Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta -Seniman pendiri Sanggar Bambu, Soenarto Prawirohardjono yang lebih dikenal dengan panggilan Soenarto Pr meninggal pada Selasa malam, 24 Juli 2018 pukul 23.10. Kabar duka perupa yang akan genap berusia 87 tahun pada 20 November 2018 nanti itu menyebar pagi ini.
Sebelumnya, Soenarto diketahui sempat dibawa ke rumah sakit terdekat dengan kediamannya di Rumah Sakit PKU Gamping sebelum mengembuskan nafas terakhir.
“Informasinya, sempat sesak nafas. Tapi terus meninggal di sana,” kata Ketua Sanggar Bambu, Totok Buchori saat dihubungi Tempo, Rabu, 25 Juli 2018 pagi.
Kondisi kesehatan Soenarto Pr, menurut Totok, terus menurun sejak dua tahun terakhir. Keluhan yang sering dirasakan adalah sesak nafas dan lemah jantung. Selain itu, faktor usia yang menua. “Kondisinya terus drop. Juga setelah Lebaran lalu,” kata Totok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Totok pun mengisahkan pertemuan terakhir tiga hari usai Lebaran pada Juni 2018 lalu. Dia bersama sejumlah anggota Sanggar Bambu mengunjungi Soenarto Pr di kediamannya Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.
Seperti biasa, Soenarto Pr meminta untuk menyanyikan lagu Hymne Sanggar Bambu bersama-sama. Syair hymne itu diambil dari puisi Sanggar Bambu karya penyair Kirdjomulyo. “Mungkin Sanggar Bambu satu-satunya sanggar seniman yang punya hymne,” kata anggota Sanggar Bambu Rita Nunung kepada Tempo.
Baik Totok dan Nunung yang hadir saat itu bersama-sama menyanyikannya. Soenarto Pr terlihat bersemangat menyanyikannya. “Mengulang sampai tiga kali. Beliau sampai terengah-engah,” kata Totok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anaknya, Mirah Maharani pun meminta Soenarto Pr istirahat. Laki-laki yang sehari-hari duduk di kursi roda itu terlihat goyah. Dia sempat tak sadarkan diri saat di kamar. Pertolongan pertama yang dilakukan dengan memberikan oksigen sebelum kemudian dibawa ke Rumah Sakit Ludiro Husodo Yogyakarta.Soenarto Pr 2, Seniman dan pendiri Sanggar Bambu duduk di samping lukisan terakhir yang dibuatnya yang menggambarkan sosok Sultan hamengku Buwono X saat ditemui Tempo di rumahnya di Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, 15 Mei 2017 lalu. Foto/PITO AGUSTIN RUDIANA
Lantaran dokter jaga yang ada terbatas semasa libur Lebaran, Soenarto Pr sempat dibawa ke rumah sakit lain dengan mengendarai mobil. “Tapi di perjalanan, Pak Narto muntah-muntah. Akhirnya kami kembali ke rumah sakit sebelumnya,” kata Totok. Di sana, Soenarto dirawat selama tiga hari.
Soenarto Pr bersama Kirdjomulyo dan seniman Akademi Seni, Drama, dan Film (Asdrafi) Heru Sutopo mendirikan Sanggar Bambu pada 1 April 1959 di Yogyakarta. Sanggar Bambu adalah sanggar berkumpulnya seniman-seniman dari berbagai jurusan, baik seni rupa, teater, maupun sastra yang masih eksis sampai hari ini.
Soenarto Pr muda banyak menimba ilmu dari perupa-perupa kawakan selama di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) yang kini menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Mulai dari Trubus, Soedarso, kemudian Affandi. Soenarto Pr dikenal sebagai seniman yang melukis dengan menggunakan crayon.
Sejumlah lukisannya antara lain menggambarkan sosok profil Bung Karno, Nyi Ageng Serang, Sayu Wiwit, dan terakhir Sultan Hamengku Buwono X yang dirampungkan awal 2017 lalu. Dia juga membuat sejumlah patung, seperti patung Ahmad Yani di rumah yang kemudian menjadi museum Ahmad Yani di Jakarta.
Soenarto Pr pergi meninggalkan tiga orang anak, yaitu Ibor, Bima Batutama, dan Mirah Maharani. Ketiga lahir dari Rahim dua istrinya yang terlebih dahulu meninggal, yaitu Sawanti dan Moersekardinah. Rencananya, jenazah akan dimakamkan di Makam Seniman di Imogiri, Bantul hari ini.