjadi lagu Hymne Sanggar Bambu.
Sejumlah seniman yang menyebar di pelosok Nusantara juga berasal dari Sanggar Bambu. Termasuk juga penyair dan perupa almarhum Danarto maupun komikus “Oom Pasikom” GM Sudharta.
Selain dikenal sebagai pelukis dengan pastel, Soenarto Pr juga membuat sejumlah patung. Seperti patung Ki Hadjar Dewantara, Bung Tomo, Jenderal Gatot Subroto, Latuharhary, juga monument dan relief Jenderal Ahmad Yani di Museum Sasmitaloka.