Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pria nyaris sudah tak diakui sebagai seorang kepala keluarga, ayah, dan kakek lantaran sibuk dengan bisnis dan kecintaan terhadap tanaman. Puncaknya, saat putri tunggalnya menikah lagi, ia tak hadir sama sekali dan memilih hadir dalam acara konvensi tanaman dan merayakan kemenangannya dalam kompetisi bersama koleganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Earl Stone (Clint Eastwood) merasa sudah kadung melepas keluarganya selama ini. Ia memilih sibuk sebagai seorang pengusaha hortikultura, nyaris tak ada waktu untuk hal lain selain merawat bunga-bunga menjadi tumbuhan yang menawan dan menang di banyak perlombaan. Waktu yang nyaris habis oleh pekerjaan dan kecintaan terhadap bunga, membuatnya tak bisa menghadapi kemajuan teknologi. Bahkan bisa dibilang, kakek tua ini kuper bukan kepalang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekayaan Earl atas kesuksesannya selama ini dihadapkan pada kondisi ketakmampuannya menyesuaikan diri. Perkembangan teknologi membuat orang dengan mudah mengalihkan bisnis dan melakukan banyak transaksi lewat internet. Tidak dengan Earl, ia bahkan mengumpat kalau teknologi temuan Leonard Kleinrock itu memicu kehancuran dalam hidupnya.
Maka dengan terpaksa, Earl mengepak barang-barangnya di mobil bak kebanggaannya yang sudah lapuk. Meninggalkan rumah dan lahan perkebunannya yang disita, serta meninggalkan beberapa karyawan dengan upah terakhir yang seadanya.
Earl datang acara prewedding cucu satu-satunya, Ginny (Taissa Farmiga) satu-satunya anggota keluarga yang masih suka menghubunginya. Kedatangan Earl membuat putrinya Iris (Alisan Eastwood) dan mantan istrinya Mary (Dianne Wiest) pergi. Earl dituding datang karena sudah tak punya apa-apa dan tak ada tujuan lagi.
Di balik kekuperan Earl terhadap teknologi dan juga pengetahuannya yang seolah terjebak dalam pandangan yang kolot, kemampuan Earl mengemudi dan tak pernah ditilang seumur hidupnya menjadi modal baginya untuk kembali bekerja. Sebuah tawaran sebagai kurir datang padanya di waktu yang tepat, Earl butuh uang.
Modalnya pun mudah, mengantar barang ke satu lokasi, dengan syarat tidak mengecek apa isi barang yang ia antar. Earl pun perlahan ketagihan dengan pekerjaan yang mulanya ia pikir cukup dilakukan sekali saja. Tapi kebutuhan demi kebutuhan hadir dan tentunya Earl memang bapak tua yang tak bisa melepas hasrat duniawinya saking selama ini ia mudah mendapatkan segalanya.
Dari pekerjaan anyar itu Earl bisa mengganti mobil bututnya, mengambil alih kembali rumah dan tanahnya, membiayai pernikahan cucunya, bahkan membantu memperbaiki café milik kawannya. Saking selalu berhasil mengantar barang tanpa masalah, bos kartel Meksiko yang mempekerjakannya membebaskan Earl ambil jalan yang mana saja termasuk tak mematuhi jadwal.
The Mule, menyuguhkan sebuah cerita perjalanan yang lambat. Penonton diajak mengikuti sosok Earl membawa mobilnya, mendatangi garasi tertutup untuk menjemput barang serta ikut dalam perjalanan menyusuri jalanan lengang, sepi sambil bernyanyi sendiri.
Sosok paruh baya itu yang kadang terlihat ringkih, jalannya sudah cukup ripuh, masih saja centil menggandeng dua perempuan muda ke dalam kamar hotelnya. Atau dia masih santai mampir menikmati tempat yang menurutnya menjual makanan terenak. Sebagai veteran perang, Earl tak peduli terhadap bentakan, ancaman, bahkan todongan senjata padanya. Seolah ia menyadari, kali ini apapun yang terjadi padanya tinggal ia jalani tanpa harus disesali. Di satu titik, Earl akhirnya menemukan kesempatan agar bisa kembali pada keluarganya.
Eastwood begitu sungguh-sungguh menghadirkan sosok lelaki ringkih yang masih kuat melakukan perjalanan di balik kemudinya. Ia muncul sebagai paruh baya yang sebetulnya cukup menyebalkan namun penonton masih bisa menaruh simpati pada bapak tua ini. Humor yang disajikan di dalamnya pun sebetulnya menertawakan kehidupan Earl yang mungkin punya konsep lain melihat komitmen keluarga, yang selalu butuh pengakuan lantaran kerap dikeliling sanjungan atas prestasinya. Tapi sepanjang kariernya dan kehidupan masa muda yang telah lewat, nampaknya pengalaman menjadi kurir narkoba jadi salah satu pelajaran berharga bagi Earl di usia senjanya sebelum kembali merawat bunga-bunga di tempat berbeda.
Sayangnya, tokoh seorang agen DEA Collin Bates, yang dibintangi Bradley Cooper dalam film ini seolah tampil begitu terpisah dari kisah perjalanan Earl. Kehadiran Cooper nyaris tak ada jalinan cukup kuat dengan perjalanan Earl. Mereka akhirnya baru bertemu setelah satu jam lebih film diputar, di sebuah kafe dan bertukar cerita soal keluarga. Tapi ini terjadi karena Bates memang sulit melacak siapa pria yang kerap dipanggil ‘Tatha’ yang sukses hantarkan ratusan kilo kokain dalam sebulan.
Clint Eastwood menjadi bintang dan juga menyutradarai langsung film yang terinspirasi dari kisah Leo Sharp, pria berusia 90 tahun yang bekerja sebagai kurir narkoba untuk kartel Sinaloa di usia senja. Kisahnya, pernah diterbitkan The New York Times, lewat artikel yang ditulis Sam Dolnick berjudul The Sinaloa Cartel's 90-Year-Old Drug Mule. Leo meninggal tiga tahun lalu. Film ini mengangkat benang merah yang kuat dari kehidupan Leo Sharp yang hingga saat ini tak diketahui apa motifnya menjadi seorang kurir narkoba tertua di dunia.