Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
|
PARA ilmuwan telah membicarakan kajian birokrasi sejak zaman Max Weber dan Talcott Parsons. Salah satu kajian terakhir mengenai fenomena birokrasi adalah konsep reinventing government (mewiraswastakan pemerintahan) yang dikemukakan oleh Osborne dan Gaebler. Perkembangan kajian birokrasi selama ini umumnya mendudukkan masyarakat sebagai obyek yang pasif. Penataan birokrasi yang ada belum melayani masyarakat sebagaimana mestinya.
Konsep mewiraswastakan pemerintahan yang digagas Osborne dan Gaebler dimaksudkan untuk mengembalikan pemerintahan ke tempat yang sebenarnya lewat jargon-jargon keefektifan, efisiensi, transformasi manajemen publik ke privat, serta profesionalisme. Kedua penulis buku ini mengkritik konsep reinventing government, yang dianggap borjuis serta melayani publik dengan cara "perusahaan yang mendagangkan barangnya di pasar."
Dengan kata lain, birokrasi hanya menghamba kepada mereka yang punya uang. Kedua penulis ini menganggap konsep reinventing government adalah sekadar topeng cantik kapitalisme untuk mengisap rakyat. Jadi, rakyat yang lemah diseret menuju pasar bebas untuk kemudian dijadikan obyek penderita sebagai konsumen.
Titik lemah dari buku ini adalah kedua penulisnya tidak mengajukan suatu solusi alternatif sebagai tandingan dari konsep yang mereka kritik. Seandainya buku ini bisa mendudukkan soal dengan lebih jernih, apa perlunya repot-repot membahas pewiraswastaan pemerintah? Tapi mungkin ada pertanyaan yang lebih penting: dapatkah konsep ini diterapkan di Indonesia?
Fachrurozi, mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo