SATU lagi Ramayana yang menghadapi tantangan: di Prambanan,
Jawa Tengah.
Sendratari di halaman Candi Prambanan ini selama 20 tahun tak
diganggu-gugat. Tiba-tiba muncul gagasan-dari Direktorat Sejarah
dan Purbakala --untuk "membersihkan halaman candi," pertengahan
tahun ini. "Banyak batu-batu yang hilang, atau dipakai iniitu
oleh penonton sendratari, juga pemilik warung," kata sumber
direktorat tersebut.
Bagi KRT Kusumotanoyo, Direktur Yayasan Rorojonggrang yang
mengelola sendra tari tersebut, itu tentu merupakan masalah
besar. Sebab salah satu yang ditawarkan kepada penonton adalah
"pertunjukan dengap latar belakang candi yang sebetulnya. Jadi
bukan dekorasi berupa gambar atau lainnya.
Tapi apa boleh buat--demi amannva peninggalan bersejarah.
"Kami akan pindah ke sebelah barat sungai," kata KRT
Kusumotanoyo.
Padahal, masih dengan latar belakang candi asli itu pun,
sudah sejak pertengahan 60-an Sendratari Ramayana Prambanan
merosot penontonnya. Banyak faktornya tiada lagi penari yang
menonjol, tiada pengarahan tari yang baru, dan di luar
Prambanan, di Hotel Ambarukmo misalnya, sering pula diadakan
pertunjukan serupa.
Dulu nama-nama seperti Sardono W. Kusumo, Maruti, Tasman,
merupakan jaminan mutu. Juga penata tarinya -- Kusumokesowo --
perancang kesohor dari Solo. Pun karawitan yang dipimpin
Martopangrawit tak bisa dianggap remeh. Kini nama-nama itu tiada
lagi di sana.
Hamengku Buwono
Bisa dipahami, kalau banyak penari berbakat meninggalkan
Ramayana Prambanan. "Saya bosan -- dari dulu begitu-begitu
saja," kata S. Tin yang dulu termasuk salah seorang tenaga
utama. Dengan 600 penari tiap pertunjukan menampilkan sekitar
150 orang), 2 ribu tempat duduk, harga karcis Rp 5 ribu dan Rp 1
ribu serta honorarium penari rata-rata Rp 750, menurut KRT
Kusumotanoyo hidup sendratari ini pas-pasan sekali. "Dulu,
semasa Sri Sultan Hamengku Buwono masih menjadi wakil presiden,
kami terkadang menerima sumhanan yang membuat kami agak bernapas
longgar, tutur direktur itu.
Sendratari Ramayana Prambanan diresmikan 17 Agustus 1960
oleh Presiden Sukarno. Tiap tahun main enam bulan (Mei -
Oktober), tiga bulan 4 kali, dipilih hari-hari sekitar bulan
purnama. Dan 4 kali pertunjukan itu disesuaikan dengan pembagian
lakon: Sinta Diculik, Anoman Duta, Kumbokarno Gugur dan Sinta
Obong.
Diperkirakan rencana pindah tempat dan pembangunan panggung
baru membutuhkan biaya Rp 13 milyar. KRT Kusumotanoyo sendiri
belum tahu dari mana uang itu akan diperoleh. "Tahun depan pun
belum tahu, sudah bisa pindah apa belum," katanya. Untunglah PT
Taman Wisata Candi -- perseroan di bawah Departemen Perhubungan
yang diserahi mengelola dua candi tersebut -- belum memberikan
batas waktu pindah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini