Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Di Kiri-Kanan Jalan Ke Nusa Dua

Peresmian jalan menghubungkan Denpasar dengan Nusa Dua lewat Tuban, diresmikan Presiden Soeharto dan dimaksudkan untuk memperlancar arus barang & lalu lintas wisatawan, nusa dua diharapkan internasional.(dh)

27 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANTARA tahun 1969 hingga 1973, arus pelancong memang menggebu ke Bali. Losmen dan rumah-rumah biasa yang turut menampung turis-turis itu, ternyata tak cukup menambah daya muat kamar. Sehingga pada 1973, misalnya timbul masalah, bagaimana menampung turis yang mencapai 60.000 orang tiap tahun, sementara hotel-hotel yang layak hanya mampu menyediakan sekitar 450 buah kamar. Karena itu, menjelang konperensi PATA (organisasi pariwisata Asia-Pasifik di Bali pada 1974, hotel-hotel baru berdiri secara menyolok. Sebab seusai konperensi itu, diperkirakan para pelancong akan tumpah ke Pulau Dewata. Para pemilik modal pun berduyun-duyun menumpahkan uangnya membangun hotel. Bahkan tak ketinggalan penginapan dan berbagai wisma dipoles. Namun akibatnya segera terlihat: jumlah kamar menjadi 150% lebih bahyak dari perkiraan sauula. Jumlah kenaikan turis yang rata-rata hanya 3% setahun sejak 1976, tetap tidak mampu mengisi sekian banyak tempat menginap. Tapi toh di beberapa tempat, seperti Sanur dan Kuta, hotelhotel maupun wisma baru muncul terus. Lebih dari itu, di Jimbaran sejak tahun lalu mulai dibangun Jimbaran Bay Hotel. Alasannya, menurut Kepala Perwakilan Hotel Jimbaran, Ketut Tulis, karena menurut Bank Dunia sampai 1985 masih diperlukan 1.600 kamar. "Sedang yang ada sekarang baru 1.414 buah," tambah Tulis. Dan pengembangan proyek perhotelan di Nusa Dua tetap menderu. 15 Desember yang lalu Pr>siden Soeharto meresmikan jalan by pass yang menghubungkan Denpasar dengan Nusa Dua lewat Tuban. Jalan ini, menurut Presiden, dimaksudkan untuk memperlancar arus barang dan lalu-lintas wisatawan. Jalan sepanjang 30 km itu dibangun dengan biaya Rp 2,5 milyar. Yang mengerjakan kontraktor Jepang, Kumagai Gumi & Co dan separuh biaya.nya datang dari Bank Dunia. Salah satu tujuan jalan ini, seperti kata Setyo Suparno BRE, pimpinan Proyek Pembangunan Jalan Nusa Dua Bali, "untuk membuka kesempatan kepada penanam modal di daerah Nusa Dua." Namun sampai iaat ini Nusa Dua bclum banyak digandrungi para investor. Sementara di wilayah Bali lainnya mulai dilarang mendirikan hotcl-hotel baru, di Nusa Dua hingga saat ini baru direncanakan sebuah hotel yang merencanakan 450 kamar -usaha perusahaan penerbangan nasional Garuda. Beberapa investor asing, misalnya dari Hongkong, dikabarkan mengurungkan niatnya menanam modal di Nusa Dua. Mungkin karena para pemilik modal melihat arus pelancong ke Bali tak hebat lagi. Lagipula, wilayah yang baik untuk hotel justru di Sanur dan Kuta. Maka harapan, misalnya, bahwa proyek Nusa Dua akan menampung 9000 tenaga kerja, nampaknya masih jauh. Turisme sendiri selama ini hanya sedikit mcnampung. Sekitar 7000 orang yang terlibat langsung dalam kegiatan perpelancongan itu, seperti ternyata dari angka resmi kantor gubernur tahun lalu. Dan ini berarti hanya 0,7% dari seluruh tenaga kerja yang ada di Bali. Data-data itu, yang diungkapkan dalam majalah Bulletin of Indones1an Economic Studies baru-baru ini oleh I.K.G. Bendesa dan I.M. Sukarsa keduanya dari FE-Udayana memang menarik. Kedua penulis itu juga mengungkapkan, misalnya, bahwa daerah yang mendapat income besar dari pariwisata ternyata tidak cukup banyak mengeluarkan biaya pembangunan. Kabupaten Badung contohnya. Pendapatannya dari sektor pariwisata melebihi seluruh anggaran belanja Kabupaten Buleleng, yang "miskin" di sektor pariwisata. Tapi dalsm tahun anggaran 1972/73 dan 1975/76, peningkatan pembangunan per kapita di Kabupaten Badung ternyata hanya 224%, dibanding Buleleng yang 442% atau Klungkung yang mencapai 2330%. Kenaikan di daerah minus ini nampaknya dari pemerintah pusat. Badung, karena dianggap cukup kaya, tidak disubsidi -- dan karena itu tak hendak berkembang. Bagi mayoritas orang Bali, denga demikian, turisme hanya menyentuh jauh nasib baiknya. Yang banyak mendapat uang ialah para pemilik rumah (berkamar satu atau dua) yang biasanya dapat menerima sampai Rp 500.000 /setahun. Yang lain, sebagian terbesar penduduk Bali, sesungguhnya tetap seperti dulu --sebelum bangunan megah hanya mereka bayangkan berdiri di Kahyangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus